Di tengah lanskap alami yang menakjubkan di Matata Conservation Estate, Selandia Baru, berdiri sebuah hunian yang tidak hanya memanjakan penghuninya dengan pemandangan Samudra Pasifik dan Pulau Moutohora Whale, tetapi juga mencerminkan keselarasan dengan lingkungan sekitar. Kokako Heights House, hasil rancangan Arkh dan dipimpin oleh arsitek Diego Marangoni, menjadi bukti nyata bagaimana arsitektur dapat berfungsi sebagai perantara antara manusia dan alam.
Hunian seluas 115 meter persegi ini merupakan perwujudan dari kehidupan sederhana yang telah dijalani pemiliknya. Setelah berjalan kaki melintasi Selandia Baru melalui Te Araroa Trail, mereka menghabiskan lebih dari satu tahun tinggal di tenda di lokasi tersebut. Pengalaman itu mengajarkan mereka tentang hidup hanya dengan hal-hal yang esensial, yang kemudian menjadi fondasi utama dalam desain rumah mereka.
Konsep desain yang diusung tidak hanya berfokus pada estetika, tetapi juga pada fungsionalitas dan harmoni dengan alam. Struktur bangunan ditempatkan secara strategis di tepi barat dan utara lahan, memastikan akses mudah ke lokasi sekaligus mengoptimalkan pencahayaan alami dan pemandangan sekitar. Bentuk atap yang unik dan terlipat menciptakan profil rendah dari permukaan tanah, namun perlahan naik ke arah timur untuk menangkap sinar matahari maksimal melalui sudut kaca penuh dan jendela clerestory. Bangunan pendukung seperti gudang mengikuti prinsip yang sama, dengan atap yang naik lembut ke arah barat, menyerupai kontur alami lahan.
Material yang digunakan dalam konstruksi bangunan ini juga tidak dipilih secara sembarangan. Bagian-bagian penting rumah dilapisi dengan kayu cedar Jepang yang telah dibakar dan disikat, memberikan tekstur alami yang khas. Sementara itu, panel logam kokoh digunakan untuk menyelaraskan rumah dengan rona hijau pekat vegetasi sekitar, sehingga bangunan tampak seolah menyatu dengan lingkungan alaminya. Interior rumah memperlihatkan kontras yang menarik, di mana warna gelap yang menenangkan berpadu dengan rona keemasan dari langit-langit miring berbahan kayu lapis birch yang mencolok.
Tidak hanya memperhatikan aspek visual dan kenyamanan, Kokako Heights House juga dirancang dengan prinsip keberlanjutan yang tinggi. Dengan jejak bangunan yang relatif kecil dan penerapan desain pasif, hunian ini mampu mengurangi konsumsi energi secara signifikan. Orientasi bangunan serta kehadiran serambi di sisi utara berfungsi sebagai pelindung dari sinar matahari dengan sudut tinggi saat musim panas, sementara saat musim dingin, sinar matahari dengan sudut rendah dapat langsung menghangatkan lantai beton secara pasif. Satu-satunya sumber pemanas aktif yang digunakan adalah sistem pemanas efisien yang terpasang dalam lantai, didukung oleh insulasi berkualitas tinggi dari wol kaca serta kaca ganda beremisi rendah untuk menjaga suhu dalam ruangan tetap nyaman di musim dingin. Pada bulan-bulan hangat, ventilasi alami yang optimal dijamin oleh jendela besar, pintu geser, dan kipas langit-langit yang terpasang di berbagai sudut rumah.
Kokako Heights House bukan hanya sekadar tempat tinggal, tetapi juga cerminan dari filosofi hidup pemiliknya yang menekankan kesederhanaan, efisiensi, dan hubungan yang erat dengan alam. Rumah ini menjadi bukti bahwa desain arsitektur yang cerdas dan penuh kesadaran lingkungan dapat menghasilkan hunian yang tidak hanya estetis, tetapi juga berkelanjutan dan fungsional.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI