Mohon tunggu...
Hendrikus Adam
Hendrikus Adam Mohon Tunggu... -

Warga negeri (Merah Putih) dari pelosok Borneo Barat. Peminat isu Demokrasi, Sosial Budaya, Lingkungan Hidup, HAM dan Peace Building.

Selanjutnya

Tutup

Politik

(Surat) Petisi untuk Presiden Joko Widodo

12 Desember 2014   17:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:27 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1418356577517992898

PEMERINTAH BERHENTILAH, JANGAN PAKSAKAN PLTN DI KALIMANTAN BARAT

Kepada yang kami hormati,

1.Presiden Joko Widodo selaku kepala Pemerintahan RI

2.Pimpinan dan anggota MPR/DPR/DPD RI

3.Pimpinan Kementrian terkait pada Kabinet Kerja

4.Gubernur beserta instansi terkait dan pemerintah kabupaten/kota di Kalimantan Barat

5.DPRD Propinsi dan Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat

Beberapa waktu lalu, diskusi kelompok terfokus dengan tema “Penerapan dan Pengembangan Nuklir sebagai Pembangkit Listrik guna Meningkatkan Investasi di Kalimantan Barat” telah digelar. Sebuah kegiatan yang dimaksudkan untuk mensosialisasikan manfaat nuklir dan rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Kalimantan Barat. Pada sebuah paparan yang disampaikan oleh pihak yang mewakili Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), bahwa persoalan energi listrik yang dianggap sebagai persoalan krusial seolah sudah pasti akan terjawab bila PLTN ditempatkan sebagai solusi yang mendesak untuk segera diimplementasikan.

Ibaratkan satu-satunya makanan, potensi energi listrik dalam hal ini diposisikan seakan hanya berasal dari nuklir dan tanpa pernah menyinggung mengenai adanya potensi sumber energi (baru dan terbarukan) lain di alam. Pada sisi lain, pihak BATAN “diam-diam” ternyata juga telah melakukan kajian lapangan mengenai lokasi yang dianggap potensial untuk mendirikan tapak PLTN di Kalimantan Barat, namun sayang pada pertemuan dimaksud beliau tidak menyebutkan lokasinya entah dimana. Pihak BATAN merahasiakannya. Sebagai sebuah kebijakan yang akan ditujukan pada masyarakat luas namun seakan tidak boleh diketahui (disembunyikan), maka niat baik dari apa yang didengungkan terkait dengan hal tersebut disayangkan dan patut dipertanyakan. Ada apa dibalik rahasia tersebut?

Tentu setiap dari kita sepaham bahwa energi listrik merupakan kebutuhan bersama yang penting ada dan menjadi perhatian serius baik pemerintah maupun masyarakat luas. Laksana makanan, maka energi perlu terus ada untuk perkembangan kelangsungan kehidupan. Namun demikian, mengenai makanan jenis apa yang seharusnya dimakan, apa saja potensi dampaknya serta mana makanan yang seharusnya hanya boleh dimakan bila dalam kondisi terpaksa, maka disini pentingnya esensi dari eduksi yang baik dan menyeluruh seharusnya diberikan kepada khalayak. Bukan malah menyuguhkan informasi seperti beberapa waktu lalu dimana seakan PLTN sebagai satu-satunya menu makanan yang harus ‘disantap’ sebagai solusi energi listrik masa depan. Terlebih, orientasi yang diharapkan melalui FGD PLTN dimaksud bukan sungguh-sungguh untuk kepentingan rakyat, tetapi guna meningkatkan laju investasi di Kalimantan Barat.

Dalam hal keperluan energi listrik, menjadikan nuklir sebagai pilihan energi satu-satunya untuk memenuhi kebutuhan energi masa depan tentulah suatu hal yang prioritas dan mendesak. Seperti halnya ‘makanan’, PLTN tidak pada tempatnya diletakkan sebagai hanya satu-satunya pilihan santapan yang harus dinikmati. Tentu ada banyak pilihan makanan yang prioritas, lebih baik, aman, sehat dan berkelanjutan dari alam yang perlu dikelola dan dimanfaatkan. Pada sisi lain tentu boleh dicek dan sebagai refleksi, sudahkan negara kita mengoptimalkan potensi dari energi baru terbarukan yang ada di alam negeri ini untuk menghasilkan eneri listrik? Tentulah sejauh ini belum optimal. Kebijakan energi nasional pemerintah Indonesia saja sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2006 hanya menargetkan pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia hingga tahun 2015 berjumlah 15 persen saja.

