Mohon tunggu...
Hendry Sianturi
Hendry Sianturi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

manusia yang miskin wawasan.\r\n"corgito, ergo sum; Aku berpikir maka aku ada"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Trivialitas Trigatra terpenting Lampung: Pendidikan, Kemiskinan dan Kriminalitas

20 November 2012   08:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:01 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Lampung adalah provinsi pluralistik yang terus berbenah dan 'aktif' melakukan pembangunan seiring berjalannya waktu. Di era mondial yang semakin maju, mau tidak mau provinsi Lampung dengan segala dinamika dan kekurangannya harus bisa beradaptasi. Walaupun pembangunan tengah belangsung di tiap kota dan kabupaten, tetapi sesuatu yang tidak pernah hilang adalah kemiskinan dan kriminalitas yang belakangan justru semakin mengkeruh. Tajamnya arus kompetitif globalisasi menyisahkan sedih bagi si 'miskin'.

Pada dasarnya kemiskinan akan semakin sulit dituntaskan karena pemerintah menerapkan sistem Neo-Liberalisme yang melahirkan jurang pemisah antara si-'kaya' dan si-'miskin'. Aroma kompetisi selalu hadir di tengah-tengah masyarakat, sehingga masyarakat yang siap akan bertahan sedangkan masyarakat yang tidak siap akan menderita.

Deklarasi Milenium Global Development Goals (MDGs) di KTT melenium PBB telah lahir tahun 2000 kemarin dengan tujuan utama memangkas setengah penduduk miskin global yang berpendapatan kurang dari 1 dolar per-hari sampai tahun 2015, namun dianggap masih belum berdampak apa-apa sampai sekarang. Dan tentunya akan menjadi tidak relevan ketika tujuan ini tidak diejawantahkan menjadi bentuk-bentuk konkrit dan diimplementasikan melalui startegi-strategi efektif.

Meningkatnya kemiskinan suatu daerah juga akan mendorong tindak-tindak kriminalitas. Fenomena sebab-akibat yang menjadi latar belakang meningginya kasus-kasus kriminalitas. Kemiskinan dan kriminalitas akan selalu berkaitan dan merupakan permasalahan yang harus diselesaikan. Maka dari itu, strategi yang realistis dan bersifat jangka panjang adalah dengan merevitalisasi tujuan pendidikan dan memperbaiki sistem Pendidikan kita, sehingga kemiskinan dan kriminalitas lambat laun dapat dihilangkan. Dengan merevitalisasi tujuan pendidikan yang substansinya adalah memanusiakan manusia, niscaya kemiskinan dan kriminalitas dapat diselesaikan.

Pendidikan, Kemiskinan, Kriminalitas.

Pendidikan adalah input, kemiskinan adalah output dan kriminalitas adalah impact. Bagai mata rantai, ketiga komponen ini saling mengait-erat. Kriminalitas, kemiskinan dan pendidikan satu kesatuan dan selalu berbanding lurus. Kriminalitas akan meningkat jika kemiskinan meningkat. Dan diakui atau tidak, kemiskinan timbul karena adanya kesalahan dalam proses pendidikan. Maka itu, untuk menuntaskan kriminalitas, harus didahului dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dan semuanya kembali berpulang pada hal yang paling fundamental yaitu Pendidikan.

Pendidikan

Potret wajah pendidikan di Provinsi ini semakin memiriskan saja apalagi setelah kita mengetahui bersama bahwa ternyata pemerintah daerah kurang serius untuk menuntaskan permasalahan pendidikan di provinsi ini. Perspektif ini bukan sebuah apriori ataupun skeptis dan tanpa alasan. Ditambah lagi pemerintah dan DPR-D sebagai wakil rakyat, pun seperti sudah 'kongkalikong' untuk urusan pendidikan. Salah satu indikasinya adalah adanya penurunan anggaran untuk pendidikan. Tahun 2011 anggaran Pemerintah Daerah provinsi Lampung untuk pendidikan adalah 18% dari jumlah APBD, di bawah persentase yang sudah ditetapkan oleh UU No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS sebesar 20 %. Dan 'lucu'-nya ditahun 2012, bukannya meningkatkan persentase anggaran pendidikan untuk mendekati standarisasi persentase anggaran pendidikan, Pemda Lampung justru mengurangi 'jatah' pendidikan menjadi 12 %. Ini bukan sekedar hitung-hitungan anggaran, tetapi lebih dari itu, Pemda Lampung ternyata kurang memperhatinkan peningkatan kualitas SDM masayarakat dengan memperbaiki pendidikan di provinsi ini dengan serius. Pemda lebih fokus terhadap pembangunan yang bersifat monumental. Padahal pendidikan adalah pondasi mendasar masyarakat. Selain itu Pemerintah Provinsi dan DPR-D bisa dikatakan inskonstitusional karena dalam UU tentang Sisdiknas pasal 49 ayat 1 gamblang dituliskan bahwa, dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimum 20% dari APBN atau 20% dari APBD. Hal ini juga diperkuat dengan keputusan Mahkamah Konstitusi bahwa anggaran pendidikan selain gaji dan biaya pendidikan kedinasan harus 20% dari APBN atau APBD dan jika tidak maka dianggap Inkonstitusional dan menghambat pencerdasan masayarakat.

Di sisi lain, potret ketidakseriusan pemerintah daerah juga terlihat dari kegagalan mewujudkan pendidikan Wajib 12 tahun. Angka Partisipasi Kasar (APK) untuk SMA dinilai masih sangat rendah. Hasil kajian akademisi FKIP Unila menunjukkan bahwa usia SMA di Lampung tahun 2010-2011 hanya 58,04 %. Artinya terdapat Angka Putus Sekolah (APS) 41,96% anak usia SMA yang tidak bersekolah. Kalau siswa SMP tidak bisa melanjutkan pendidikannya ke jenjang SMA hampir setengahnya, lantas akan kemanakah siswa-siswa tersebut? Ini konyol! Ditambah lagi ternyata APK SMA Provinsi Lampung bahkan lebih rendah ketimbang APK SMA di Papua yang notabene dari segi georgrafis sangat jauh dari pusat pemerintahan.

Oleh karena itu, muncul keraguan, apakah provinsi Lampung telah siap menghadapi era mondial dengan kondisi pendidikan yang masih caruk marut seperti ini?

Kemiskinan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun