Adanya berbagai potensi energi terbarukan tersebut diyakini mampu mengurangi ketergantungan energi nasional pada hidrokarbon. Selain sifatnya yang tidak terbarukan, energi hidrokarbon juga dipandang sebagai sumber yang tidak ramah lingkungan. Hal ini memberikan tekanan kepada banyak negara untuk lebih sadar akan efek lingkungan yang ditimbulkan. Oleh sebab itu, beberapa dekade belakangan ini energi dari hidrokarbon sudah tidak dianggap sebagai pilihan bijak. Banyak negara kini mulai berinovasi untuk mengembangkan energi yang lebih pro-lingkungan. Kondisi ini dinilai tak berlebihan bila mengingat efek degradasi lingkungan yang ditimbulkan oleh energi dari hidrokarbon yang semakin terasa.
Lebih lanjut, lepasnya rasa ketergantungan pada energi minyak, gas, dan batubara dapat memberikan keuntungan ekonomi tersendiri mengingat kondisi pasar yang sulit untuk diprediksi. Apalagi dengan tidak menentunya kondisi politik di timur tengah yang notabene menyimpan lebih dari separuh  cadangan minyak dunia.
Ekspansi Kilang di Luar Negeri
Diproyeksi pada tahun 2025, produksi minyak mentah dalam negeri hanya sebesar 600.000 barel per hari. Sementara di tahun tersebut kebutuhan dalam negeri dapat mencapai 2 juta barel per hari. Untuk mengatasi neraca energi yang tidak berimbang tersebut, adanya kegiatan ekspansi di luar negeri merupakan sebuah keniscayaan. Ekspansi tersebut bertujuan untuk mencari lahan minyak baru guna menyuplai kekurangan energi dalam negeri, tidak semata-mata mencari profit. Beberapa tahun belakangan, Pertamina pun terlihat lebih rajin dalam melakukan kegiatan ekspansi di negara asing.
Tercatat tiga kilang minyak utama yaitu di Malaysia, Irak, dan Algeria telah memberikan kontribusi positif pada produksi minyak nasional di luar negeri. Dari ketiga negara tersebut, pada tahun 2015 telah menyumbang sekitar 80 ribu barel rata-rata per hari (boepd). Mengingat angkanya masih jauh dari yang dibutuhkan, Â Pertamina pun semakin gencar dalam memburu kilang-kilang potensial guna mencapai target produksi sebesar 2,2 juta boepd di tahun 2025. Selain itu, kegiatan ekspansi juga dapat menjadi ajang sharing knowledge bersama mitra kerja sama di level global. Â
Dana Ketahanan Energi
Baru-baru ini pemerintah mengeluarkan terobosan baru di bidang energi melalui kebijakan dana ketahanan energi. Mekanismenya pun relatif sederhana dimana pada awal tahun 2016 nanti setiap keuntungan premium akan disisihkan sebesar Rp. 200 per liter dan solar Rp. 300 per liter. Beberapa pihak pun mengkritisi kebijakan tersebut karena menganggap masyarakat akan semakin terbebani. Namun, tak sedikit pula pihak yang setuju dengan terobosan ini terutama bagi mereka yang beranggapan bahwa dana tersebut dapat dialihkan pada sub sektor energi yang lebih membutuhkan. Rencananya, dana ini akan dialokasikan untuk memperkuat industri migas, misalnya meningkatkan kegiatan eksplorasi dalam rangka menekan laju deplesi (depletion rate) cadangan minyak nasional.
Selain untuk kegiatan eksplorasi, berdasarkan paparan Menteri ESDM Sudirman Said, dana ketahanan energi juga akan digunakan untuk membangun sarana dan prasarana industri migas. Dan yang paling penting dana ini akan digunakan untuk pengembangan energi baru dan terbarukan. Oleh sebab itu, kebijakan ini patutlah diapresiasi. Dengan adanya dana ini diharapkan pengembangan energi baru dan terbarukan yang dinilai masih jauh panggang dari api dapat lebih maksimal di masa mendatang. Asalkan pengelolaannya tepat sasaran, adanya dana ketahanan energi yang mencapai 16 triliun per tahun diharapkan mampu memperkuat ketahanan energi nasional.
Proyeksi Kinerja Pertamina di Masa Mendatang
Menduduki peringkat ke-123 dalam jajaran 500 perusahaan terelit dan terbesar di dunia versi Majalah Fortune tak lantas membuat Pertamina jumawa. Prestasi tersebut sepertinya langsung dikonversi sebagai pelecut semangat untuk menjadi NOC yang lebih baik lagi. Beberapa tahun belakangan, Pertamina terus tancap gas dalam urusan energi yang dapat dilihat dari berbagai kebijakan serta kerja keras yang semakin nyata membuahkan hasil.
Walaupun termasuk perusahaan besar di Indonesia dan berperan signifikan dalam pertumbuhan ekonomi nasional, berbagai tantangan di masa mendatang diprediksi akan lebih sulit. Kondisi politik dunia yang tidak begitu stabil, kompetisi yang semakin ketat, hingga efek masalah-masalah nasional yang mungkin saja terjadi, membuat Pertamina harus berpikir maju dan terus memutar otak. Â