Dalam hal kebutuhan energi dimaksud, maka potensi energi terbarukan yang bersumber dari alam seperti panas bumi (geothermal), biomasa, air (mikrohydro), tenaga surya, angin, gelombang dan lainnya, selama ini belum menjadi fokus serius untuk dikembangkan pemerintah, termasuk di Kalimantan Barat. Padahal, penggunaan energi ini akan lebih baik, ramah dan memiliki potensi resiko yang tentu kecil bila dibandingkan penggunaan nuklir sebagai sumber energi listrik (PLTN), terlebih bila kemudian terjadi kecelakaan reaktor vatal.

Tentu bila hal tersebut terjadi akan sangat beresiko. Membicarakan potensi energi alternatif, maka tentu penting bila melihat pembelajaran dari sejumlah peristiwa bencana akibat kecelakaan reaktor nuklir diberbagai tempat dimana nuklir dijadikan pilihan oleh sejumlah negara. Telah banyak peristiwa mengerikan yang berakibat vatal bagi hidup dan kehidupan, termasuk hilangnya nyawa manusia tak berdosa sebagai dampak dari rusaknya reaktor nuklir. Disamping itu, potensi ancaman radiasi dari bila terjadi kecelakaan reaktor semakin hebat.

Seperti Bencana Chernobyl 28 tahun silam (26 April 1986) misalnya, merupakan musibah terdahsyat yang berhasil memporak-porandakan kehidupan warga di Ukraina seiring dengan meledaknya reaktor PLTN yang mengakibatkan sedikitnya sekitar tujuh (7) juta orang harus menderita setiap hari menjalani dampak dari bencana. Kejadian bencana nuklir lainnya di Mayak, Rusia pada 29 September 1957 yang mengakibatkan 272 ribu orang terkena radiasi tingkat tinggi,  banyak orang menderita penyakit kronis, hipertensi, masalah jantung, arthritis dan asma. Setiap detik orang dewasa menderita kemandulan, 1 dari 3 bayi yang baru lahir menderita cacat, dan 1 dari 10 anak lahir secara prematur serta jumlah orang yang menderita kanker meningkat pesat.

Kemudian bencana PLTN di Seversk (dulu Tomsk-7), Siberia pada 6 April 1993 yang menunjukkan dampak gejala serupa berupa kelainan darah dan kerusakan genetik. Hal yang sama juga terjadi di Semipalatinsk, Astana pada tahun 1949 hingga tahun 1962. Akibatnya, hampir setengah dari populasi menderita disfungsi sistem syaraf motorik.

Di Jepang, juga pernah terjadi ketika kota Herosima dan Nagasaki diserang tentara sekutu Amerika dengan Bom Atom (energi nuklir). Serta bencana nuklir di Three Mile Island, Amerika pada 1979 yang juga memakan banyak korban. Tentu kejadian yang disebutkan hanya bagian kecil dari kisah bencana sosial dan ekologis yang ada akibat dari kecelakaan nuklir.

Selanjutnya, tiga tahun lalu, bencana vatal penggunaan energi nuklir fenomenal terjadi tepatnya pada 11 Maret 2011 di Jepang. PLTN Fukushima Daiici meledak dihantam gempa dan tsunami dahsyat yang menyebabkan kerugian puluhan ribu korban jiwa dan material lainnya yang tak terhingga. Hingga saat ini bahkan, belum ada kepastian dan jaminan pulihnya situasi dari bencana tersebut termasuk kondisi kesehatan warga akibat bahaya radiasi nuklir yang berbahaya. Bencana nuklir di PLTN Fukusihima Daiici tersebut berlangsung tragis dan patut menjadi pelajaran berharga. Disaat begitu banyak pihak yang memuji teknologi maju dan canggih dengan memiliki standar keselamatan, kedisiplinan serta kesiap-siagaan bencana, Jepang faktanya tidak berdaya.

Bila melihat catatan peristiwa ke belakang, di Jepang (USA Today, 2007) sebelumnya pernah terjadi kebocoran nuklir antara tahun 1997-2007 sebanyak 8 kali. Bencana nuklir yang telah terjadi di Jepang, adalah bagian dari perjalanan waktu dan kisah miris bahwa asumsi yang menyatakan  teknologi modern bisa menjamin keselamatan, keamanan dan kesejahteraan masyarakat tentu tidak dapat dijustifikasi sebagai sebuah kebenaran mutlak lagi.

Tantangan lain dari PLTN tentu penting mempertimbangakan biaya besar, baik dari proses pembangunannya, penonaktifan pasca operasi usaha, keselamatan serta pengamanan penyimpanan limbah yang tentu tidak gampang dilakukan. Sejauh ini tidak ada pihak yang dapat menjamin bahwa pembangunan PLTN sungguh-sungguh akan aman dari berbagai potensi resiko destruktifnya sebagaimana bencana yang terjadi disejumlah negara maju.

Pada sisi lain, terjadinya bencana PLTN Fukushima Daiici di Jepang disadari memantik respon segenap warga dunia. Rasa keprihatinan mendalam mengemuka dari warga berbagai negara ketika pada saat bersamaan bencana tersebut tersiar melalui berbagai saluran media informasi. Dengan demikian, bencana PLTN Fukushima yang diawali dengan gempa bumi dan tsunami tersebut selanjutnya menjadi keprihatinan warga dunia saat itu sekaligus menjadi ruang pembelajaran yang menggugah kesadaran dari bahaya serius bencana PLTN.

Bila ditelusuri pasca ledakan reactor nuklir, kondisi yang terjadi selanjutnya juga mempengaruhi pilihan sikap pemerintah Jepang terhadap penggunaan energi nuklir. Perdana Mentri Jepang Shinzo Abe misalnya di hadapan forum pemimpin dunia PBB menyatakan Jepang kini bergantung pada bahan bakar fosil dimana pihaknya sedang berupaya mencari cara cepat untuk mengenalkan sumber energi terbarukan. Selanjutnya, lebih dari setahun sejak pasca gempa dan tsunami pemerintah Jepang menutup pembangkit nuklir terakhir di Hokaiddo.

Jerman sebagai salah satu negara promotor nuklir melalui kebijakan pemerintah setelah berkaca dari kejadian miris bencana nuklir Jepang telah memutuskan untuk menghentikan sejumlah rencana pembangunan PLTN di negaranya. Sedikitnya 8 reaktor nuklir telah di tutup. Menteri Lingkungan Hidup Jerman (Norbert Rottgen) merencanakan menghapus pembangkit nuklir di negaranya secara bertahap hingga 2022. Kebijakan penutupan reaktor nuklir, juga dilakukan sejumlah negara pasca bencana nuklir Fukushima.

Insiden tersebut menjadi peringatan penting menggugah kesadaran pemerintah negara maju atas penggunaan energi nuklir selama ini yang digunakan. Tentu fenomena tersebut juga tidak salah menjadi perhatian serius dan pembelajaran pemerintah Indonesia untuk tidak memaksakan rencana pengembangan PLTN di negara kita pada umumnya dan di Kalimantan Barat khususnya.

Pemaksaan kehendak hanya akan memperpanjang persoalan yang tengah dihadapi masyarakat yang pada akhirnya juga akan berdampak pada efektifitas jalannya tata pemerintahan. Selama ini memang penggunaan sumber energi yang ada meliputi dua hal yakni bahan energi fosil dan non fosil. Penggunaan bahan bakar fosil seperti minyak bumi, gas bumi maupun batu bara tentu ada batasnya. Disamping dengan sendirinya turut menjadi penyumbang emisi, ketersediaan bahan bakar fosil juga terbatas di alam sehingga dapat habis. Sedangkan energi non fosil, merupakan sumber energi yang berasal dari alam dengan jumlah yang tidak terbatas namun terbarukan.

Energi terbarukan dalam hal ini merupakan energi yang dihasilkan dari sumber daya energi yang secara alamiah tidak akan habis dan dapat berkelanjutan jika dikelola dengan baik. Diantara potensi energi terbarukan yang bersumber dari alam tersebut seperti panas bumi (geothermal), biomasa, tenaga air (mikrohydro), tenaga surya, tenaga angin, gelombang dan lainnya. Selama ini, potensi sumber energi non fosil ini belum menjadi fokus serius untuk dikembangkan pemerintah, termasuk di Kalimantan Barat. Padahal, penggunaan energi ini akan lebih baik, ramah dan potensi resiko yang tentu kecil bila dibandingkan penggunaan nuklir sebagai sumber energi listrik. Potensi dampak kecalakaan dari operasional reaktor nuklir dapat menjadi persoalan serius bila aspek keamanan dan keselamatan tidak terjamin.

Persoalan energi listrik yang mengemuka saat ini tentu menjadi penting mendapat perhatian dimana segenap komponen dapat melakukan melakukan berbagai hal sesuai peran dan kapasitasnya. Demikian pula peringatan dari bencana nuklir, tentu baik menjadi bahan permenungan dan pembelajaran betapa nyawa manusia akan menjadi taruhannya bila terjadi kecelakaan. Tentu persoalan PLTN tidak serta merta soal karena rasa takut semata dengan tingkat resiko yang pasti akan sangat besar dan berbahaya, namun juga sangat terkait soal budaya, etos kerja, disiplin, kesiapan pemerintah maupun penerimaan masyarakat. Pada sisi lain adalah realitas bahwa potensi energi yang cenderung lebih aman seperti energi baru terbarukan sejauh ini belum sungguh-sungguh optimal dikembangkan pemerintah.

Bagaimanapun, potensi destruktif dari resiko penggunaan energi berbahaya PLTN sebagaimana pembelajaran dari sejumlah bencana di berbagai tempat seperti disebutkan tidak perlu terjadi. Dan dengan demikian, agenda pembangunan PLTN di Kalimantan Barat juga tidak perlu dipaksakan.

Sebaliknya, sejumlah potensi energi terbarukan panas bumi (geothermal), biomasa, tenaga air (mikrohydro), tenaga surya, tenaga angin, gelombang dan lainnya sesungguhnya ada di sekitar masyarakat. Pemanfaatan energi ini akan memberikan keuntungan yang luas bagi masyarakat itu sendiri. Sebagaimana yang sudah mulai diterapkan melalui pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) di sejumlah komunitas di Kalbar dengan dukungan potensi alamnya yang memadai.

Komitmen pemerintah baru mendatang sangat diharapkan memprioritaskan optimalisasi pemanfaatan energi terbarukan yang berkelanjutan. Karena itu, usaha untuk menimang yang akhirnya memilih energi alternatif dengan menggali dan mengoptimalkan potensi energi terbarukan sebagai sumber energi listrik pilihan utama merupakan alternatif energi saat ini dan masa depan yang perlu menjadi perhatian serius untuk menjawab persoalan listrik.

Dengan demikian, kami meminta dan mendesak agar;

1.Pemerintah republik Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo beserta sejumlah kementrian dan lembaga terkait pada Kabinet Kerja maupun kepemimpinan pemerintahan negara berikutnya termasuk Gubernur Kalimantan Barat beserta berbagai pihak terkait, agar TIDAK MEMAKSAKAN pembangunan PLTN di Kalimantan Barat khususnya dan di Indonesia pada umumnya.

2.Pimpinan dan anggota MPR/DPR/DPD RI maupun DPRD di Kalimantan Barat untuk bersama-sama mendukung apa yang kami serukan dan tidak turut terlibat memaksakan pembangunan PLTN di Kalimantan Barat khususnya dan di Indonesia pada umumnya.

3.Pemerintah Indonesia (Pemerintah pusat hingga pemerintah di daerah daerah) bersama pimpinan dan anggota MPR/DPR/DPD RI maupun DPRD di Kalimantan Barat mendukung agar lebih mengutamakan optimalisasi penggunaan energi baru dan terbarukan sebagai alternatif sumber energi listrik untuk saat ini dan masa depan.

Salam juang bagi para “pahlawan” bangsa

Pontianak, 10 Nopember 2014

***Saat ini, petisi meminta Pemerintah untuk Tidak Memaksakan Pembangunan PLTN di Kalimantan Barat sedang menanti dukungan dari Ibu, Bapak, Saudara dan saudari sekalian. Silahkan tandatangani.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun