Kesantunan dalam berutur tentu akan menjadikan seseorang dihargai dan dianggap berbudi  oleh sebagian masyarakat yang ada disekitarnya. Berbahasa Indonesia dengan santun memungkinkan kita disenangi banyak orang, disegani, dan dihormati.Â
Sebaliknya, berbahasa Indonesia tidak dengan santun dapat menyebabkan kita dibenci, dicibir, direndahkan, dan tidak disenangi banyak orang. Oleh karena itu bertutur dengan santun atau sopan menjadi hal yang sangat penting dalam membangun komunikasi secara baik dengan masyarakat.
Ketidaksopanan bertutur mengacu pada unsur-unsur pemilihan diksi, nada, tekanan, intonasi, aksen bahkan raut wajah dan gestur tubuh juga menjadi alat ukur penentu ketidaksopanan itu.
 Dalam lingkungan masyarakat tak pelak sering ditemukan masyarakat yang tidak mengindahkan kesantunan bertutur, salah satunya di lingkungan pendidikan  adalah "asu". Kata ini hampir pasti sering diucapkan oleh beberapa mahasiswa untuk menunjukan kekesalan, letupan emosi, dan bahkan kemarahan, hal ini menunjukan bahwa dalam beberapa hal masih ada mahasiswa yang tidak mengindahkan kesopanan dalam bertutur.
Beberapa ahli linguistik mengemukakan konsep tentang kesopanan. Mereka mempunyai konsep yang berbeda. Prinsip kesopanan berkenaan dengan aturan tentang hal-hal yang bersifat sosial, estetis, dan moral dalam bertindak tutur. Didalam bertutur seorang penutur tidak hanya menyampaikan informasi, tugas, kebutuhan, atau amanat tetapi lebih dari itu, yaitu menjaga dan memelihara hubungan sosial antar penutur dan mitra tutur beerkaitan dengan teori yang dikemukakan oleh  Leech bahwasannya
 Ketidaksantunan dengan masing masing kategori pelanggaran maksim seringkali terjadi di masyarakat, terutama pada mahasiswa prodi pendidikan ekonomi tahun 2019/2020. Kata asu seringkali  diucapkan dalam ruang lingkup kampus dengan beberapa alasan baik itu itu karena alasan akademis maupun alasan personal yang terbawa dalam lingkungan kampus. Kata "asu" dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap kesantunan berbahasa karena secara leksikal kata itu memiliki definisi yang negatif dan jika diucapkan dapat membuat malu mitra tutur jika diungkapkan dalam dialog.
Dalam beberapa hal kata ini dikategorikan kedalam ketdaksantunan bertutur karena menurut Levinson kesantunan bertutur itu tidak hanya mempertimbangkan dengan konteks menjaga ';wajah" mitra tutur, tetapi juga mengutamakan pemilihan diksi yang tidak frontal dan berkonotasi negatif, namun dalam kata " asu" secara leksikal definisinya sudah merujuk pada hal-hal berbau negatif, sehingga penggunaan kata "asu" itu sendiri sudah merupakan sebuah bentuk ketidaksantunan bertutur
Kata "asu" pada dasarnya hanya sebagian dari berbagai macam kata yang berkonotasi negatif dan merupakan kata yang tidak santun jika digunakan dalam proses berkomunikasi dalam berbagai konteks pragmatiknya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H