Hai Guys, salam jumpa lagi dalam Obrolan Kita. Obrolan hangat dengan topik menarik. Kali ini dengan topik Mungkinkah Ahok Menang. Â Untuk menyingkat waktu, Langsung saja ya
Begini, dari dulu saya suka taruhan. Tapi bukan judi lho, bahkan saya benci judi sebab itu tak lebih dari zero sum game konyol alias selalu ada yg kalah. Taruhan saya tsb sebetulnya untuk mengasah analisa kritis rasional saya semata. Kalau menang berarti analisa saya tsb berdasarkan rasio semata bukan berdasarkan perasaan. Disitu saya selalu menang karena saya selalu kesampingan perasaan sedang lawan justru utamakan perasaan. Bahkan saat terjadi demo 411 langsung saya telpon kawan saya untuk tingkatkan nilai taruhan. Rupanya dia gak sadar bahwa 411 tsb punya kontribusi terhadap kemenangan Donal Trump.
Bagaimana dengan Ahok, mungkinkah dia menang ? Kemungkinan itu akan selalu ada, masalahnya cuma ada di besar kecilnya probabilitas itu saja. Justru karena dia itu masih ada peluang maka lawan politik jadi terusik. Meski survey mengatakan elektabilitasnya anjlok, tapi itu bukan akhir segalanya. Â Andai dia itu 100% tak mungkin lagi menang niscaya tak akan ada serangan apapun terhadap dia, itu logika simplenya.
Menang atau kalahnya Ahok sebetulnya tak terlalu penting, asalkan sportif semua tentunya, jangankan level gubernur, level presidenpun akan selalu ada yg menang & kalah. Yg jadi problem mendasar kita itu bukan menang kalah tapi adalah kebesaran hati untuk menerima kekalahan. Harusnya yg kalah legowo menerima kekalahan bukan merekayasa  begitu rupa sehingga sang calon gagal mencalon diri atau bahkan yg lebih parah yakni yg sudah terlanjur menang & terlanjur  menjabat direkayasa begitu rupa agar dapat diturunkan paksa dengan impeachment lewat pengerahan masa menduduki DPR. Negara akan hancur lebur, minimal akan terjadi DisIntegrasi bila itu terjadi.
Nah rekan tanya nikh , mungkinkah bahwa survey2 yg gambarkan anjloknya elektabilitas Ahok sesungguhnya tidak real, itu hanyalah sekedar untuk menurunkan tensi yg membara ? Atau malah justru double target yakni kesengajaan biar Anies & AHY saling hantam karena merasa tinggal merekalah yg tersisa. Hmm kalau ngomong mungkin, semuanya sikh bisa mungkin meski nilai kemungkinannya bisa jadi amat kecil. Namun daripada spekulasi seperti itu mending kita menyadari bahwa elektabilitas itu wajar naik turun, diseluruh dunia juga begitu. Kalau indikator sesaat seperti itu BISA jadi patokan maka  pilkada  atau bahkan pilpres di seluruh dunia akan banyak yg urung karena peserta sudah takut kalah duluan sebelum bertandig dihari Hnya.
Saya pribadi cukup percaya bahwa survey tsb valid, sebab yg lakukan bukanlah lembaga Survey KW yg suka teriak2 di TV Oon saat Pilpres sebelumnya. Justru yg harus dipertanyakan adalah Apakah orang yg disurvey sepenuhnya 100% jujur memberi jawaban, itulah yg kita tak tahu. Sebab dalam kasus Donal Trump terjadi hal serupa, yakni Semua Lembaga Survey unggulkan Hillary. Sebetulnya ini sikh wajar & manusiawi, orang yg dalam hatinya pilih Trump belum tentu mau blak2an karena khawatir dianggap pro Rasis. Bisa jadi hal serupa terjadi disini, hatinya pilih Ahok, namun karena gak enak kalau dianggap tak religius maka mereka berkelit. 2 phenomena ini meski adanya di 2 negara berbeda, memang bisa paralel sebab kedua pemilihan ini melibatkan banyak unsur emosional, tak seperti pada pemilihan lainnya.
Balik lagi ke Ahok, mungkinkah dia menang ? Guys guys guys, kalian lupa ya memangnya di dalam politik itu ada kata TIDAK MUNGKIN. Bukankah politik itu sendiri bermakna The Art of Posibility (Seni untuk Mewujutkan Kemungkinan). Kalau politik tak dapat merubah impossible menjadi possible maka dia bukan lagi bernama politik. Politik itu sesungguhnya berkutat Cuma pada 3 hal saja yakni Who (Siapa) What(Apa) Â How (Bagaimana)... Jadi Siapa mendapat Apa dengan cara Bagaimana. Ya itu saja, bahkan tak ada kata Why (Mengapa) Â sebab kata Mengapa terlalu tinggi terlalu filosofis terlalu theologis BAGI politisi yg terbiasa hidup secara Oportunis.
Melihat politik tak dapat hanya dari satu sudut pandang semata. Misal, khalayak umum melihat gebrakan PLT Gubernur DKI sebagai tindakan anti pati terhadap Ahok karena dia merubah atau bahkan kasarnya meng obrak abrik policy yg telah dibuat Ahok. Apakah pandangan tsb benar ? ya bisa benar namun jangan lupa pandangan sebaliknya juga bisa benar yakni justru tindakan PLT Gub DKI justru untuk mempromosikan Ahok. Biar masyarakat benar2 merasakan, nih lho kalau gubernurnya ganti baru.
Sudah tradisi di negeri ini, Ganti pejabat ganti policy. Dari dulu kita selalu dipusingkan... kalau ganti menteri pendidikan kok selalu ganti acara ini itu. Nah sekarang rasain ganti gubernur... kalian juga akan merasakan bedanya. Kalimat Waaah kok beda yaa akan ... semakin bergema.
Kalau gitu mana yg benar dari kedua pandangan tsb. Di dalam politik tidak ada istilah mana yg benar mana yg salah, istilah itu adanya di filsafat atau agama. Terminology benar / salah terlalu mewah bagi politik, politik itu maunya yg lebih simple kok yakni menang atau kalah, that’s all itu saja. Terus mau apa lagi, Itulah politik.
Balik lagi ke Ahok. Begini ya, Â politik itu super dinamis, dalam hitungan menit perubahan bisa saja terjadi. Pilkada DKI adanya di bulan Febuari 2017, apapun bisa terjadi dalam kurun waktu selama itu. Jadi survey yg akurat adalah survey menjelang hari pemilihan.