Mohon tunggu...
hendro prayogo
hendro prayogo Mohon Tunggu... -

Petani bunga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Teachers' Sacrifice

27 November 2016   18:01 Diperbarui: 27 November 2016   18:19 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku berjalan melewati gurun. Sesekali singgah di oase yang tertutup pohon kurma yang rimbun. Untuk sekedar berteduh dan melepas dahaga. Sempat terpikir olehku, mengapa setiap sepuluh kilometer ada sebuah oase. Dan pertanyaan itu terjawab saat aku singgah di oase kelima. Ada seorang kakek tua renta yang kebetulan sedang duduk bersila sembari melahap buah kurma.

Sebelumnya aku mengira bahwa dia juga sedang menempuh perjalanan, sama sepertiku. Tetapi, dia hanya berjalan dari satu oase ke oase yang lain, berulang - ulang setiap harinya. Dengan berbekal peralatan seadanya, dia merawat semua oase di gurun ini. Untuk menjaga airnya tetap sejuk dan tak habis menguap oleh panasnya gurun, dia tanam bibit - bibit pohon kurma di sekeliling oase. Konon, yang membuat oase ini adalah seseorang yang juga sedang menempuh perjalanan. Awalnya dia gali satu tempat untuk membuat sumur, kemudian air di dalam sumur itu semakin banyak, dan lama - kelamaan berubah menjadi sebuah oase. Akhirnya, orang tersebut tidak pernah menyelesaikan perjalanannya dan memutuskan untuk menghabiskan sisa umurnya untuk menggali oase - oase setiap sepuluh kilometer sebagai tempat singgah para pengembara.

Setelah orang tersebut meninggal, oase - oase di gurun ini menjadi terbengkalai, bahkan ada yang airnya hampir habis karena menguap. Tapi, kakek ini kemudian terketuk hatinya untuk mengikuti jejak sang penggali oase, yakni mengabdikan hidupnya untuk menyediakan kebutuhan orang lain, walaupun sebagai konsekwensinya, dia tak pernah sekalipun menyelesaikan perjalanan. Entah sudah berapa pengembara yang pernah singgah di oase ini.

Singkat cerita, setelah mengisi botol dengan air sampai penuh dan memetik beberapa buah kurma sebagai bekal, aku meneruskan perjalanan, menuju sabana. Tak lupa kuucapkan selamat tinggal kepada kakek penjaga oase. Sempat juga aku berujar, kalau aku sudah sampai di sabana nanti, sesekali akan mengunjunginya untuk sekedar berbagi cerita mengenai hijaunya sabana. Kakek hanya menanggapinya dengan senyuman. Tapi, apakah aku akan sudi untuk kembali merasakan panasnya gurun setelah merasa nyaman dengan hijaunya sabana, mengingat tak satupun pengembara yang pernah kembali. Mungkin semua pengembara yang pernah singgah berujar seperti itu, dan agaknya itu hanyalah pemanis bibir belaka. Entahlah.

Batu, 22 November 2016

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun