JK Rowling berpolitik, mendukung integrasi Inggris dan Skotlandia. Sejumlah Rp. 19 miliar dihibakan untuk kampanye pro-integrasi. Ada syarat untuk segepok uang?
Bagi peminat novel atau pengagum Harry Potter, tentu mengenal sosok Joanne Kathleen Rowling, atau lebih populis dengan nama J.K. Rowling. Rowling telah menyihir masyarakat lewat tulisan fantasinya. Ditambah lagi, novelnya sering diadaptasi menjadi film sekuel dan didistribusikan hampir ke saentro bumi. Wajar, novelis milyader ini berhasil mengukuhkan namanya sebagai salah satu wanita terkaya se-Britania Raya.
Sekedip mata, tepatnya 18 September 2014, Skotlandia akan mengadakan referendum. Hasil Pemungutan Suara Terbuka (PST), menentukan nasib Skotlandia dan Inggris, akan tetap satu sebagai Negara Britania Raya atau berpisah. Jika berpisah, Skotlandia merdeka dan dapat berdikari. Politik tingkat tinggi pun terjadi.
J.K. Rowling, sebagai masyarakat Britania yang tinggal di Skotlandia, justru tidak mendukung kemerdekaan Skotlandia dari Inggris. Dia malah mendukung, agar Inggris dan Skotlandia tetap satu. Rowling aktif berkampanye, mendukung integrasi Inggris dan Skotlandia. Tak tanggung-tanggung, selain menymbang dana Rp. 19 miliar, Rownling juga sering berkicau lewat akun twitter di tengah kesibukannya.
Pilihan Rowling rasional. Wanita berusia 49 tahun ini nyatanya lahir di Inggris, meskipun dia tinggal di Edinburgh saat ini. Selain itu, Rowling juga bersuami orang Skotlandia, Neil Murray. Wanita yang sempat menjadah enam tahun ini, tentunya tidak ingin negara kelahirannya Inggris, harus berpisah dengan Skotlandia.
Di samping itu, Rowling akan menuai gangguan, mengembangkan penjualan novel-novel lanjutan Harry Potter. Masyarakat Inggris sudah kesem-sem dengan novel fiksi ini. Bahkan, Inggris telah memliki wahana tur khsusus sebagai replika film Harry Potter yang terletak di Watford, London. Oleh karena itu, banyak masyarakat menilai, Rowling telah berpolitik demi melanggengkan tujuannya.
Terlepas keterkaitan Rowling sebagai novelis atau sastrawan, wanita keturunan Anglo-Saxon (salah satu suku Inggris yang terkenal), tentunya telah menggunakan hak berpolitik dan menentukan pilihan dalam referendum Britania Raya.
Saat ini, berdasarkan hasil survei setempat, Rowling bersama masyarakat yang menginginkan integrasi Britania Raya memiliki persentase 49%, kalah dengan masyarakat Skotlandia lainnya, 51% mendukung kemerdekaan Skotlandia.
Novelis berpolitik, tentu lumrah. Justru, yang jadi masalah, jika masyarakat khususnya sastrawan, alergi pada politik apalagi pelit menggunakan hak politiknya. Parahnya, ada saja yang berstigma bahwa politik itu adalah kotor. Di tengah dinamisasi politik Indonesia yang semakin tinggi, justru sangat dibutuhkan pisau analisis sastrawan. Karya-karyanya akan jadi pencerahan, seperti semburat sinar di ujung goa. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H