Ketika kita pertama kali keluar dari rahim ibu kita, tangan kita mengepal. Ibu bilang, itu tanda kalau kita dilahirkan di dunia sebagai seorang pejuang. Awalnya gue gak ngerti maksudnya ibu apa, “apakah mereka yang menjadi tentara di medan perang adalah orang berhasil menjadi pejuang yang sesungguhnya?” pikir gue yang waktu itu sedang duduk di bangku kelas 3 SD.
Nama gue Sofyan Hendy Sumitro, gue baru aja mendapatkan SK Pegawai bulan Juli 2016 kemarin. SK itu menugaskan gue untuk mengisi bagian bidang Junior Technical Engenering PDKB TM di PLN AREA BANYUWANGI.
Awal pertama kali gue kenal PLN itu sekitar 3 tahun lalu. Waktu gue lagi praktek kerja lapangan SMK di sana. Dari yang gue cuman tau namanya doang, jadi tau gimana sifatnya, sistem kerjanya, kegiatan setiap harinya, dan gimana rasanya bisa jadi bagian dari PLN. Walaupun itu cuman anak SMK yang lagi magang aja sih. Walaupun yang gue pelajari masih sebagian kecil dari banyak nya pekerjaan, seperti pelayanan teknik bareng mas-mas Yantek, mas mas Operator, mas mas rabas, dan mas mas PLN (beneran). Pokoknya waktu itu gue udah nganggep magang itu kayak kerja beneran. Gue sering pulang malem, gue sering ikutan kegiatan mereka yang menurut gue ini pekerjaan yang emang keren dan ada rasa kepuasan tersendiri. Seperti ganti trafo, perbaikan tegangan drop, sampai grebek tunggakan. Satu kenangan yang paling gue inget adalah, pas gue ikutan ganti trafo jam 2 malam. Berhubung rumah gue lumayan jauh dari kantor Rayon Ngadiluwih dan orang tua gue juga tinggal di Bali, gue bisa bebas mau pulang kapan aja, asal inget kasih kabar sama inget makan. Jangan ingetnya mantan mulu. Ehh.
Entah kenapa walaupun rasanya capek setelah itu, tapi waktu ngejalaninnya gue ngerasa bahagia. Kenapa? Karena gue bangga dan minat dengan kerjaan ini.
4 Bulan berlalu, gue selesai praktek kerja lapangan. Gue balik lagi belajar di dalem kelas, kelas yang penuh dengan kegaduhan, guru yang banyak jenisnya, temen yang suka ngebully, papan yang gak pernah bersih dari coretan jahil, buku buku tebal yang memaksa dibaca, dan PR yang lebih sering dikerjakan di sekolah dari pada di rumah. Tapi satu hal yang berubah pada waktu itu adalah perasaan gue dan sudut pandang gue tentang sebuah kewajiban. Ibu pernah bilang, semakin kita tumbuh dewasa semakin banyak dan besar juga kewajiban dan tanggung jawab yang kita punya. Apa kewajiban kita sebagai warga Negara Indonesia? Apa kewajiban kita sebagai pemuda Indonesia? Pertanyaan itu yang sering terbesit dikepala gue menjelang waktu kelulusan.
Sejalan dengan seiringnya waktu gue menemukan jawabannya. Gue menemukan jawabannya di dalam kata-kata Pandji Pragiwaksono. Satu pertanyaan dari dia yang sampai sekarang mengarahkan gue dan membuka pandangan gue. Dia bilang “Kalau kalian dikasih milih, kalian milih jadi orang yang cuman bisa menuntut perubahan atau menjadi bagian dari perubahan itu?”. Disitu hati gue bergetar, memang dari dulu gue cuman bisa menuntut perubahan, setiap kali ngeliat berita gak mengenakan di tv, media sosial, berita Online tentang Indonesia, gue cuman bisa marah-marah, sumpah serapah, dan menyalahkan pemerintah. Padahal kan Indonesia ini negara gue, gue tinggal disini, tapi kenapa gue cuman bisa menyalahkan dan menuduh pemerintah atas semua kejadian buruk di Indonesia? Padahal ini juga tanggung jawab gue sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) juga, apalagi gue adalah pemuda Indonesia. Dan pemuda Indonesia yang gue tau adalah PENGGERAK PERUBAHAN. Maka sejak saat itu, gue berkata dalam hati gue “Lo itu orang Indonesia juga bego! Jangan cuman bisa nuntut aja! Turun tangan sana!”.
Lalu apa yang bisa gue lakuin untuk Indonesia sekarang?
Gue senang bekerja di PLN. Gue seneng ngeliat orang-orang disekitar gue bisa memakai listrik di rumah mereka. Melihat sebuah keluarga kumpul di depan TV yang menyala karena listrik yang tersalurkan dengan baik, melihat kota-kota terang dengan PJU yang menghiasi disetiap pinggir jalannya, melihat gunung dari bawah yang berhiaskan lampu-lampu rumah orang yang tinggal disana selalu membuat gue ingat dengan masa kecil gue yang sering keluar rumah hanya untuk memandangi gunung yang berhiaskan lampu itu. . Karena di PLN juga, selain gue bekerja gue bisa membantu menjadi bagian pembangunan negeri ini menjadi lebih baik. Seperti tulisan yang ada didepan pintu masuk kelas listrik gue “Listrik untuk kehidupan yang lebih baik!” dan yang sekarang gue tau tulisan itu adalah motto PLN.
Dulu setiap kali mau belajar dimalam hari, ibu sering banget cerita tentang masa kecilnya, yang paling sering ibu ceritain adalah cerita waktu ibu kecil sekolah dulu. Dia bilang kalau dulu itu belum ada listrik, listrik gak semudah sekarang, dulu setiap kali dia mau belajar dia harus menyalakan “cublek” (Lampu minyak) itu pun harus berbagi dengan kedua adiknya. Setiap mau ke masjid atau langgar (Mushola) dia harus mengisi obor dengan minyak dulu tak jarang juga harus kesulitan mencari kain bekas untuk wadah apinya. Gue gak bisa bayangin gimana rasanya hidup di jaman ibu yang kayak gitu.
Sebagai PDKB gue gak mau biarin cerita ini terus menurun hingga nanti masa depan. Ketika seorang ibu yang mudanya hidup di tahun 2016 ini memiliki cerita seperti ibu. Sungguh gue gak biarin ini terjadi.
PDKB adalah Pekerjaan Dalam Keadaan Bertegangan, bekerjaan ini memerlukan keahlian khusus karena itu banyak yang menyebut kami ini dengan pasukan khususnya PLN. Keahlian yang udah dilatih di UDIKLAT Semarang, keahlian bekerja sama dalam sebuah regu, keahlian dalam pekerja tanpa harus memadamkan aliran listrik, keahlian bekerja diantara tegangan 20 kV.