Mohon tunggu...
Hendry Sianturi
Hendry Sianturi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

manusia yang miskin wawasan.\r\n"corgito, ergo sum; Aku berpikir maka aku ada"

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Dialog yang Menarik di Pasar Tua

26 Desember 2012   15:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:00 776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Liburan natal tahun ini sederhana saja. Seperti Dia yang datang penuh dengan kesederhanaan. Barangkali yang membuat sedikit istimewa, karena orang Majus, manusia yang pertama di dunia ini yang mengetahui bahwa seorang 'manusia' yang tidak biasa, telah lahir. Liburan ke kotabumi mencuatkan banyak cerita walaupun aku tidak lama liburan di sana (2 malam). Seperti biasa, setiap tanggal 25 Desember, sekitar jam 10 pagi, kami pasti pergi untuk beribadah ke salah satu tempat ibadah di derah Candimas, Kotabumi. Namun karena aku dan keluarga lebih awal sampai, sehingga bangku-bangku di tempat ibadah masih lengang. Aku sempat penasaran dengan pasar sederhana yang terlihat ketika hendak sampai di tempat ibadah. Pasar ini letaknya persis di depan gang tempat ibadah tersebut. Namun entah mengapa ada cerita yang mesti kugapai disana sehingga kakiku melangkah menujunya. Langsung saja sebelum ibadah aku sempatkan ke pasar tersebut yang tidak jauh dari tempat ibadah. Kebetulan musim penghujan, jalanan di pasar tersebut membecek menegaskan pada telapak kakiku agar bertapak pelan supaya tidak mengotori sepatu hitam yang kusemir sebelum berangkat. Sembari keliling aku menengadah kanan-kiri alih-alih mencari kedai kopi yang bisa disinggahi. Dan angin sepoi-sepoi menyadarkanku bahwa aku datang ke suatu pasar yang sebelum ketemu seorang ibu penjual kopi, aku takkan pernah tahu namanya.

1356536989784089735
1356536989784089735
Seorang ibu paruh bayah yang selalu siap jika ada pesanan kopi dan mie goreng ataupun rebus, duduk menunggu pembeli datang. "kopi hitam,bu"; kataku menatapnya. Seperti memang sudah terbiasa bertahun-tahun menghidangkan kopi, tidak butuh waktu banyak kopi pun terhidang dengan asap putih dan butir-butir kopi yang nempel di bibir gelas bahkan sebelum kurebahkan bokong di salah satu kursi. Kuseduh walau asapnya belum menghilang. Setelah seteguk kopi, dimulailah dialog kami tentang pasar Simpang, pasar yang menarikku pada dialog beberapa menit. Pasar simpang adalah pasar tua yang ada di provinsi Lampung. Kalau bisa dibilang, pasar Simpang adalah pasar paling tua yang pernah ada di Provinsi ini. Setidaknya itu yang kuketahui dari seorang wanita tua yang bernama ibu Susi. Dia sudah berdagang di pasar tersebut sudah 17 tahun. Setidaknya itu yang kuperoleh dari dialog kami selain coleteh tentang pengalaman, khsusnya tentang keluarganya. Yang lebih sedikit membuatku kaget adalah ketika di mengaku bahwa Kherlani, mantan wakil walikota Bandarlampung yang sekarang menjabat Kepala Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Lampung adalah adik ketujuhnya. Itu artinya seorang wanita Tua yang berdagang di pasar tertua di provinsi ini punya saudara tokoh elite.
1356537058894021886
1356537058894021886
13565371191641441951
13565371191641441951
Pasar Simpang yang setiap harinya mulai riuh pukul 4 pagi, telah membawaku pada dialog singkat tentang pengalaman seorang wanita paruh bayah. Pasar yang sudah berdiri sekitar 30 tahun lalu ini, ternyata menyimpan ceritanya sendiri. Namun, ada yang cukup memprihatinkan, yaitu kondisi pasar Simpang yang sepertinya tidak mencerminkan bahwa pasar ini sudah cukup tua menjadi tempat pertemuan konsumen dan pedagang. Kalau dilihat dan dicermati, pasar ini tidaklah menampakkan ketuaannya. Sepertinya kepedulian terhadap pasar ini masih rendah. Padahal, sudah berapa banyak orang besar lahir dari makanan yang dibeli dari pasar ini yang sekarang menjadi putera Kotabumi. Hanya saja kepedulian tentang pasar menjadi hal yang masih dianggap tidak terlalu penting bagi orang-orang yang bertanggungjawab atas itu. Dialog dengan ibu Susi menyiratkan bahwa berdagang di pasar Simpang telah memberinya kebanggaan tersendiri karena dia telah berhasilkan menyekolahkan anak-anaknya dan bisa mempertahankan hidup. Natal kali ini, adalah kesederhanaan seperti pasar tua yang selalu sederhana, Ia bukan kerlap-kerlip, bukan hegemoni atau bingar-bingar pesta. Dan kesederhanaan itu, adalah kasih. Manifestasi kasih memerlukan perbedaan, sehingga kita dapat saling berbagi dan mengisi perbedaan tersebut berdasarkan kasih. Kenapa kita diajarkan kasih, itu karena dia menciptakan perbedaan. Dan Itu kenapa kasih masih ada sampai sekarang. Aku tidak tahu ulang tahun siapa yang dirayakan orang Kristiani setiap tanggal 25 Desember. Hanya saja yang kutahu, bahwa Dia memang ada dan pernah lahir dengan kesederhanaan. Kado Natal untuk kita semua dari; Hendry Roris Sianturi Salam Kasih! UOUS

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun