Mohon tunggu...
Hengky Fanggian
Hengky Fanggian Mohon Tunggu... Wiraswasta -

There Must be a Balance Between What You Read and You What Write

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Theokrasi Telah Mati: Sebuah Tinjauan Historis

26 September 2016   18:16 Diperbarui: 27 September 2016   17:05 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Artikel ini adalah bagian penutup dari Trilogi “Agama & Politik”, bagian pertamanya adalah “Perkawinan Haram Agama & Politik”, bagian keduanya “Quo Vadis Partai Agama”.

Pada Trilogy pertama penulis menekankan bahwa Agama & Politik mustahil untuk “dikawinkan” sebab Agama justru harusnya menjadi juri, wasit bagi semua pemain. Kebayang gak sikh bila ternyata sang wasit bukan hanya memihak pemain tapi justru menjadi pemain itu sendiri.

Pada bagian kedua penulis menekankan bahwa sesungguhnya partai Agama hanya ingin memanipulasi impian para Theokrasi Lovers dengan janji PHP semata, mereka itu hidup hanya dari impian tidak real tsb.

Bagian penutup ini merupakan pengunci mati agar para pemimpi berhenti Day Dream (Mimpi Siang Bolong) dengan menyuguhkan bukti historis tak terbantahkan bahwa mimpi mereka itu sebetulnya hanyalah mimpi yg terlalu indah (Too Good to be True) namun tak sesuai realita sejarah. Sejuta Kata masih kalah dengan Satu Fakta yakni Realita Historis. Mari kita mulai

Mungkin Theokrasi Lovers berpikir betapa bencinya penulis sehingga tega membuat tulisan begitu panjang, bahkan bersambung untuk menyumbat mimpi indah mereka. Jujur kata, penulis mengaku bahwa sewaktu penulis masih bocah justru memimpikan Theokrasi. Penulis berpikir alangkah damainya dunia ini bila seluruh dunia dipimpin oleh Paus. Perlu pembaca ketahui bahwa seluruh anggota keluarga penulis tak ada satupun yg Katolik, termasuk penulis sendiri.

Lantas kenapa kok Paus ? ya sederhana saja, beliau itu selain pemimpin agama yg mestinya suci tapi juga hidup selibat (tak punya anak / istri alias tidak nikah). Dengan demikian tentunya beliau terbebas dari nafsu duniawi, gampang khan pemikiran penulis sewaktu bocah tsb. Berdasar asumsi tsb penulis menjadi simpatisan Katolik, namun saat majalah Tempo menerbitkan artikel tentang ke Pausan (saat masih berpolitik) … penulis terhenyak kaget. Astaga, kok tak ada keindahan, apalagi kesucian… yg ada hanyalah horor & teror… terus bertubi-tubi tak ada habisnya.

Penulis shock dan coba baca sejarah dari buku lainnya, ternyata sama. Bahkan penulis pelajari, tak pernah ada satupun Theokrasi yg benar kecuali Theokrasi yg dipimpin langsung oleh Nabi, sebab hanya nabi yg Mak’sum (terlindung dari dosa). Theokrasi itu telah selesai bersamaan dengan selesainya era kenabian, sesudah era Nabi yg ada hanyalah Theokrasi Semu (Quasi/Pseudo Theocracy).

Seluruh tulisan disini yg penulis maksud adalah Theokrasi Semu, memang sengaja penulis singkat “Theokrasi” tanpa embel-embel Semu, sebab selain lebih singkat… juga itulah yg dibayangkan oleh kaum Theokrasi Semu Lovers, mereka seolah tidak ikhlas bahwa era kenabian telah berakhir dan masih saja memimpikan Theokrasi, padahal maximal yg mungkin mereka peroleh hanyalah yg Semu.

Maafkan penulis bila penulis “terpaksa” sedikit membeberkan sepak terjang para pelaku Theokrasi Islam di masa silam, penulis memang tidak mengulas lebih lanjut Theokrasi “ala” Katolik sebab itu hanyalah lembaran kelam yg ingin dilupakan umat Katolik. Rasanya tak akan pernah ada satupun umat Katolik yg berhasrat balik ke masa horor tsb. Namun beda dengan kaum muslim, penulis mendapati ada beberapa muslim yg masih tetap ngotot ingin ber Theokrasi, bahkan setelah mereka membaca 2 artikel pendahulu dari penulis.

Disini penulis tidak bermimpi untuk mengubah pemikiran “kaum cinta mati” terhadap Theokrasi apalagi terhadap para Agamawannya yg jelas2 ada Vested Interest terhadap ajaran ganjil tsb. Penulis hanyalah berharap bahwa “kaum simpatisan” Theokrasi sadar. Meskipun statusnya hanya simpatisan namun penulis yakin justru kaum simpatisan inilah yg merupakan mayoritas terbanyak. Penulis merasa berhutang penjelasan, agar tak hanya penulis semata yg sadar akan buruknya Theokrasi Semu tsb.

Saat film serial “Abad Kejayaan” tayang di TV, beberapa Theokrasi Lovers protes agar tayangan tsb dihentikan, bahkan ada satu partai Agama yg keras suarakan protes tsb. Aneh …film tsb hanyalah paparan sejarah Kekhalifahan Ottoman Turki dan itupun sudah mengalami sensor super ketat dari studio TV tsb. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun