Mohon tunggu...
Hendri Ma'ruf
Hendri Ma'ruf Mohon Tunggu... lainnya -

Hobi "candid photo," suka traveling, dan senang membaca plus menulis. Pernah bekerja di perusahaan, sekarang berkarya mandiri. Meminati masalah kepemimpinan, manajemen, dan kemasyarakatan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Memangnya Cukup Hanya dengan Kriteria (Capres)?!

7 Mei 2014   21:39 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:45 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa waktu lalu, ketika artikel saya tentang seseorang capres telah beredar, seorang kolega kerja berkomentar “mungkin lebih baik kalau kriterianya ada.” Saya pun mengucapkan terima kasih kepadanya tetapi saya tidak membahas lebih lanjut soal kriteria itu sebagaimana dia komentari.

Beberapa waktu kemudian, saya menulis lagi artikel juga berkenaan dengan capres. Komentar dari salah seorang pembaca berbunyi: “Menemukan pemimpin yang terbaik itu sebenarnya kan harus ada kriterianya. Berarti seharusnya aturannya dibuat terlebih dahulu. Sayangnya yang diserahi membuat aturan itu memiliki konflik kepentingan. Jadinya aturannya dibuat sesuai dengan kepentingannya.”

Betul juga yang dia bilang. Kalau landasannya sama, maka pertentangan mungkin menjadi kecil saja. Berbicara tentang kriteria presiden berarti juga berbicara tentang kriteria pemimpin.

Macam-macam Kriteria

Ada banyak pendapat tentang kriteria pemimpin. Salah satunya adalah dari James Kouzes dan Barry Posner.

Berdasarkan survei mereka di negara-negara yang tersebar di lima benua, pemimpin yang “honest” alias jujur alias berintegritas, “forward-looking”, “inspiring”, dan “competent” adalah pemimpin yang dikagumi. Dengan perkataan lain, keempat karakteristik itu adalah kriteria terpenting yang ada pada seorang pemimpin. Dari hasil survei mereka di tahun 1987, 1995, 2002, dan 2007, karakteristik honest selalu menempati urutan teratas. Forward-looking di urutan kedua dalam tiga kali survei. Sedangkan inpsiring dan competent bergantian di posisi ketiga dan keempat dalam empat kali survei itu.

Delapan karakteristik selanjutnya dari hasil penelitian Kouzes dan Posner itu (dalam urutan nilai pentingnya) dari hasil survei tahun 2007 adalah: intelligent, fair-minded, straighforward, broad-minded, supportive, dependable, cooperative, courageous.

Mungkin ada pembaca yang merasa ingin melihat kriteria dari sumber yang berbeda. Dari dalam negri, kriteria yang disusun oleh Laboratorium Psikologi Politik UI layak disitir. Kriteria mereka adalah: usia di bawah 55 tahun, berintegritas baik (atau tidak pernah terlibat kasus hukum, khususnya korupsi, kolusi, nepotisme), menginspirasi orang banyak, memiliki prestasi, dan rekam jejak mengesankan.

Tampaknya ada kesamaan antara kriteria Lab Psikologi Politik UI dan kriteria yang disuguhkan James Kouzes dan Barry Posner, yaitu pada integritas dan inspirasi. Walaupun Lab UI itu menyebutkan prestasi dan rekam jejak mengesankan—yang tak disebutkan secara eksplisit oleh Kouzes dan Posner, sebenarnya bisa terwakili oleh competent.

Contoh ketiga yang layak dikemukakan di sini adalah kriteria yang dikemukakan oleh Lembaga survei Pol-Tracking Institute. Lembaga ini melaporkan hasil survei pakar dalam sebuah acara jumpa pers di akhir bulan Maret 2014. Jumpa pers itu diberi judul “Mengukur Kualitas Personal Para Kndida Capres-Cawapres 2014,” yang isi pokoknya menyebutkan karakter yang dinilai paling penting:

·Karakter Capres bersih dan jujur—mempunyai urgensi paling tinggi 59,7 persen.

·Karakter peduli dan dekat dengan rakyat—57,7 persen,

·Karakter tegas dan berani—54,4 persen

·Karakter berpengalaman—49,8 persen dan

·Karakter visioner juga cukup tinggi—49,3 persen

Kembali terlihat bahwa karakteristik bersih/jujur menempati urutan penting yang utama. Hal itu sama dengan yang dilaporkan Lab Psikologi Politik UI maupun yang disampaikan James Kouzes dan Barry Posner. Yang berbeda adalah soal peduli dan dekat dengan rakyat, dan karakter tegas & berani.

Sampai di sini, kriteria dari tiga pihak telah dikemukakan. Dan rasanya, info-info di atas sudah memadai untuk keperluan diskusi soal kriteria pemimpin/presiden Indonesia.

