"Belum, mana mungkin kita sampai Jakarta," ucap Mama heran mengernyitkan dahi.
"Sudah, Ma", balasku ngotot. "Itu sudah ada yang jualan dodol di pinggir jalan."
Mama ketawa heran dan garuk-garuk kepala. Hehe.
Kala itu, bagi kami yang orang kampung, dodol adalah simbol oleh-oleh khas Jakarta. Saudara yang kembali dari Jakarta, pasti membawa oleh-oleh, tentunya dodol. Maka polosnya aku mengira, jika dodol sudah terlihat 'hilalnya', maka kami sudah berada di Jakarta.
"Nah, sekarang baru ini namanya Jakarta. Kita sudah sampai," kata Mama memberitahuku sesaat setelah ia melihat penanda bertulis Jakarta.
"Belum, Ma!" sanggahku tak percaya. "Kalau ini sudah di Jakarta, mana istana presidennya, Ma?"
Mama terheran-heran. "Mama orang kampung, Nak. Mama baru kali ini sampai di Jakarta. Mana mungkin Mama tau dimana Istana Presiden."
"Nanti, kalau kamu sudah besar, kamu sendiri yang cari ada dimana istana presiden itu berada...!" tantang Mama.
~~~
Serpihan kisah-kisah ini bagaikan potongan-potongan puzzle berserakan yang disusun sedemikian rupa. Namun sering kali puzzle berupa doa dan harapan orang tua adalah kunci dirangkainya ratusan puzzle-puzzle kecil lainnya.
(bersambung...)