MLM (Multilevel Marketing) adalah strategi pemasaran di mana tenaga penjualannya diberi imbalan tidak hanya untuk penjualan yang mereka pribadi hasilkan, tapi juga untuk penjualan dari orang-orang lain yang mereka rekrut, yang menciptakan downline distributor dan hirarki banyak tingkat kompensasi.
Paling lazim, tenaga penjual itu diharapkan menjual produk langsung ke konsumen melalui referral dan pemasaran mulut-ke-mulut (getuk tular). Sebagian orang memakai penjualan langsung sebagai sinonim untuk MLM, meskipun MLM hanya satu jenis penjualan langsung.
Para penjual lepas tidak-bergaji yang disebut sebagai distributor (atau associate, independent business owner, dealer, konsultan penjualan, agen independen dsb.), mewakili perusahaan yang menghasilkan produk-produk atau menyediakan jasa-jasa yang mereka jual. Mereka mendapat komisi berdasarkan volume produk yang terjual melalui upaya penjualan mereka sendiri dan juga upaya penjualan downline mereka.
Para distributor mengembangkan organisasi mereka dengan membangun basis pelanggan aktif, yang membeli langsung dari perusahaan, atau dengan merekrut downline yang juga membangun basis pelanggan, sehingga memperbesar organisasi keseluruhan. Selain itu, distributor bisa juga meraup laba dengan mengecer produk-produk yang mereka beli dari perusahaan dengan harga anggota.
Perhatikan, gambaran ringkas di atas sama sekali TIDAK menyiratkan MLM hanya layak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan besar skala nasional, atau bagi produk-produk fisik masal (seperti piranti rumahtangga, perawatan diri, atau suplemen makanan) yang mengharuskan fasilitas lab dan manufaktur padat-modal atau padat-karya! MLM hanyalah suatu strategi pemasaran, sama dengan strategi-strategi pemasaran lainnya.
Saya yakin setiap bisnis, kecil atau besar, yang memasarkan segala jenis produk konsumen (bukan produk bisnis atau industri), baik bersifat digital yang bisa diunduh di Internet (egoods) atau fisik yang bisa disentuh (hard goods), kecuali mungkin banyak jenis bisnis lokal dan jasa pribadi, layak dan perlu menerapkan MLM untuk melonjakkan penjualan mereka.
Jadi kenapa 99% pebisnis ‘layak-MLM’ TIDAK PERNAH melirik MLM dan menerapkannya untuk pengembangan bisnis mereka?
Ini mungkin pertanyaan yang agak sulit dijawab, tapi saya kira ini terkait dengan sejarah lahirnya MLM, perkembangannya, dan lalu kesan “kompleksitas tak terpahami” dan keeksklusivan sistem ini, yang menghalau sangat banyak pebisnis untuk bahkan mempertimbangkan strategi ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H