Mohon tunggu...
Hendrik Munthe
Hendrik Munthe Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

Sadarlah bahwa dalam ketidaktahuan, terbuka lebar ruang bagi segala kemungkinan.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

DeepSeek dan Pertarungan AI: Inovasi, Imitasi, atau Perebutan Kendali?

30 Januari 2025   20:54 Diperbarui: 30 Januari 2025   20:54 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bayangkan sebuah dunia di mana batas antara inovasi dan imitasi semakin kabur. Perusahaan teknologi berlomba-lomba menciptakan kecerdasan buatan (AI) paling canggih, tapi di bayang-bayang, ada yang bergerak lebih cepat, lebih murah, dan lebih diam-diam. Apakah ini kemajuan? Atau hanya pengulangan cerita lama tentang pencurian intelektual dalam bentuk baru?

DeepSeek, pemain baru dari Tiongkok, tiba-tiba muncul sebagai ancaman bagi dominasi AI Amerika. Dengan kemampuan yang menyaingi ChatGPT namun biaya jauh lebih rendah, pertanyaan besar pun muncul: bagaimana mereka bisa mencapainya dalam waktu singkat? OpenAI mencurigai praktik distilasi pengetahuan---cara di mana model AI baru menyerap kecerdasan dari model yang sudah ada, mempercepat proses belajar tanpa harus memulai dari nol.

Jika benar DeepSeek menggunakan metode ini, apakah itu pencurian? Atau sekadar kelanjutan alami dari perkembangan AI yang selalu dibangun di atas penelitian terdahulu? OpenAI sendiri lahir dari riset yang dilakukan banyak ilmuwan di seluruh dunia. Jadi, di mana batas antara inovasi dan eksploitasi?

Namun, pertanyaan ini lebih dari sekadar isu etika. Ada dimensi geopolitik yang lebih luas. AS telah berupaya membatasi akses Tiongkok terhadap teknologi semikonduktor canggih demi menjaga keunggulan dalam perlombaan AI. Jika DeepSeek benar-benar mampu mengembangkan model AI dengan biaya lebih murah dan efisien, maka langkah-langkah proteksi ini mungkin tidak cukup untuk menghambat kemajuan Tiongkok dalam AI. Lebih jauh lagi, ini bisa menjadi indikasi bahwa strategi restriksi teknologi yang diterapkan oleh Barat menghadapi tantangan yang semakin besar.

Di sisi lain, ancaman keamanan data menjadi sorotan utama. Pemerintah AS mulai khawatir akan dampak strategis dari kemunculan DeepSeek. Bahkan, Angkatan Laut AS melarang personelnya menggunakan aplikasi ini dengan alasan keamanan data. Dengan server yang berbasis di Tiongkok, ada potensi bahwa data pengguna bisa dimanfaatkan untuk tujuan yang lebih luas, termasuk pengembangan AI yang lebih kuat atau bahkan kepentingan intelijen negara. Namun, apakah kekhawatiran ini benar-benar berdasar, atau sekadar reaksi protektif terhadap hilangnya dominasi teknologi?

Menariknya, DeepSeek sendiri mengklaim menjadi korban. Mereka mengaku mengalami serangan siber dalam skala besar, memaksa mereka membatasi pendaftaran pengguna. Apakah ini tanda bahwa mereka memang diburu oleh pesaing yang tidak ingin mereka berkembang? Atau sekadar strategi membangun citra sebagai pihak yang teraniaya?

Yang jelas, dunia AI kini memasuki babak baru yang lebih kompleks dan penuh teka-teki. Persaingan teknologi bukan lagi sekadar soal inovasi, tapi juga kekuasaan, keamanan, dan geopolitik. Jika AI adalah masa depan, pertanyaannya bukan hanya siapa yang bisa menciptakan sistem paling canggih, tetapi siapa yang bisa mengendalikannya. Dan di sinilah pertaruhan sesungguhnya dimulai.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun