Mohon tunggu...
Hengki Fernando
Hengki Fernando Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

Seorang mahasiswa yang hidupnya disibukkan dengan kegiatan dan aktivitas bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dibalik Konflik Palestina-Israel: Perang Agama atau Politik?

13 Februari 2024   23:12 Diperbarui: 13 Februari 2024   23:48 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika ini tentang agama maka agama bisa hidup berdampingan, jika ini tentang politik maka ingat ada yang lebih penting dari politik itu sendiri yaitu “Kemanusiaan”

Konflik Palestina-Israel adalah salah satu konflik terpanjang dalam sejarah modern dan telah menyebabkan penderitaan yang luar biasa. Pertanyaan yang sering muncul adalah apakah konflik ini memiliki akar yang disebabkan oleh agama atau politik, karena konflik tersebut melibatkan aspek agama dan politik yang kompleks. Untuk memahami esensi konflik ini, kita perlu menyelidiki dua dimensi ini secara bersamaan. 

Dalam aspek keagamaan palestina merupakan salah satu kota yang disucikan oleh tiga agama sekaligus, islam, kristen dan yahudi. Hal ini terjadi dikarenakan di palestina terdapat situs-situs suci, seperti masjid al alqsa bagi agama islam, gereja makam kudus bagi orang kristen serta tembok ratapan bagi orang yahudi. Persaingan atas pemegang kendali dan akses-akses terhadap situs-situs ini telah menjadi sumber ketegangan agama. Faktor klaim sejarah juga menjadi salah satu sumber akar konflik permasalahan dalam sudut pandang agama. Arthur James Balfour menteri luar negeri inggris saat itu mengirimkan sebuah pesan kepada pemimpin komunitas yahudi di inggris untuk membangun rumah nasional yahudi di palestina yang selanjutnya tertuang dalam Deklarasi Balfour. 

Deklarasi Balfour diciptakan oleh Arthur James Balfour yang berhasil meyakinkan pemerintah inggris dengan gagasan Zionisme, Zionisme sendiri adalah gerakan politik yang lahir di eropa pada abad 19. Gerakan ini mengupayakan pembentukan sebuah negara yahudi di palestina yang mereka klaim sebagai tanah israel. 

Terlepas oleh sejarah di masa lampau, sebenernya masalah ini telah terselesaikan oleh kebijakankebijakan perdamaian sebelumnya, baik di masa Salahuddin Al-Ayyubi, Kekaiasaran balian dan kesultanan turkey utsmani. Bahkan Perjanjian Oslo 1993 telah terjadi kesepakatan pembagian wilayah dengan batas-batas tertentu untuk mencapai perdamaian. Akan tetapi kembali lagi gerakan zionisme yang begitu serakah untuk menguasai seluruh palestina melanggar perjanjian tersebut. Permainan politik israel yang begitu kuat membuat negara negara lain tidak bisa mengutuk atas pelanggaran perjanjian tersebut. 

Dari kedua sudut pandang permasalahan Konflik Palestina-Israel tidak bisa direduksi menjadi sekadar perang agama atau politik. Ini adalah konflik yang sangat kompleks yang melibatkan berbagai aspek agama dan politik. Faktor-faktor sejarah, identitas, dan sumber daya juga memainkan peran penting. Untuk mencari solusi yang berkelanjutan, penting untuk memahami dan mengakui kedua dimensi ini. Perdamaian dan resolusi konflik akan memerlukan kompromi politik serta penghargaan terhadap nilainilai agama dan budaya yang berdampingan di wilayah ini. Dengan upaya dan kerjasama yang kuat, harapan untuk mencapai perdamaian yang berkelanjutan di palestina akan tercapai.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun