Mohon tunggu...
Hendri Teja
Hendri Teja Mohon Tunggu... Novelis - pengarang

Pengarang, pengemar narasi sejarah. Telah menerbitkan sejumlah buku diantaranya: Suara Rakyat, Suara Tuhan (2020), Tan: Gerilya Bawah Tanah (2017), Tan: Sebuah Novel (2016) dan lain-lain. Untuk narasi sejarah bisa salin tempel tautan ini: Youtube: https://www.youtube.com/@hendriteja45

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengenang Tan Malaka

9 Februari 2016   19:38 Diperbarui: 21 Februari 2019   21:50 7905
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: boombastis.com

[/

Bulan Februari selalu menjadi bulan yang istimewa bagi para pengagum Tan Malaka. Pasalnya, pada 21 Februari 1949, tokoh revolusioner asal Minangkabau ini, yang 30 tahun dari 51 tahun hayatnya didedikasikan untuk kemerdekaan 100 % Indonesia, harus meregang nyawa di tangan bangsa sendiri. 

Letda Sukotjo, demikian ungkap Harry Poeze sejarahwan Belanda peneliti Tan Malaka, adalah si eksekutor tokoh bangsa yang pertama kali merumuskan konsep negara Indonesia berbentuk republik ini.

Akibat aktivitasnya dalam menggorganisir gerakan buruh, membangun sekolah rakyat anti kolonialisme dan memimpin Partai Komunis Indonesia, Tan Malaka dijatuhi hukuman pembuangan di negeri Belanda.

Ironisnya, di Nederland, Tan Malaka malah dielu-elukan. Dia dicalonkan sebagai anggota Tweede Kamer, semacam DPRnya Belanda, pada nomor urut 3 oleh Partai Komunis Belanda. 

Konon Tan Malaka berhasil meraup suara terbanyak dibanding kandidat2 yang lain, tetapi tidak terpilih karena perolehan suara hanya cukup untuk 2 kursi. 

Jika saat itu Belanda menerapkan sistem suara terbanyak seperti Pileg Indonesia, maka tak pelak Tan Malaka akan menjadi anggota Tweede Kamer pertama asal Hindia Belanda.

Di Filipina Tan Malaka pernah ditangkap intel Amerika Serikat. Dia dituding menjadi tukang ganggu stabilitas karena menginisiasi pendirian Partai Komunis di negeri pinoy ini. Agen-agen PID, semacam polisi intelejen Belanda, meminta agar Tan Malaka diserahkan kepada mereka, untuk selanjutnya akan diasingkan ke Kupang Nusa Tenggara Timur. 

Djamaludin Tamim berkisah, Gubernur Hindia Belanda sampai memfasilitasi agen-agen PID itu dengan Kapal Tjisalak khusus untuk menjemput Tan Malaka di Manila Filipina.

Tetapi Gubernur Filipina menolak permintaan Gubernur Hindia Belanda itu. Apa pasal? Sebab penangkapan Tan Malaka diikuti dengan demonstrasi besar-besaran dari kampus-kampus, beragam serikat buruh, dan penolakan tokoh-tokoh pejuang Filipina. Jalan tengahnya, Tan Malaka dibuang ke Amoy Tiongkok. 

Sebelum kapal Suzzana bertolak, Kapal Tjisalak kesusu berlayar cepat-cepat ke Amoy. Konsulat Jenderal Belanda di Amoy turun tangan, mereka melobby perwakilan negara-negara barat di Amoy untuk tidak ikut campur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun