Mohon tunggu...
Hengki Mau
Hengki Mau Mohon Tunggu... Teknisi - Membaca Manusia Sebagai Kisah

Pemburu Berita, Membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Setiap Pagi Subuh, Saya Sudah Berada di Kebun Sayur

20 Februari 2023   13:15 Diperbarui: 20 Februari 2023   13:17 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Realita hidup,

Dia duduk di atas sebuah kursi yang terbuat dari semen,matanya menatap sejauh pandangan melihat ke arah alun-alun lapangan umum cabang lima Atambua.

Dalam lamunannya sesekali ia menarik nafas seirama dengan angin sepoi-sepoi yang sedang beradu dengan dedaunan pohon disekitarnya, mungkinkah dia kecapaian karena duduk atau kah kecapaian oleh karena bekerja berjalan seharian, tidak bisa ditanyakan padanya hanya dirinyalah yang tahu apa yang ada didalam benaknya.

Dari jauh saya hanya melihat dia duduk termenung, disampingnya terletak lalepak yang digunakannya saat berjualan sayur ataupun lainnya, saya berlari menelusuri lorong-lorong setapak taman kota mengelilingi lapangan umum Atambua hingga tidak dapat dihitung lagi sudah berapa kali putaran saya berlari oleh karena melihat sosok seorang paru baya sedang duduk sendirian di atas kursi yang terbuat dari semen itu .

Dalam lamunanku melihat sang bapak paru baya itu membuatku hampir terjatuh terjun bebas ke arah deker yang membatasi jalan umum dengan lapangan, secepat kilat saya tersadar oh ternyata terantuk, masih dalam lamunan tentang sosok paru baya itu dan ketika melihatnya dari dekat terasa berat kaki ini hendak melangka, namun karena bapak paruh baya itu terlanjur melihat dan merasakan kehadiran saya, maka dengan hati-hati saya mencoba mendekatinya meskipun belum mengenal sosok paruh baya itu.

Saya mencoba memberanikan diri untuk menemuinya dan menanyakan akan keberadaannya ditempat itu, dari tempat berdiri saya mencoba untuk berlangkah, dengan hati-hati menghampirinya " selamat sore bapak apakah saya bisa duduk dekatmu " dengan jawaban yang bersahabat diiringi senyuman hangat dia menjawab silakan ". Sayapun dengan senang hati duduk disampingnya dan mencoba membuka pembicaraan dan menanyakan tentang keberadaannya ditempat itu, " maaf, bapak dari mana, tanya saya kepadanya, saya dari Lalosuk, baru selesai jualan sayur, tadinya saya hendak pulang namun karena tersa cape saya duduk di tempat ini, jawabnya.

Kursi semen yang kami duduk menjadi saksi bisu atas perbincangan kami, di tempat itu kami menceritakan banyak hal terkait dengan masa-masa kejayaannya kala masih di Timor Leste dan masa-masa terpuruk yang dihadapinya saat terjadi pergolakan di sana dan pengalaman hidup yang di alami bapak ini bersama keluarganya di Atambua.

Dalam pembicaraan kami sepintas saya melihat kondisi bapak paru baya itu, rupanya ia baru selesai melakukan perjalanan jauh oleh karena alas kaki yang digunakannya penuh dengan debuh. Agara tidak dicurigai oleh bapak ini ketika saya melihatnya saya membuka pembicaraan, " Bapak tadi jualan apa tanya saya kepadanya, " saya jualan sayur " jawab bapak itu, sayuran apa saja yang bapak jual,_ tanya saya lagi kepadanya, " sayur yang saya jual bermacam-macam, mulai dari sayur putih,sayur kangkung,sayur bayam, buah terong, kacang panjang, dan kalau musim bawang saya jualan bawang" jawab sang bapak itu. Sangat luar biasa perjuangan bapak ini untuk menafkahi isteri dan anak-anaknya dalam hati saya berujar.

Saya kembali bertanya asal bapak paru baya itu, dirinya mengatakan bahwa mereka berasal dari Timor Leste, saat pergolakan mengungsi ke Atambua, dan dengan senyum dirinya mulai menceritakan bahwa dia datang dari Timor Leste waktu pergolakan tahun 1999 dan menetap di Lalosuk, pekerjaan sehari-harinya berjualan sayur yang dibelinya dari orang lain di pasar dengan modal dasar Rp. 100.000 rupiah, kemudian jual kembali dengan berjalan kaki keliling kota masuk dari lorong-lorong dan gang-gang pemukiman penduduk di seputaran kota Atambua.

Bapak paru baya itu menceritakan bahwa dari rumah dengan berat hati dia meninggalkan isteri dan lima orang anaknya pergi berjalan kaki untuk berjualan sayur menelusuri pemukiman penduduk berjuang mencari nafka bagi keluarganya agar dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan biaya sekolah bagi ke lima orang anaknya.

Diceritakannya bahwa ketika senja ataupun malam hari sekembali dari jualan sayur anak-anaknya menyampaikan keinginannya, " bapak pergi jualan kalau sudah mendapatkan uang jangan lupa belikan sepatu baru", anak yang lainnya juga meminta bapaknya untuk belikan kue dan yang lain meminta untuk belikan seragam sekolah dan masih banyak lagi permintaan lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun