Kemampuan responden untuk menjawab pertanyaan: responden bisa mengerti pertanyaan, namun mengungkapkannya dalam bahasa yang baik dan benar tidak selalu mudah. Hal ini boleh jadi disebabkan oleh ketidakpercayaan diri responden; atau karena ketidakmampuan berbahasa Indonesia. Karena itu, responden bisa diberi kesempatan menggunakan bahasa daerahnya sendiri dan dibantu oleh penterjemah.
2. Faktor pewawancara
Karakteristik sosialnya (kalangan atas atau bawah): status sosial (pendidikan, ekonomi, pekerjaan, dll.) berpengaruh terhadap cara bagaimana seorang pewawancara diterima oleh interviewee. Kalau dia dari kalangan atas, boleh jadi orang enggan memberikan keterangan/informasi kepadanya; kalau dia dari kalangan bawah bisa jadi dia akan diremehkan atau kikuk atau rendah diri berhadapan dengan interviewee dari kalangan atas. Â Karena itu, dia harus pandai menempatkan diri dalam situasi interviewee.
Ketrampilan mewawancarai: lancar-tidaknya wawancara juga ditentukan sejauh mana seorang pewawancara menyiapkan diri dengan baik dan trampil menguasai serta mengungkapkan hal-hal yang diwawancarai kepada responden/interviewe. Â Banyak- sedikit dan mendalam-tidaknya informasi yang diperoleh amat bergantung pula pada ketrampilan mewawancarai.
Motivasi (untuk apa ia lakukan wawancara): kualitas wawancara sangat ditentukan oleh dorongan di balik kegiatan wawancara. Â Jika pewawancara sungguh berminat dan keinginan untuk mengetahui sesuatu, dia akan menggali informasi secara mendalam dan sebanyak-banyaknya; sebaliknya, jika dia melakukannya hanya karena dibayar, kualitas informasi yang diperolehnya pun akan dangkal.
Rasa aman: pewawancara yang merasa aman biasanya dengan bebas mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan hal-hal yang mesti diketahuinya. Namun, dalam keadaan di mana ia merasa tidak aman entah karena adanya ancaman dari pihak lain atau adanya konflik dalam masyarakat yang didatanginya, maka kehadirannya bisa dicurigai dan karena itu dia boleh jadi menjadi sangat hati-hati dalam mengajukan pertanyaan atau menggali informasi. Akibatnya, kualitas hasil wawancara tidak memadai/dangkal.
3. Faktor Isi pertanyaan wawancara
Peka-tidaknya pertanyaan: pertanyaan yang sensitif biasanya tidak gampang dijawab responden.
Sukar-tidaknya pertanyaan: makin gampang pertanyaan, makin gampang pula dijawab; makin sulit pertanyaan, makin sulit pula dijawab responden.
Tingkat minat responden terhadap hal yang ditanyakan: pewawancara belum pasti sungguh berminat terhadap apa yang kita tanyakan (teliti). Kalau dia berminat, dia akan dengan sukarela menjawab dan memberikan informasi seluas serta sedalam-dalamnya. Sebaliknya, jika dia tidak berminat, jawabannya akan dangkal-dangkal saja.
Sumber kekhawatiran: jika ada konflik, biasanya orang hati-hati dalam memberikan informasi, karena takut dituding "menjual" pihak lain. Apalagi kalau pihak lain yang berseberangan dengannya berada di tempat wawancara. Sebaliknya, jika dia tidak mempunyai sesuatu dan seseorang yang perlu dikhawatirkan, dia akan dengan leluasa dan bebas memberikan informasi.
4. Faktor situasi wawancara
Waktu dan tempat wawancara: waktu dan tempat yang tepat akan membuat informasi bisa diperoleh dengan mudah dan lancar. Sebaliknya, jika waktu dan tempatnya tidak tepat, pewawancara boleh jadi tidak mendapatkan kesempatan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan. Karena itu, penentuan waktu dan tempat yang tepat amat penting dilakukan dengan informan/responden.
Kehadiran orang ketiga: orang ketiga bisa mengganggu jalannya wawancara; apalagi kalau menyangkut hal-hal pribadi. Misalnya, kehadiran anak, suami/isteri yang mengintervensi proses wawancara, dll.