Mohon tunggu...
Hendry Sianturi
Hendry Sianturi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

manusia yang miskin wawasan.\r\n"corgito, ergo sum; Aku berpikir maka aku ada"

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Resensi Film The Book of Esther

24 Desember 2013   10:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:32 1327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

:Isteri Pejabat mesti Belajar dari Ratu Ester

"Ada masa untuk tinggal diam dan masa untuk berbicara."

Gbr. 1 Cover film (sumber: ganool.com)

Pada tahun 482 SM di zaman kerajaan Persia, sejarah mencatat ada seorang wanita bernama Hadasa keturunan Yahudi suku Benyamin, salah satu dari kedua belas anak Yakub, memiliki hati seputih salju Everest, seindah bunga Sakura di musim semi, seindah kepakan sayap Falcon, dan sekental sintal madu yang jatuh dari kerumunan tawon. Seorang wanita yatim-piatu yang diasuh oleh Mordecai, paman sekaligus gurunya, akhirnya diangkat menjadi Ratu Persia, mendampingi Raja Xerxes memerintah Persia. Hasada yang akhirnya berubah nama menjadi Esther (karena nama Hadasa terlalu kental dengan anyir Yahudi, sehingga Mordecai mengganti namanya), pada akhirnya berhasil menyelamatkan Bangsa Yahudi dari fitnah yang dilakukan Haman. Konflik ini menjadi puncak adegan yang tersaji dalam film yang berudul The Book of Esther.

13878550541614960546
13878550541614960546
Gbr. 2 Ratu Esther (sumber: Ganool.com)

Film ini diproduksi oleh Pure Flix Production (PFP), salah satu perusahaan produksi film yang bermarkas di Arizona, US. PFP sering memproduksi film-film yang berbau tentang kekristenan. Dan salah satu film kristen yang diproduksinya adalah The Book of Esther, yang diadopsi dari kitab Ester dan dirilis tanggal 11 Juni 2013. Tidak banyak adegan dan plot yang lari dari kitab Ester. Hanya barangkali yang membuat film sederhana ini menjadi lebih interested adalah karakter Esther yang kuat. Selain sosoknya yang representatif menggambarkan keindahan Esther seperti deskripsi dalam Bible, di film ini Esther (diperankan oleh Jen Lilley) telah berhasil menunjukkan kehebatan lakonnya. Jika melihat tata artistiknya, film ini hampir mirip dengan teater di atas panggung. Setting film ini memang sangat terbatas, yaitu di dalam sebuah istana. Tidak ada adegan perang seperti film-film aksi kerajaan pada umumnya seperti sabetan pedang, pembunuhan massal dan ledakan-ledakan meriam. Setiap dialog wajah aktor selalu di close up, sehingga tampak jelas mimik dan ekspresi aktor ketika melakukan dialog. Untuk inti jalan ceritanya sendiri, tidak ada perubahan sudut pandang yang dilakukan oleh sutradara (David A.R. White, seorang aktor kawakan yang pernah membintangi film Mercy Streets) dengan yang ada di bible. Namun paling tidak film yang berdurasi sekitar satu setengah jam ini kembali mengingatkan kita kalau dibalik seorang raja pasti ada ratu, di balik keperkasaan pria, ada kelembutan seorang wanita.

13878551241080932255
13878551241080932255
Gbr. 3 Esther yang sederhana (sumber: ganool.com)

Dalam adegan puncak, kepiawaian Esther untuk mempengaruhi Raja Xerxes, suaminya (diperankan oleh Joel Smallbone) untuk membatalkan pembunuhan massal bangsa Yahudi di Persia. Haman (diperankan oleh Thaao Penghlis) telah berhasil mempengaruhi Xerxes kalau Mordecai dan bangsa Yahudi lainnya telah berkhianat pada Raja Xerxes karena mereka memiliki raja lain, yaitu Sang Pecipta. Atas dasar itu, Haman melakukan propaganda yang mengarahkan tuduhan dan fitnah atas dosa pengkhianatan itu dan Haman meminta Xerxes membunuh semua bangsa Yahudi. Tetapi, karena Ester adalah wanita yang cantik dan terberkati, emosi Xerxes pun tak bisa menolak ratu indahnya itu untuk tidak membantai Yahudi. Akhirnya, yahudi selamat dan Haman dihukum mati karena telah memfitnah Mordecai. Meski secara plot tidak terlalu istimewa, namun karakter Ester bisa menjadi inspirasi ibu-ibu khususnya isteri-isteri pejabat dewasa ini. Kalau membisikkan sesuatu kepada suami yang notabene seorang pejabat dan pemimpin daerah, ya harus benar dan bijaklah. Jangan menjadi wanita busuk yang berdiri bak iblis di belakang suami. Esther dapat dijadikan percontohan oleh para wanita yang sudah menjadi isteri orang hebat atau yang bermimpi menjadi isteri orang hebat, agar hidup berdasarkan iman, bukan hawa nafsu, kekayaan dan jabatan. Kalau ada pejabat yang usil, ingin korupsi walau seupil, langsung disentil ama si isteri. Dengan demikian, betapa indahnya negara kita, dipimpin oleh pemimpin yang bersih karena tentunya, ada wanita yang bijak di belakangnya.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun