Tiga gadis remaja, menyayat indera pendengaran ratusan penonton di gedung teater kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta (27/04). Jemari mereka menari-nari di atas tuts Steinway & Son hitam, di antara pancaran sorot lampu panggung. Mereka berhasil membuat jiwa-jiwa luruh sejenak.
Pertunjukkan itu berjudul The Sound of Clavier yang dibawakan oleh Clavier Music Academy. Dengan sentuhan artistik yang syahdu, Henoch Kristanto sebagai Artistic Director, mampu menampilkan pertunjukkan selama satu setengah jam dengan apik, tanpa menjenuhkan.
Acara dimulai sekitar jam 4 sore. Alunan harmoni piano Josephine Alexandra mulai menggema. Baju terusan merah yang dikenakannya saat itu tampak sederhana menutup badan hingga lututnya, sehingga sepatu bot hitamnya terlihat mencolok. Apalagi saat berjalan terdengar ketuk-ketuk lantai panggung.
Sisi kanan rambut gelombangnya melekat penjepit rambut dan ikat rambut di belakang, menyimpul rambutnya. Remaja berkcamata ini memainkan instrument pertamanya berjudul Prelude and Fugue No.19 in A Major BWW 888 karya J. S. Bach. Mukanya minim eskpresi. Baru saat nada tinggi dan nada rendah raut wajahnya berubah. Mungkin karena terlalu mengikuti harmonisasi instrumen. Namun, tak ada wajah penonton yang berkedip saat itu, bahkan tak sempat untuk sekedar mengusap pipi dingin karena AC gedung. Gadis kelahiran 2001 ini berhasil menghipnotis para penonton di tengah kegelapan.
Gbr.1:Â Josephine Alexandra
my doc.
Selanjutnya, Hanna Anindita. Gadis imut yang juga lahir tahun 2001 ini, tampak dewasa ketika mengenakan gaun merah jambu. Jari-jarinya asyik saja melompat-lompat dari pangkal sampai ujung tuts Steinway & Sons. Kacamata gagang merah sangat jelas karena rambut belakang terikat rapi. Lagu instrumen Etude Op.25, No.12 (ocean) menjadi instrument pertamanya. Instrumen karya F. Chopin itu seirama dengan gaunnya yang tipis, meliuk-liuk, menutup mata kaki. Sepasang sepatu hak pendek corak emas bergoyang-goyang dan pinggulnya yang gemuk masih nyaman di bangku sofa tanpa sandaran.
Habis Hanna dilanjutkan dengan Angelica Liviana. Wajahnya terhapit geraian rambut panjangnya yang hitam. Ada sebatang kep yang terselip di rambut belakang, sehingga tak seluruh rambutnya menjulur ke depan meskipun kepalanya meliak-liuk, mengikuti alunan tuts-tuts piano yang dimainkannya. Instrument pertamnya pada pertunjukkan itu adalah Sonata no.17. Op.31,no 2 in D minor (tempest) karya L.V.Beethoven
Saat tu pakaiannya anggun. Baju terusan merah jambu. Ada juga manik-manik melingkar di pinggangnya. Saat tertangkap lampu panggung, tampak cahaya memantul bak berlian.
Steinway & Sons itu menyatu dengan jiwanya dan instrumen itu. Suara hardik bangku oleh ulah penonton, tak mempengaruhi jari-jari Angelica memainkan piano hitam itu.
My doc.
Tujuan kegiatan yang diadakan oleh Clavier Music Academy (CMA) ini merupakan rangkaian ujian kenaikan tingkat dari ketiga pianis muda ini. CMA adalah sekolah music yang berdiri tahun 2004 yang memiliki motto "Cultivating the Process of Music Learning and Refining the Art of Music Performance".  Dengan show ini CMA membuktian bahwa  akademi musik ini berhasil mengembangkan potensi seni musik sejak dini khususnya dalam bidang piano.