Konteks

Tetapi, apakah pembicaraan soal kriteria saja mencukupi?! Dalam hemat saya, itu tidak cukup. Kita harus melihat konteks bangsa ini hari ini. Selain akan mempertegas pilihan kriteria, pemahaman tentang konteks juga akan mempertegas perbedaan nilai antara satu capres dari capres lainnya.

Kita bisa melihat konteks bangsa ini dari kalimat-kalimat kriteria yang dimajukan oleh Forum Rektor Indonesia dan oleh Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima). Kriteria yang mereka sodorkan, sebenarnya sekaligus memasukkan unsur konteksnya.

Forum Rektor Indonesia menyebutkan ada enam kriteria untuk calon presiden/pemimpin Indonesia tahun 2014, yaitu: “Kriteria pertama adalah harus mempunyai jejak kepemimpinan di berbagai organisasi, perusahaan maupun lembaga. Dalam rekam jejak kepemimpinannya tidak pernah melakukan atau diopinikan memiliki kasus, baik kasus KKN maupun cacat moral lainnya.

Kriteria kedua, seorang calon pemimpin harus memiliki keberanian dan ketegasan dalam menegakkan keadilan meski harus berhadapan dengan banyak pihak. [Kata bergaris bawah ini sebenarnya mencerminkan konteks.]

Ketiga, pemimpin juga harus bisa berinovasi dan mempunyai visi. Sehingga bisa menciptakan sesuatu yang biasa menjadi luar biasa.

Keempat, pemimpin harus bisa memprediksi datangnya gelombang dan mengetahui bagaimana menghadapinya, serta memiliki rumusan yang jelas akan dibawa ke mana bangsa ini.

Kriteria kelima, pemimpin harus bisa bersikap profesional dan berdiri di atas semua golongan serta tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun.

Kriteria keenam, pemimpin mendatang harus mampu membawa bangsa ini sejajar dengan bangsa-bangsa maju di Asia dan tetap memiliki komitmen yang tinggi memperjuangkan masyarakat lapis bawah yang kurang beruntung.”

Sedangkan Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima), mengungkapkan lima kriteria, yaitu: “Kriteria pertama sosok pemimpin ideal Indonesia adalah sosok yang bebas dari korupsi dan berani melawan mafia migas dan pangan. Kedua, adalah sosok yang memiliki kerja keras, dialogis dan cekatan dalam mengambil langkah dan sikap dalam isu-isu nasional.

Ketiga, menghormati HAM dan pluralis. Keempat, adalah sosok yang mampu membangun kemandirian bangsa dan berpihak pada kepentingan-kepentingan nasional. Kelima, adalah pemimpin yang memiliki manajerial yang baik dengan didukung dengan orang-orang yang handal.

Kata-kata dengan garis bawah itu adalah gambaran situasi dan kondisi Indonesia hari ini, atau lebih tepatnya konteks bangsa hari ini. Kalau dihimpun dan disinthesakan, maka akan terlihat konteks bangsa Indonesia, yaitu:

·Banyak pihak yang harus “diluruskan” karena menjadi penghalang keadilan dan karena mengintervensi kebijakan Presiden dan Pemerintah (mafia pangan dan mafia migas hanyalah sebagian saja dari pihak yang dimaksudkan)

·Meski usia kemerdekaan RI sudah 69 tahun, ternyata masih banyak masyarakat lapis bawah yang kurang beruntung (Gini ratio membuktikan hal ini)

·Bangsa Indonesia semakin tertinggal dari negara-negara Asia Tenggara—jika membandingkan antara kemajuan bangsa dan usia kemerdekaan masing-masing negara.

Kesimpulan

Sebagai penutup, disampaikan di sini bahwa kita tidak perlu membuat kriteria baru untuk presiden/pemimpin Indonesia. Kriteria yang pernah ditampilkan di masyarakat, misalnya kriteria oleh Lembaga survei Pol-Tracking Institute, dapat dipilih untuk disepakati. Dan untuk mempertegas penilaian bahwa seseorang capres adalah pilihan lebih baik dari capres lain, maka kita masukkan unsur konteks. Konteks yang dimaksudkan adalah konteks dalam tiga poin di atas.

Misalnya kriteria hasil survei Pol-Tracking Institute itu yang diambil, maka penajaman kriteria dan konteksnya dapat berupa sebuah kalimat pertanyaan, seperti berikut ini: “Siapa di antara capres yang memenuhi syarat/kriteria Pol-Tracking itu yang paling cocok dipilih mengingat situasi dan kondisi bangsa hari ini?”

Maka diskusi pun bisa dimulai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun