[caption caption="Jalan Tol di Jakarta banjir"]Bumi, udara dan air pada dasarnya mengikuti hukum alam yang baku. Sesuatu yang sedang kekurangan akan dicukupkan, sesuatu yang berlebih akan pindah ke tempat yang kurang. Baik itu pergeseran lempeng bumi, patahan, longsor, peredaran air, banjir, termasuk kekeringan merupakan bagian dari hukum alam.
Pemikiran awam kita bahwa banjir, longsor dan gempa bumi adalah bencana. Padahal alam sendiri memandang hal tersebut bukanlah kategori bencana, namun merupakan aktivitas alam untuk sampai kembali pada titik keseimbangan.
Misalnya terjadi tanah longsor di suatu tempat. Kajian nya dari sisi alam adalah tanah sedang melakukan pensejajaran kembali akibat kemiringan tanah yang tidak stabil. Sedangkan manusia menganggap kejadian tanah longsor ini sebagai bencana.
Pada kesempatan ini penulis mencoba untuk mengurai aktivitas alam melalui banjir akibat debit hujan yang besar di Jakarta pada bulan Februari 2016 ini.
Hujan dalam hukum alam mengikuti kaidah hukum baku air, tekanan dan pergerakan udara atau angin. Karena pada dasarnya udara/angin juga merupakan unsur air yang telah terurai menjadi unsur-unsur gas. Awan pembawa hujan sebagai sumber utama debit air hujan, bergerak dari titik sumber menuju suatu tempat dan akhirnya mencair atau mengurai menjadi butir air hujan. Proses pencairan awan hujan ini dipengaruhi beberapa faktor, antara lain:
1.    Simpul akhir pergerakan arah angin yang membawa awan hujan.
2.    Tekanan udara yang rendah (rendahnya tingkat kelembaban).
3.    Suhu atmosfer yang tinggi (titik cair awan hujan) pada kawasan tersebut.
Untuk daerah Jakarta, maka 3 faktor di atas merupakan penyebab utama awan hujan dari berbagai daerah berkumpul dan mencair menjadi hujan. Jadi secara mudahnya untuk dipahami, bahwa awan hujan yang ada di atas langit Jakarta bukan semata-mata berasal dari penguapan air di sekitar Jakarta. Awan hujan tersebut bisa berasal dari Sumatera, Samudera Hindia, atau berasal dari sekitar pulau jawa yang akhirnya berkumpul dan mencair menjadi hujan di Jakarta.
Permukaan tanah yang sudah tertutupi oleh beton, jalan, halaman, dan parkiran di Jakarta mengakibatkan rendahnya penguapan air tanah ke udara sehingga tingkat kelembaban sangat rendah dan tekanan udara sangat kecil. Alam memandang Jakarta sebagai dataran yang sangat jauh dari air.
Konsekuensi logisnya, Jakarta menjadi titik kulminasi bawah pergerakan angin yang membawa awan hujan dari kawasan bertekanan udara tinggi ke tekanan udara yang rendah sehingga massa molekul air hujan yang semakin berat akan turun ke bawah, ditambah pengaruh suhu atmosfer yang tinggi, maka terjadilah hujan di Jakarta.