Menyebut nama Piek Ardijanto Soeprijadi (1929-2001) Â tak lengkap rasanya jika tidak menyinggung karya sastra monumental masyarakat Tegal " Dari Negeri Poci ", sebuah serial buku antologi puisi yang merekam jejak para penyair Indonesia lintas generasi, lintas genre dan lintas gender.( Wikipedia)
Sejak pertama kali launching serial antologi ini selalu dilaksanakan di Kota Tegal dengan tajuk Pertemuan Penyair Indonesia Dari Negeri Poci. Dengan semangat ini sekumpulan para seniman Tegal yang dipelopori " Parowulan" Â berkumpul di Pelataran Sastra rumah mendiang Pak Piek Jl. Cereme Kota Tegal, Minggu (18/2/2024).
Acara yang dikemas dengan istilah Gendu- gendu rasa yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai penyampaian unek- unek di dalam hati dalam sebuah perbincangan.
Turut hadir para seniman seperti Atmo Tan Sidik, Apas Khafasy ( Parowulan), Nindra, Entieh Mudzakir, Riani Pemulung Gubuk Baca Hati Nurani, Suhari Putra Senja ( Pemalang), Serly Rostarina ( Brebes), Noer Sidik ( Kota Tegal), Zara Zatira, Ki Deong, Wijaya ( Pemalang), Pangkey Tegal Kota, GSN Kabupaten Tegal, Gusmi, Dian SR.
Berbagai fenomena yang terjadi dalam masyarakat saat ini menggelitik nurani para seniman untuk mengekspresikannya dalam karya sastra. Atmo Tan Sidik mengutip konsep Paulo Freire tentang Kesadaran Alfabetisasi dimana saat ini Indonesia tidak baik- baik saja. Kesadaran keaksaraan akan punya ruh apabila berpengaruh pada kesadaran ( Conciousness), empati dan de powerisasi pengentasan kemiskinan dalam arti luas.
Dalam konteks kultur Indonesia saat ini sedang mengalami Tuna Sastra, dan dalam konteks politik Indonesia sedang mengalami Tuna Netral. Ketika kaum tertindas bangkit  dengan kesadaran dirinya mampu membebaskan dirinya dari segala bentuk penindasan maka muncullah apa yang dinamakan sebuah "Optimisme".
Kemampuan membaca yang tersurat dan yang tersirat dari gejolak budaya di tengah- tengah masyarakat hanya bisa dibaca oleh para seniman. Oleh sebab itu karya sastra tidak akan pernah luntur atau hilang dari peradaban manusia.
Diakhir pertemuan Atmo memberikan suatu pernyataan bahwa yang bisa mendownload Estetika Illahiyah adalah para seniman di waktu duapertiga malam Allah membuka pintu- pintu langit untuk menerima dan mengabulkan  setiap do'a dari umatnya. Wong melek yang bersastra meneng, merenung, inilah sastra Cetah tanpo tinulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H