Jakarta - Genap satu juta KTP telah terkumpul sebagai syarat pencalonan jalur independen untuk dukung Ahok kembali menduduki kursi Jakarta 1 sebagai petahana. Latarbelakang dari pengumpulan satu juta KTP karena Ahok memiliki karakteristik kritis dan tegas menentang sesuatu yang dianggap tidak sesuai dengan aturan hukum. Ditakutkan dengan sikap tersebut tidak ada partai yang memberikan kesempatan atau dikatakan menjadi kendaraan maju dalam pencalonan tersebut.
Namun, fakta politik terbukti berbeda. Golkar, PKB, Nasdem menjadi sebagian dari partai politik yang mendukung Ahok yang akhirnya berhasil membujuk Ahok untuk meju melalui jalur partai, meskipun sejuta KTP telah terkumpul yang dapat dipilih untuk maju secara independen.
Keputusan untuk memilih jalur partai adalah langkah tepat. Dikarenakan terlepas dari baik buruk-nya sebuah partai. Partai tetaplah sebagai suatu alat politik sebagai kendaraan dengan mengkordinasikan elemen-elemen dari akar rumput pada sub terkecil. Perlu diketahui bahwa satu juta KTP bukan merupakan jaminan pada waktu pemilihan umum, pemilik KTP akan memilih Ahok. Hal tersebut sudah bukan rahasia umum lagi, bahwa selalu ada upaya tawar menawar secara politik yang baru berakhir dibilik suara. Disitulahg partai memiliki fungsi politik untuk melakukan proses tawar-menawar dan menjamin terpilihnya calon yang dipilijh hingga bilik suara.Â
Diluar itu, ketika Ahokpun seandainya menang melalui jalur independenpun. Didalam era pemerintahannya kedepan, tentu akan diwarnai dengan perseteruan yang akan menguras banyak tenaga. Alangkah lebih baiknya apabila, partai-partai yang selama ini menjadi lawan/ musuh Ahok dapat dirangkul sehingga tenaga bisa difokuskan untuk pembangunan.
Sejuta KTP untuk Ahok, tidaklah sia-sia dikarenakan berkat gerakan tersebut. Ahok bisa maju secara independen. Hal tersebut terbukti dari dukungan tanpa syarat dari partai politik yang membuktikan bahwa Ahok memiliki daya tawar yang tinggi sehingga partai politik tidak akan dengan mudah melakukan intervensi, terkhusus pada tindakan-tindakan atau kebijakan negatif yang merugikan kepentingan umum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H