Mohon tunggu...
Hendriko Handana
Hendriko Handana Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa, menulis suka-suka

Pria berdarah Minang. Seorang family man humble. Hobi membaca, menulis, dan berolahraga lari. "Tajamkan mata batin dengan mengasah goresan pena"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Asrama Tua Menuju Istana Merdeka (3): Payakumbuh, Pesaing Sejati

17 Februari 2019   13:45 Diperbarui: 23 Agustus 2019   21:36 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

dokpri
dokpri
Oleh: Hendriko Handana

Bagian 3: Payakumbuh, Pesaing Sejati

Payakumbuh, April 2003

"Alhamdulillah, Ibu dapat kabar baik. Riko lulus seleksi. Ada kesempatan lanjut ke propinsi." Wajah sumringah Bu Marni masih kuingat jelas sesaat setelah satu bundel surat datang ke sekolah, dari Dinas Pendidikan.

Wajah gembira juga tak dapat kusembunyikan. Syukur kupanjatkan. Aku adalah siswa pertama sekolah kami yang berkesempatan ikut ambil bagian di propinsi.

Segera rasa optimis muncul begitu tinggi. Namun, ambisi tak utarakan pada siapapun kusimpan sendiri. Langkah masih sangat jauh, tahapan seleksipun masih berlapis.

"Tak ada pilihan lain, berjuang hari ini atau tidak sama sekali." Niatku melanjutkan kompetisi.

~~~

Dori dan Evie perwakilan SMA 1, Yeni dari SMA 2, Fauzan utusan SMA 3. Empat orang ini menjadi partner sekaligus sainganku merebut tiket propinsi.

Fauzan, seorang pria berambut keriting. Wajahnya bagiku tak asing. Beberapa waktu sebelumnya kami sempat berkompetisi pada lomba yang lain, kontestasi pakaian pangulu.  Aku sempat meminjam sendalnya yang menurutku lebih serasi. Sendal kulit, disebut sendal datuk. Dengan senang hati dia pinjamkan. Padahal, kami saingan.

Fauzan punya ciri khas tersendiri. Push up lumba-lumba, begitu para senior menyebutnya. Saat kepala naik, pantat montoknya ketinggalan di bawah. Giliran kepala turun, pantatnya masih di atas. Sungguh seni push up yang tak semua orang miliki. Barang langka. Mungkin ini rahasianya lolos seleksi.

Lain lagi dengan Dori. Pria ini bersuara lantang. Posisi incarannya menjadi komandan kelompok 17. Kami pernah mengikuti kegiatan bareng, Jambore Nasional Pramuka di Baturaden tahun 2001, dua tahun sebelumnya. Saat sama-sama masih SMP. Namun kami tidak saling sapa. Dia tergabung dalam kontingen Kota Payakumbuh, sementara aku mewakili Kabupaten Lima Puluh Kota. Dulu aku kira dia pendiam, ternyata rame juga rupanya.

Dua orang putri, Yeni dan Evie. Gadis-gadis ini, aku sama sekali belum kenal. Yeni paling sering bolos latihan di antara kami. Kabarnya sedang sibuk syuting video klip. "Artis juga dia", pikirku. Perempuan yang berdomisili di Koto Nan Ampek ini adalah andalan Payakumbuh untuk meraih posisi baki di propinsi.

Evie berpostur pendek untuk ukuran Paskibraka. Namun dia punya kelebihan dalam tes kesenian, bernyanyi. Kelak dia berkontribusi membantu kami pada penampilan bersama kontingen.

"Kalian mesti paham dan jangan main-main. Di propinsi, Payakumbuh punya gengsi. Jika tidak lolos nasional, minimal tiap tahun kita punya posisi pada pengibaran propinsi." Pesan senior kepada kami.

Kak Hendra, Putri, Nanda, Eka, Panca dan beberapa senior lain adalah yang kerap membina kami. Mereka senior propinsi dan kota. Senior yang sudah melewati masa tugas ini kami sebut purna paskibraka. 

Sesekali Bang Dika yang purna nasional hadir memberi semangat dan motivasi.

Kantor Dinas Pendidikan menjadi lokasi pembinaan yang tidak pernah membosankan.

Pak Helmi dan Bu Upik adalah pembina kami. Pak Helmi baik dan perhatian. Bu Upik pun begitu. Hanya saja, kalau ngomel nggak ketulungan. Tiap kali membuat kesalahan, telingaku dibikin merah dan kepanasan, diomelin nggak karuan. Haha. Ini ujian berharga saat masuk paskibraka. Meski begitu, keduanya adalah pembina yang penuh dedikasi dan tanggungjawab.

Lubuk Selasih, sebuah daerah berhawa dingin di Kabupaten Solok, menjadi tempat berikutnya perjuangan kami. Paskibraka Sumbar di tahun 2000an tentu paham benar dengan lokasi ini. Di sana kontingen dari 15 Kabupaten/Kota akan bersaingi memperebutkan 56 tiket paskibraka propinsi dan 2 tiket nasional. 

"Hmm... tantangannya pasti akan menarik", batinku.

Kewajiban kami, mempersiapkan diri menghadapi setiap detail seleksi. Materi yang sama namun akan begitu ketat berhadapan calon paskibraka seliruh pelosok Sumatera Barat. Baris berbaris, kesehatan, dan ketahanan fisik menjadi perhatian utama. Penguasaan kesenian, bahasa inggris, dan akademik menjadi pendukung.

(bersambung...)

Silakan simak cerita berseri lengkapnya di:

https://www.kompasiana.com/tag/atmim

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun