Mohon tunggu...
Hendri Santoso
Hendri Santoso Mohon Tunggu... -

Hidup itu pendek, menulis itu panjang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mbak & Anaknya yang Tuna Rungu

9 April 2012   14:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:49 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Terdengar suara lemari plastik bermerk Napolly yang terbuka. Suara itu membangunkan saya diwaktu subuh. Kebetulan pada hari itu saya sedang tidur di rumah, biasanya selain hari libur saya berada di kosan. Yang membuka lemari itu adalah Mbak saya. Seperti biasa, setiap pagi mbak harus mengantarkan anaknya sekolah. Harus berangkat sejak lepas subuh agar tidak tertinggal bus Patas AC jurusan Cikarang-Pasar Senen. Begitulah setiap harinya dari Senin sampai hari Jumat. Karena didaerah Cikarang tidak ada sekolah untuk anak yang berkebutuhan khusus. Anaknya seorang tuna rungu sejak lahir, otomatis juga tidak bisa berbicara karena tidak ada perbendaharaan kata yang masuk ketelinganya.

Anaknya bernama Deana Khayla Navisa. Saat ini dia berusia 5 tahun. Beruntung dia memiliki ibu hebat seperti Mbak saya. Awalnya, saat dia berusia 2 tahun terlihat ada tanda yang aneh pada dirinya. Tidak seperti anak kebanyakan, setiap diperdengarkan suara musik, Dea tidak bereaksi. Seperti menari misalnya. Pada akhirnya Ibu dan Bapaknya memeriksakan kondisi Dea kedokter telinga. Dan benar, Dea tidak bisa mendengar. Tidak terlalu jelas apa penyebabnya, yang jelas itu bawaan sejak lahir. Pada saat itu, saya tahu perasaan kedua orang tuanya seperti apa, tapi saya tak bisa menjelaskannya dengan kata-kata. Setelah itu, dibalik keterbatasan ekonomi dan juga memiliki tanggungan 2 kakaknya yang masih sekolah SD, orangtuanya rutin membawa Dea melakukan terapi bicara. Selain terapi, Dea juga harus disekolahkan disekolah anak yang berkebutuhan khusus.

Suatu hari, secercah harapan pun muncul. Dea mendapat bantuan operasi pasang alat bantu dengar digital gratis dari salah satu Yayasan sosial dari luar negeri. Kabarnya operasi itu bernilai 250 juta rupiah dan kesempatan itu hanya datang 15 tahun sekali. Namun Tuhan berkendak lain. Saat telah memasuki ruang operasi, didapati kelainan jantung pada diri Dea dan mustahil untuk melanjutkan operasi tersebut. Setelah hari itu terlewati, Ibunya jatuh sakit dan dirawat selama 1 minggu, Ayahnya yang saya kenal adalah orang yang paling tegar pada saat itu meneteskan air mata dan Dea yang belum mengerti apa-apa tetap tersenyum.

Sampai saat ini, dibalik semua ‘kerewelan’ dan daya tahan tubuh yang rentan karena ada kelainan pada jantungnya, Dea memiliki ibu yang hebat dan seorang ayah yang penyayang. Setiap harinya, dari sejak lepas subuh, mengejar bus, menaiki pintu tinggi lokomotif kereta, demi perkembangan anaknya. Dea saat ini telah mampu memahami beberapa kosa kata, membaca gerak mulut & semakin pandai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun