[caption caption="Mokhtaruddin Lasso sumber. utusan.com"][/caption]Sebelum terjangkit flu akhir pekan, seorang sahabat, Napirossy, warga Malaysia bertanya perihal referensi Mokhtaruddin Lasso aka Mukhtar Sutan Indra Lasso, putera Minangkabau kelahiran Kota Padang tahun 1915. Ia mengaku kesulitan mencari jejak langkah dan literature tokoh kemerdekaan Malaysia ini di negerinya.
Mokhtaruddin Lasso sendiri kesohor di Malaysia sebagai pendiri Partai Kebangsaan Melayu Malaya (PKMM). Dalam kongres PKMM pertama di Ipoh, 30 November-1 Desember 1945, terdapat 8 pasal maklumat partai yang 2 pasal diantaranya sangat menarik. Inti kedua pasal itu adalah :
1. PKMM bersama elemen2 di negerinya untuk mendorong Malaysia Merdeka dan sebagai satu anggota Republik Indonesia raya.
2. Menyokong gerakan umat Indonesia dalam menyokong kemerdekaan.
Konsepsi ini sesuai dengan kawasan Indonesia Raya versi Tan Malaka yang meliputi Semenajung Malaya, Kepulauan Filipina, seluruh Hindia Belanda, termasuk Timor Leste dan ujung timur Papua. Hal ini membuktikan bahwa Mokhtaruddin Lasso terpengaruh oleh pikiran Tan Malaka. Dan memang diketahui, ia kerap berjumpa dan menerima nasihat dari Tan Malaka itu di Singapura sebelum Jepang menaklukan negeri singa itu.
Mokhtaruddin Lasso sempat terlibat dalam pemberontakan Silungkang tahun 1927 yang membuatnya harus melarikan diri ke Jawa. Ia lantas ikut menentang Belanda dengan bergabung dalam PNI pimpinan Sukarno. Sekitar tahun 1937-1938, Mokhtaruddin Lasso hijrah ke Singapura, lalu melawan Jepang di Malaysia dan mendirikan PKMM.
Konon pada tahun 1946, Mokhtaruddin Lasso kembali ke Indonesia dan turut bergerilya menentang pendudukan Belanda kembali di Indonesia. Ada pula desas-desus pada tahun 1951 dirinya ditangkap pemerintah Indonesia yang ketika itu masih trauma dengan pemberontakan PKI Madiun 1948 pimpinannya Muso. Setelah itu seperti guru politiknya, Tan Malaka, nasib Mokhtaruddin Lasso tidak jelas. Dirinya seperti hilang ditelan bumi.
Sesampai di rumah, iseng saya mencari “Tan Malaka dan Gerakan Kiri Minangkabau”-nya Prof Zulhasril Nasir diantara rak buku, termasuk ke beberapa kontainer plastik saya. Tetapi seperti Mokhtaruddin Lasso dan Tan Malaka, buku itu juga tidak kedapatan rimbanya. Barangkali beberapa tamu-tamu muda yang singah ke rumah tanpa sengaja menyelipkannya dalam tas sebagai cenderahati main ke rumah saya di Bogor. Entahlah. Waktu saya ceritakan insiden buku ini kepada sahabat Malaysia itu, dan menyadari kalau saya tidak marah, dia hanya tertawa. “Orang Minangkabau ni misteri2 betul hahaha,” jawabnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H