Mohon tunggu...
Hendri Satrio
Hendri Satrio Mohon Tunggu... -

born to lead

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sepeda Bijak

5 Februari 2014   09:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:08 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suatu Sore, kuhabiskan waktu ku diatas sebuah bangku kayu bersama sekumpulan kertas berjumlah 369 halaman yang diberi judul "Sepatu dahlan". Lembaran demi lembaran itu menemani waktu santai ku. Sesekali kuhadapkan pandangan ku ke depan gerbang persis tempat diaman aku duduk, hilir mudik pemuda-pemudi yang menggerakan kaki diatas pedal sepeda, secara bergantian melintas disekitar 10 meter dari mataku. Sesekali mereka tertawa kecil, bahkan tak jarang beberapa percakapan dengan menggunakan bahasa inggris ikut mendarat jelas di kedua alat pendengaranku. Damai sekali sore ini, gumamku.
Suasana tentram yang aku rasakan tiba-tiba saja terhenti ketika aku mendengar suara yang mengagetkanku. Seketika itu pandanganku tertuju pada dua orang muda mudi yang ternyata sepeda yang mereka kendarai bersenggolan. Tidak ada korban jiwa dalam insiden ini, karena memang nampaknya kedua belah pihak mengayuh sepeda dengan kontrol yang terukur. Kecurigaanku mungkin mereka sedang memikirkan sesuatu, sehingga pecahlah konsentrasi mereka ketika mengayuh pedal sepeda.
Sepeda oh Sepeda, ya benda mati inilah yang kemudian memberikan banyak pelajaran kepadaku sore itu. Struktur tubuh mereka yang saling mendukung itulah yang menggugah pikiranku untuk mengamatinya. Dua roda yang berputar, pedal yang terletak pada sisi kiri dan kanan, serta setir yang mengarahkan pergerakan.
kerjasama dan sama-sama kerja.
Ada beberapa hikmah yang saya petik dari komponen sepeda itu. Dalam perenungan saya seolah sepeda itu berkata jalanilah hidup berdasarkan apa dan siapa diri kita. Jika kita ditugaskan untuk berperan menjadi roda maka lakukanlah tugas sebagaimana roda yang menggerakan perjalanan. Jangan sekali-sekali memaksakan diri untuk mengambil alih fungsi setir. Begitu juga setir, tidak perlu  mengambil posisi pedal karena memang tugas anda adalah sebagai pemegang kendali, penentu arah kebijakan. Bersikap dan berbuatlah sesuai dengan kadar diri kita. Fenomena yang terjadi sekarang kan berbeda, ramai-ramai orang berebut ingin menjadi setir padahal kadar kemampuannya hanya sebatas tutup pentil. Sehingga kekacauanlah yang terjadi. Seperti yang dikatakan Nabi, Apabila suatu pekerjaan diberikan bukan kepada ahlinya, maka tunggu saja kehancurannya.
Aku, senja di Kampung Inggris.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun