[caption caption="sumber: http://www.kanekin.co/"][/caption]Sebelum heboh di Indonesia, model bisnis seperti Go-Jek telah diterapkan oleh UBER di Benua Amerika dan Eropa. Tidak ada yang membedakan antara Uber dan GO-Jek selain jenis transportasi yang digunakan.
Uber seperti yang kita ketahui mengkordinir rental mobil untuk dijadikan Taxi, sedangkan GO-Jek mengkordinir Tukang ojek atau siapapun yang memiliki motor.
Nadiem, CEO Go-Jek berdarah Arab yg merupakan lulusan Harvard, secara cerdas mengadopsi model bisnis Uber dengan mengganti moda transportasinya. Motifnya sangat sederhana, yaitu karena melihat kondisi Ibukota (Jakarta) yang masih berjibaku dengan masalah kemacetan, Nadiem lantas berfikir Ojek adalah moda transportasi yang paling efektif untuk menerobos kemacetan Ibukota.
Ditambah, keluhan masyarakat terkait Ojek pangkalan menjadikan hal tersebut sebagai peluang bisnis yang amat potensial. Keluhan mereka diantaranya:
- Tidak aman (rawan tindak kriminal)
- Harga yang tidak transparan. Harus tawar menawar terlebih dahulu, seringkali konsumen yang tidak tahu medan ditipu oleh tukang ojek yang memberikan harga lebih.
- Harus datang ke pangkalan ojek, namun seringkali pangkalan ojek pun tidak ada ojeknya
Nadiem pun akhirnya memiliki ide untuk mengkordinir ojek-ojek yang sudah ada sehingga menjadi:
(1) Aman, karena setiap driver dan konsumen Go-Jek harus melakukan registrasi terlebih dahulu. Sehingga jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, semua dapat dilacak dengan mudah.
(2) Transparan, karena ojek Go-Jek menggunakan argometer dan katanya bisa cetak slip bukti juga
Disamping kelebihan diatas, Nadiem juga menyadari bahwa masyarakat saat ini menginginkan segala sesuatu yang serba mudah. Mau makan tapi malas keluar, mau mengantar dokumen tapi malas keluar. Yap, Nadiem pun menambahkan jasa Go-Jek bukan hanya sekedar untuk mengantar orang tapi juga mengantar barang atau pesanan orang. Semua terkordinir kedalam satu sistem aplikasi sehingga membuat segalanya menjadi efektif dan efisien. Maka kelebihan Go-Jek yang ketiga adalah:
(3) Efektif serta efisien bagi konsumen maupun driver.
Ketenaran Go-Jek pun menyulut rasa iri dan benci Organda dan pemerintah yang mengatakan Go-Jek sudah merusak sistem transportasi. Karena menurut Undang-Undang, ojek adalah moda transportasi ilegal. Berdasarkan Undang-Undang, suatu moda transportasi angkutan publik itu minimal harus beroda tiga. Karena ojek tidak diatur dalam Undang-Undang, sehingga tidak aturan tentang pajak yang wajib dikeluarkan.
Hal tersebut bukan malah dilihat sebagai hambatan namun sebagai potensi bisnis yang menggiurkan, karena Go-Jek tidak harus membayar pajak angkutan publik. Ketika diminta pajak terkait angkutan publik pun, Nadiem berkilah cerdas bahwa Go-Jek adalah perusahaan aplikasi bukan perusahaan transportasi. Praktis, hal tersebut menguntungkan bagi perusahaan (Go-Jek) dan juga driver. Maka keuntungan Go-Jek selanjutnya adalah: