Â
Vietnam menghadapi paradoks besar. Di satu sisi, ekonominya tengah melesat, menarik investor asing, dan semakin mengukuhkan posisinya sebagai pusat manufaktur Asia Tenggara. Di sisi lain, negara ini diam-diam sedang menuju krisis demografi yang bisa menghambat semua kemajuan tersebut. Apakah Vietnam mampu menghindari jebakan ini, atau justru akan tumbang sebelum mencapai puncaknya?
Vietnam telah menjadi tujuan utama bagi perusahaan-perusahaan Barat yang ingin mendiversifikasi rantai pasokan mereka dari China. Dengan pertumbuhan PDB yang mencapai 7% dan aliran investasi asing yang stabil, Vietnam tampaknya sedang menikmati momentum emasnya. Namun, di balik angka-angka yang mengesankan ini, terdapat ancaman besar: tingkat kelahiran yang terus menurun, populasi yang menua, dan tenaga kerja yang semakin berkurang. Saat ini, tingkat fertilitas Vietnam hanya 1,91 anak per perempuan---angka yang jauh di bawah ambang batas 2,1 yang diperlukan untuk mempertahankan populasi. Di kota-kota besar seperti Ho Chi Minh City, angkanya bahkan lebih rendah, turun drastis dari 1,39 pada 2022 menjadi 1,32 pada 2023. Jika tren ini terus berlanjut, Vietnam bisa kehilangan keuntungan demografinya jauh lebih cepat dari yang diperkirakan.
Pada 1986, saat Vietnam mulai membuka ekonominya, 40% populasinya berusia di bawah 16 tahun. Ini memberikan bonus demografi yang mendorong pertumbuhan ekonomi pesat. Namun, sekarang hanya sekitar seperlima dari populasi yang terdiri dari anak-anak, dan proporsi penduduk usia produktif (15-64 tahun) diprediksi turun dari 69% pada 2020 menjadi 63% pada 2050. Yang lebih mengkhawatirkan, Vietnam diperkirakan akan menjadi "masyarakat tua" pada 2034 dan "masyarakat super-tua" pada 2049. Ini berarti jumlah penduduk usia lanjut akan terus meningkat, sementara jumlah pekerja yang menopang ekonomi semakin berkurang. Jika pemerintah tidak segera mengambil langkah-langkah drastis, Vietnam berisiko menghadapi skenario yang telah lama ditakuti: menjadi negara tua sebelum menjadi negara kaya.
Vietnam sebenarnya masih memiliki waktu untuk menghindari krisis ini, tetapi langkah yang diambil harus cepat dan tepat sasaran. Beberapa kebijakan yang dapat dilakukan antara lain mendorong kelahiran dengan memberikan insentif keuangan lebih besar bagi keluarga yang memiliki lebih dari dua anak, menyediakan tunjangan pendidikan dan kesehatan bagi anak-anak agar biaya membesarkan anak tidak menjadi beban berat, serta mengubah stigma sosial terhadap keluarga besar yang masih ada di beberapa lingkungan kerja. Memperpanjang usia produktif dengan meningkatkan usia pensiun secara bertahap agar tenaga kerja tetap tersedia lebih lama dan meningkatkan keterampilan pekerja yang lebih tua agar mereka tetap relevan dalam ekonomi modern juga bisa menjadi solusi. Selain itu, optimalisasi teknologi dan automasi melalui peningkatan investasi dalam robotika dan AI untuk mengatasi berkurangnya tenaga kerja manusia serta mendorong adopsi teknologi tinggi dalam industri manufaktur dapat membantu meningkatkan efisiensi dengan tenaga kerja yang lebih sedikit. Terakhir, meningkatkan kualitas SDM dengan memperkuat sistem pendidikan agar generasi muda lebih siap menghadapi tantangan ekonomi digital serta mengembangkan kebijakan yang menarik kembali diaspora Vietnam yang telah bekerja di luar negeri untuk kembali dan berkontribusi pada perekonomian domestik juga merupakan langkah penting.
Vietnam berada di persimpangan. Jika mampu mengambil kebijakan yang tepat, negara ini bisa tetap menjadi pusat ekonomi yang berkembang pesat di Asia Tenggara. Namun, jika gagal mengatasi jebakan demografi ini, Vietnam mungkin akan menghadapi masa depan yang lebih suram---dengan tenaga kerja yang menyusut, pertumbuhan yang melambat, dan tekanan ekonomi yang semakin besar. Apakah Vietnam siap menghadapi tantangan ini? Ataukah mereka akan terlambat menyadari bahwa bom waktu demografi ini sudah mulai berdetak? Jawabannya akan menentukan masa depan negara ini dalam beberapa dekade mendatang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI