Mohon tunggu...
Hendrik Munthe
Hendrik Munthe Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

Sadarlah bahwa dalam ketidaktahuan, terbuka lebar ruang bagi segala kemungkinan.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Bayang-Bayang Blokade yang Mencekik Taiwan dalam Cengkeraman Naga

31 Januari 2025   09:00 Diperbarui: 31 Januari 2025   06:03 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: eurasiantimes

China telah lama memperlihatkan ambisinya terhadap Taiwan. Tapi apa yang terjadi pada Desember 2024 bukan sekadar latihan militer biasa. Ini adalah simulasi perang. Sebuah unjuk kekuatan yang, bagi sebagian pengamat, terasa seperti bayangan masa depan yang semakin nyata.

Selama enam hari, Laut China Timur dan Laut China Selatan dipenuhi dengan kapal perusak dan fregat China. Delapan belas di antaranya dikirim untuk satu tujuan: menghentikan armada Amerika Serikat agar tak bisa mendekati Taiwan. Bukan hanya laut yang menjadi medan pertarungan. Lebih dari 134 pesawat tempur China menguasai langit, sementara lebih dari 60 kapal perang dan 30 kapal penjaga pantai mengunci akses dari berbagai penjuru. Ini adalah demonstrasi terbesar China dalam hampir tiga dekade terakhir.

China tampaknya tidak hanya ingin menunjukkan bahwa mereka bisa mengepung Taiwan. Mereka ingin mengirim pesan: mereka siap untuk lebih dari sekadar gertakan. Strategi anti-access/area denial (A2AD) yang diterapkan dalam latihan ini berfungsi sebagai tembok tak kasatmata. Jika AS mencoba menerobos, mereka harus siap menghadapi serangan dari berbagai penjuru. Tapi yang lebih mengkhawatirkan adalah bagaimana tiga Komando Teater utama PLA---Timur, Selatan, dan Utara---untuk pertama kalinya berkoordinasi dalam latihan skala besar. Ini bukan sekadar latihan isolasi Taiwan. Ini adalah peringatan bagi siapa pun yang berniat membantu pulau itu.

Kenyataan pahit bagi Taiwan adalah bahwa letak geografisnya justru membuat blokade lebih mungkin terjadi. Pelabuhan-pelabuhan utamanya berada di bagian barat pulau, menghadap langsung ke China. Jika Beijing memutus jalur laut dan udara, Taiwan akan terisolasi. Dan menurut doktrin militer PLA, menguasai tiga dominasi---informasi, maritim, dan udara---adalah kunci keberhasilan blokade.

Doktrin ini sebenarnya bukan hal baru. Dalam buku strategi militer China, The Science of Strategy, dijelaskan bahwa blokade bukan sekadar menutup akses fisik, tapi juga menghancurkan koneksi ekonomi dan militer lawan. Tanpa suplai, tanpa bantuan, tanpa jalan keluar. Bayangkan dampaknya bagi Taiwan, yang ekonominya sangat bergantung pada perdagangan global.

Lebih buruk lagi, China semakin lihai dalam mengaburkan batas antara latihan dan operasi nyata. Pada tahun 2024 saja, pelanggaran wilayah udara Taiwan terjadi hampir setiap hari. Puncaknya pada 14 Oktober, ketika Taiwan mencatat rekor 153 pesawat China memasuki zona identifikasi pertahanannya dalam sehari. Setiap insiden ini menguji batas respons Taiwan, menciptakan tekanan psikologis, dan membiasakan dunia dengan keberadaan militer China di sekitar Taiwan.

Lalu, bagaimana respons Taiwan dan sekutunya? Taiwan terus berupaya meningkatkan pertahanannya, tapi angkatan udaranya masih jauh tertinggal dibanding China. Sementara itu, AS dan Jepang mengamati dari kejauhan, tetapi tanpa tindakan yang jelas. Setiap latihan dan insiden yang terjadi seolah menjadi bagian dari permainan catur geopolitik yang semakin rumit.

Dan di sinilah pertanyaannya: apakah ini hanya latihan perang, atau preludium dari sesuatu yang lebih besar? Jika China memutuskan untuk benar-benar mengunci Taiwan, bagaimana dunia akan merespons? Ataukah ini semua hanya strategi untuk menggertak tanpa benar-benar melepaskan tembakan pertama?

Jawabannya masih tersembunyi dalam kabut politik dan kalkulasi militer. Tapi satu hal pasti: bayangan perang semakin nyata, dan dunia hanya bisa menunggu langkah berikutnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun