Mohon tunggu...
Henggar Budi Prasetyo
Henggar Budi Prasetyo Mohon Tunggu... Administrasi - Travelers

Bandung, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tinggal di Bawah Jaringan Transmisi Tenaga Listrik "SUTET"?

15 Mei 2017   10:08 Diperbarui: 15 Mei 2017   10:48 1874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Info - Pernahkan diantara kita membayangkan, jika rumah berada di bawah jaringan Transmisi Tenagalistrik? Tentu sebagian orang akan menolak dan menjadikan alternatif terakhir untuk tinggak dibawah jaringan Transmisi Tenagalistrik. Hal tersebut salah satunya disebabkan pendapat-pendapat yang berkembang di masyarakat bahwa tinggal di bawah jaringan transmisi dapat menggangu kesehatan. Pendapat tersebut setidaknya telah disertai dengan pendapat ahli melalui sebuah proses penelitian. Namun, sampai saat ini belum ada konsensus dari ahli berupa kesepakatan umum bahwa tinggal dibawah jaringan transmisi memang menimbulkan akibat tersebut. Selain itu, ada ketakutan konstruksi jaringan transmisi kelistrikan berupa tower serta kabel konduktor akan roboh mengingat material yang digunakan adalah besi dan baja yang berat.

Ketakutan-ketakutan tersebut dialami oleh warga yang tinggal dibawah jaringan transmisi ketenagalistrikan, terkhusus jaringan transmisi SUTET. Sebelumnya terlebih dahulu akan saya jelaskan mengenai pembagian tipe tower berdasarkan arus yang disalurkan. Berdasarkan Permen ESDM 38/ 2013 dikenal jaringan transmisi kelistrikan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) serta Saluran Udara Tegagan Arus Searah (SUTAS). Pada umumnya SUTT memiliki ukuran tower serta jumlah kabel konduktor yang lebih sedikit serta arus yang disalurkan tidak terlalu tinggi, sedangkatan SUTET memiliki ukuran tower yang tinggi dengan jumlah kabel konduktor lebih banyak serta arus tenaga listrik yang lebih tinggi berkisar diatas 250 Kv s/d 500 Kv. 

Pemerintah berserta PT PLN (Persero) dengan didasari UU 30/2009 Jo. Permen ESDM 38/2013 berupaya mensosialisasikan tentang Keamanan Ketenagalistrikan dan Lingkungan (LK2) dalam rangka pencegahan dampak negatif dari jaringan transmisi ketenagalistrikan. Pendapat-pendapat yang berkembang di masyarakat tentang dampak negatif dari tinggal di bawah jaringan transmisi ketenagalistrikan dapat terhindar apabila ketentuan tersebut tidak dilanggar, bagi yang ingin mengetahui ketentuan lebih lanjut dapat download (disini) tautan Kemen ESDM. 

Meskipun dari segi keselamatan ketenagalistrikan telah dijelaskan dan dijamin oleh negara. Namun, dampak dari pendapat-pendapat yang timbul di tengah masyarakat serta keterbatasan dalam penggunaan tanah berimplikaasi pada turunnya nilai jual tanah. Batasan penggunaan tanah dalam hal ini, pemilik tanah tidak boleh membangun bangunan atau menanam tanaman yang memasuki ruang bebas transmisi ketenagalistrikan yang dikenal dengan (Right of Way). Disisi lain, memang telah terdapat kompensasi atas pembatasan penggunaan lahan oleh pemilik tanah serta penggantian kerugian atas bangunan atau tanaman yang berada diruang bebas sebelum dibangunnya jalur transmisi. Namun, besarannya masih belum sesuai dengan kebutuhan. Justuifikasi pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan jarungan transmisi ketenagalistrikan adalah dikarenakan untuk kepentingan umum, maka sifat dari ganti rugi dan kompensasi adalah sebatas pada kerugian materiil diluar kerugian imateriil.

Plus& Minus dalam tata kelola jaringan transmisi merupakan tantangan yang harus diselesaikan kedepannya. Dikarenakan listrik merupakan kepentingan umum dan kebutuhan semua orang, bisa dibayangkan apabila biaya pengadaan jaringan transmisi ketenagalistrikan tinggi, tentu biaya pemakaian listrik di masyarakat juga akan tinggi. Sulit rasanya untuk menuntut nilai ganti rugi dan kompensasi yang alayak sesuai dengan kerugian materiil dan imateriil mengingat negara yang masih berkembang dengan penghasilan per-kapita masyarakat yang masih rendah. Sulit juga untuk mengesampingkan ketidaknyamanan warga masyarakat yang berada dibawah jaringan transmisi ketenagalistrikan. Namun, atas kondisi ini setidaknya kita memiliki optimisme kedepannya, ketika bangsa Indonesia telah kokoh. Saya memiliki usulan agar kedepannya sistem kompensasi ketenagalistrikan diselesaikan dengan sistem sewa menyewa tentu terkait mekanisme yang ditawarkan adalah PR kita bersama untuk mencapai keadilan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun