Bagian 9: Dua Bola Mataku
Oleh: Hendriko Handana
"Yoan...", aku berbisik memanggil Yoan, seorang capaska putri asal Tarakan yang duduk di sebelah kananku. "Kamu bisa bantu aku, bacain tulisan di papan tulis itu? Aku nggak bisa lihat, burem."
"Aku juga ndak bisa lihat, Ko. Aku ndak bisa lihat kalau ndak pakai kacamata" sahut Yoan berbisik pelan sambil tangannya setengah menutup mulut. Berusaha merahasiakan pembicaraan.
"Oya? Benarkah?" selidikku.
Aku surprise. Ternyata ada rekan lain berkacamata selainku.
"Iya, waktu seleksi aku lepas kacamata. Syukurnya nggak ketahuan," jawab Yoan sambil membenarkan poni rambut pirang legendarisnya itu.
"Aku juga pakai kacamata. Minus satu seperempat," lanjutku. "Bahkan lolos Paskibraka terasa begitu beruntung. Aku nggak nyangka, dengan mata minus aku bisa lolos sampai tahap ini."
Itu pembicaraan kami saat mengikuti sesi kelas malam di ruang kelas, tidak jauh dari Asrama. Kelas yang kerap bikin mata menjadi berat. Ngantuk. Akibat, ditiup dinginnya AC setelah kegiatan fisik seharian.
~~~