Mohon tunggu...
Henggar Budi Prasetyo
Henggar Budi Prasetyo Mohon Tunggu... Administrasi - Travelers

Bandung, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hoaks, Alat Adu Domba yang Merisaukan Kerukunan Umat!

1 Agustus 2018   06:49 Diperbarui: 1 Agustus 2018   08:04 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi by pixabay/ mudahnya terjadi pecah belah adalah karena tidak tahu musuhnya siapa. Hoaks dan ujaran kebencian yang berbuah prasangka buruk adalah musuh/ ancaman yang harus dilawan

Hoaks adalah Istilah yang memiliki arti "berita/ kabar bohong." Disadari atau tidak sebagian dari kita pernah membuat ataupun turut menyebarkan hoaks, meskipun motifnya beragam ada yang untuk lucu-lucuan (candaan), ada pula yang untuk mendapat pujian. Ya, selama ini hoaks sebagai berita/ kabar bohong diterima saja oleh masyarakat sebagai bagian dari kehidupan masyarakat.

Namun, akhir-akhir ini kehadiran hoaks sudah amat mengkawatirkan, karena motifnya tidak lagi sebatas untuk candaan ataupun untuk mendapat pujian dimana lingkupnya terbatas pada komunitas kecil. Melainkan motifnya menjadi pemecah belah dalam bentuk "Ujaran Kebencian." Lingkup dari hoaks pun tidak lagi komunitas kecil lagi, tetapi sudah sampai pada tataran negara, bahkan sampai pada tataran dunia. Kehadiran hoaks dalam bentuk ujaran kebencian tentu memiliki tujuan untuk memecah belah dengan harapan adanya kelompok yang diuntungkan dari kondisi tersebut. 

Ujaran kebencian, kembali mengingatkan kita pada praktik adu domba yang diterapkan oleh penjajah / kolonialisme Hindia-Belanda. Praktik adu domba telah terbukti ampuh dijadikan sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan di negeri ini. Butuh 350 tahun bagi bangsa ini untuk sadar dari praktik ado domba yang ditandai dengan bersatunya organisasi -organisasi kedaerahan yang puncaknya adalah sumpah pemuda.

Tentu dari pengalaman tersebut bangsa Indonesia dapat mengambil pelajaran. Apalagi  dengan usia 73 tahun yang akan jatuh pada tanggal 17 Agustus mendantang sudah seharusnya bangsa ini menunjukan kematangannya sebagai bangsa besar. Namun, itu tentu tidak otomatis karena untuk menangkal hoaks dan ujuaran kebencian dibutuhkan kerjasama dari seluruh elemen bangsa baik pemerintah ataupun masyarakat.

Nah, Kementerian Agarama RI (Kemenag) sebagai bagian dari pemerintah Indonesia tentu memiliki porsi untuk berkontribusi dalam mencegah terulangnya lagi praktik adu domba (pecah belah) dengan alat berupa hoaks dan ujaran kebencian. Apalagi, disadari atau tidak salah satu isu strategis yang sering dijadikan bahan hoaks dan ujaran kebencian adalah isu berbau agama. Tentu kehadiran Kemenag disini sangat dibutuhkan utamanya untuk melakukan klarifikasi hoaks dan ujaran kebencian. Dari konflik di Suriah setidaknya kita dapat mengambil pelajaran bahwa apabila negara gagal untuk mengklarifikasi hoaks dan ujaran kebencian berbau agama, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi perang saudara dengan akibat yang tidak terbayangkan lagi.

Jika aku Kemenag, hal apa yang akan saya lakukan?

Imbas dari Hoaks dan Ujaran Kebencian adalah timbulnya prasangka buruk yang apabila terakumulasi bagaikan bola salju yang siap menghancurkan segala yang ditabrak. Dari hal tersebut, tentu sudah dapat diketahui bahwa prasangka buruk adalah akar permasalahan dari perpecahan yang ditimbulkan oleh hoaks dan ujaran kebencian. Oleh karena itu, jika jadi kemenag hal yang akan saya lakukan adalah menghapus prasangka buruk dan menghadirkan prasangka baik. 

Prasangka buruk timbul karena beberapa faktor, salah satunya adalah karena kuranganya interaksi/ komunikasi ditambah lagi hadirnya provokator. Untuk itu, sebagai kemenag yang akan saya lakukan adalah memfasilitasi untuk terselenggaranya interaksi antar umat yang berbeda baik dari suku, agama, ras, ataupun golongan. Interaksi tersebut dapat dihadirkan dalam bentuk penyampaian informasi yang dapat diakses publik, dapat berupa siaran televisi, radio, media sosial, pamflet dengan kontennya berisi berisi ajakan untuk berprasangka baik. Prinsipnya jika datang seribu hoaks dan ujaran kebencian, maka kita taburkan sejuta kebaikan. Selain itu kegiatan-kegiatan yang melibatkan interaksi langsung seperti, seminar dan festival keanekaragaman  budaya tentu akan saya gelar jika saya sebagai kemenag. Hal tersebut tentu akan berdampak positif karena menghadirkan interaksi antar umat yang dapat menghapus sedikit demi sediki prasangka buruk. Problem kedua adalah adanya provokator, bisikan-bisikan yang bertujuan untuk menumbuhkan prasangka buruk tentu akan selalu ada. Untuk itu, sebagai kemenag saya akan memfasilitasi relawan kebaikan, prinsipnya jika ada seratus provokator prasangka buruk, maka harus dilawan dengan seribu relawan kebaikan.

Tentu, hal tersebut tidak akan sulit diterapkan Kemenag, kuncinya adalah konsisten yang dilandasi semangat kerukunan umat beragama. Insya Allah prasangka buruk yang ada diantara umat yang berbeda suku, agama, ras, dan golongan dapat dihapus, dan diganti dengan hadirnya prasangka baik.

Nah, untuk langkah strategisnya telah saya uraikan dalam artikel sebelumnya, sebagai berikut: Jurus Jitu Tangkal Hoaks, Tuk Wujudkan Kerukunan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun