Gula (sugar) tergolong sebagai kebutuhan sehari-hari dan termasuk kebutuhan pokok masuk dalam kategori "SEMBAKO / Sembilan Bahan Pokok." Gula digunakan sebagai pemberi rasa pada makanan dan minuman yang tidak bisa digantikan. Rasa manis yang berasal dari gula memberikan sensasi yang tidak dapat ditolak dan selalu menjadi syarat dalam setiap sajian/ kuliner di negeri ini.
Gula sendiri berasal dari tanaman tebu. Gula diolah dari batang tebu yang digiling dan diambil sari-sarinya. Dipasaran pada umumnya tersedia gula pasir yang berasal dari sari tebu yang dikristalkan.Â
Indonesia termasuk negara produsen gula pasir ditopang dengan perkebunan tebu dan industri pengolahan gula (Pabrik Gula). Jawa Timur menjadi provinsi dengan kontribusi terbesar mencapai 46,6 % (Bank Indonesia, 2016). Tercatat bahwa sampai saat ini terdapat sekitar 30-an Pabrik Gula di Jawa Timur yang masih aktif. Selain di Jawa Timur, industri gula nasional juga ditopang produksi dari Lampung dan Sulawesi.
Namun, dengan dukungan perkebunan dan Pabrik Gula Nasional belum mampu membuat industri gula nasional jaya, bahkan untuk memenuhi kebutuhan nasional (swasembada) masih belum terwujud. Akibatnya dari tahun ketahun tercatat di tahun 2011 rata-rata harga gula curah sepuluh Rp10.000.- an hingga awal tahun 2016 harga rata-rata telah mencapai Rp14.5000,- an.Â
Selain itu, akibat tingginya harga gula nasional dibanding harga gula internasional untuk menurunkan harga dijalankan kebijakan impor. Disisi lain walaupun menurunkan harga, impor tidak menyelesaikan masalah, karena akibat impor tersebut produksi gula nasional tidak terserap pasar karena biaya produksi gula nasional lebih tinggi dari pada gula impro. Akibatnya, bagi pedagang akan lebih menguntungkan menjual gula impor dengan harga dasar Rp7000-an, dibanding gula nasional yang berada di angka Rp11.000 an (Kemenperin, 2016).Â
Fakta-fakta tingginya biaya produksi gula nasional diketahui akibat tidak efektif dan efisiennya sistem pengelolaan gula nasional, terkhusus dari segi manajemen serta peralatan industri yang semakin tua, ada yang mencapai lebih dari 1 (satu) abad. Tetapi diantara dua tersebut manejmen industri menjadi permasalahan pokok yang harus segera diselesaikan.
Didalam produksi gula, saat ini terbagi menjadi dua proses, yaitu: 1) produksi tebu oleh petani dan 2) produksi gula pada pabrik gula. Dari dua proses produksi tersebut terdapat permasalahan tersendiri:
Pada proses produksi tebu oleh petani seringkali petani dihadapkan pada permasalahan rendahnya harga jual ke Pabrik Gula yang dapat dipengaruhi oleh kualitas ataupun harga pasar. Disini petani terkena resiko ketidakpastian atas investasi yang dikeluarkan dalam penanaman dan pengelolaan tebu.
Pada proses pengolahan gula (Pabrik Gula) memiliki resiko atas fluktuasi harga pasar gula, terkhusus permasalahan lebih rendahnya biaya produksi gula dari luar negeri dibanding dalam negeri.Â
Dua proses ini sebenarnya merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, untuk mengontrol biaya produksi. Adanya dua proses produksi yang dilaksanakan oleh dua subyek berbeda mengakibatkan timbulnya resiko yang lebih besar.
Untuk itu, langkah yang dapapat diambil; untuk memperbaiki manajemen industri gula nasional adalah dengan menyatukan dua proses tersebut dalam satu sistem produksi. Penyatuan ini bukan berarti suatu industri menjadi satu kepemilikan. Akan tetapi, hal yang diperlukan adalah dalam menanggung resiko baik alam ataupun fluktuasi pasar dibebankan kepada kedua belah pihak. Seringkali perkebunan sebagai pengahasil tebu yang mayoritas didominasi oleh petani perkebunan rakyat, tidak memiliki kapasitas/ sumber daya untuk menanggulangi suatu resiko. Disini ketika perusahaan pengolahaan gula (Pabrik Gula) yang pada umumnya merupakan industri besar yang memiliki kapasitas permodalan dan manajemen yang lebih baik merangkul petani.Â