my doc.
Peci hitam yang dikenakan laki-laki kelahiran Mandailing, Sumatera saat itu, beda dari 6 pembicara panel lainnya (Ahmad Mubarok, Drajad H.Wibowo, Fadli Zon, Firman Jaya Daeli, Indra Piliang, dan Patrice Rio Capella) dalam acara diskusi bertajuk "Siapa Kuda Hitam 2014?" (3/09/2014). Pemaparan pandangan Ray Rangkuti tentang kuda hitam dalam pesta politik 2014, pembuka diskusi. Menurutnya syarat menjadi kuda hitam memiliki kampanye konkrit, dan tidak klise. Kuda hitam harus memaparkan program-program perbaikan dan peningkatan di semua lini selama 5 tahun secara jelas. Pria yang bernama asli Ahmad Fauzi ini mengusulkan agar kuda hitam menawarkan program 5 tahun.
Munculnya kuda hitam dalam kompetisi tahun politik ini lumrah karena presiden sekarang tidak bisa mencalonkan diri tiga periode. Seperti yang telah diputuskan dalam tap MPR No. XIII/MPR/1998 pasal 1 Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden R.I., menyatakan "Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia memegang jabatan selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang hanya untuk satu kali masa jabatan."
Berdasarkan situasi tersebut, maka banyak kepentingan -mulai yang 'coba-coba' sampai yang dari dulu tak pernah kesampaian - mencoba merebut kekuasaan. Berbeda dengan kompetisi politik (kompol) tahun 2009, banyak politisi dan partai kesulitan merebut tambuk kekuasaan karena penguasa sebelumnya kembali maju. Timbul harapan imajinasi politik, "kalau tidak sekarang, mau kapan lagi." Seperti kuda dengan kacamatanya, semua cara dilakukan agar kesempatan 'berlian' seperti ini bisa direngkuh. Yang jadi pernyataan sekaligus pertanyaan, "masih adakah aktor politik yang benar politiknya?"
Rosiana Silalahi, jurnalis kawakan bahkan punya skeptisme tentang tahun politik ini karena banyak pemimpin penipu. Dia berharap agar ada pemimpin baru yang membawa harapan yang baru dan konkrit. Istilah "bukan yang lu lagi, lu lagi" yang dikeluarkannya di Coffe Bean (19/03), adalah harapnya.
Masyarakat tidak bisa melepas diri dari politik agar tidak mudah tertipu. Masyarakat harus mencerdaskas diri agar dapat menentukan mana pemimpin penipu atau bukan. Dampaknya akan melahirkan pemimpin-pemimpin tak terduga. Orang terpilih inilah yang disebut dengan kuda hitam. Namun pertanyaannya, "Siapakah Kuda Hitam itu?"
Partai tidak bisa menentukan keberhasilan kuda hitam karena harus diakui bahwa politik kita sekarang adalah politik figur. Sebaliknya, eksistensi partai meningkat karena figurnya. Dari tahun 2004 sampai sekarang politik figur semakin kuat. Seperti contoh, partai Demokrat terkenal bukan karena 'kebaikannya' kepada masyarakat, tapi karena figur SBY. Begitupun sekarang, banyak partai eksis karena ada figur-figur di dalamnya.
Seperti yang dikatakan Ray Rangkuti bahwa kuda hitam harus memiliki syarat memiliki kampanye program yang konkrit, dan tidak klise. Lalu, apakah semudah itu? []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H