Mohon tunggu...
Hendri Muhammad
Hendri Muhammad Mohon Tunggu... Wiraswasta - Welcome Green !! Email: Hendri.jb74@gmail.com

... biarlah hanya antara aku dan kau, dan puisi sekedar anjing peliharaan kita

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Antara "TOD" dan Penyediaan "Public Housing" oleh Pemerintah

2 Oktober 2017   03:46 Diperbarui: 3 Oktober 2017   01:58 1528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: http://www.heraldsun.com.au

Tulisan ini adalah lanjutan tulisan saya sebelumnya tentang pembangunan kawasan hunian berorientasi Transit Oriented Development (TOD) yang sekarang sedang di jalankan di Area Stasiun KRL Tanjung Barat, Stasiun KRL Pondok Cina Depok, dan Stasiun KRL Bogor.

Sebagaimana yang telah dibahas, porsi yang dialokasikan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) sebanyak 25% dari keseluruhan unit yang di bangun (beberapa sumber menyebutkan 30%), bagi saya jumlah yang belum memadai.

Saya akan mengupas lebih mendalam mengapa pemerintah sudah selayaknya memprioritaskan 2 hal dalam pengembangan TOD: Pertama, menambah porsi yang dialokasikan untuk MBR; Kedua, memperioritaskan konsumen rumah pertama (end-user) untuk membeli unit-unit rusun komersial (apartemen) yang ditawarkan.

Berdasarkan infomasi yang didapat dari media, harga tanah yang mahal menjadi kendala terbesar untuk mewujudkan hal ini, dan tentu saja saya setuju.

Namun, ada hal-hal yang sifatnya lebih strategis, lebih penting, yang menurut saya layak dijadikan sebagai dasar pertimbangan bagi pemerintah untuk membuat keputusan-keputusan yang lebih "berpihak", sebagaimana uraian-uraian berikut:

Konsep ideal pengembangan hunian berorientasi TOD

Sebagaimana sudah dijabarkan sebelumnya, konsep awal pengembangan TOD berangkat dari kebutuhan perencanaan kota modern untuk mengadaptasi perubahan-perubahan yang terjadi, karena sebuah kota terus berkembang, hingga tuntutan untuk menciptakan kota yang ramah dan nyaman untuk di tinggali warganya hingga masa yang akan datang, akan terus-menerus mengemuka.

Salah satu solusi yang digunakan adalah pembangunan mixed-use area yang berorientasi TOD, dengan segala daya tariknya, sehingga diharapkan mampu mendorong orang untuk tinggal di area yang terintegrasi dengan layanan transit angkutan massal dan mulai meninggalkan ketergantungan terhadap penggunaan kendaraan pribadi.

Banyak benefit yang diperoleh dari penerapan TOD sebagai solusi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang tinggal disana. Berikut saya rangkum manfaat-manfaat utama dari penerapan TOD:

Pertama, merupakan manfaat terbesar, adalah berkurangnya emisi gas rumah kaca sebagai hasil dari terurainya kemacetan karena berkurangnya jumlah kendaraan yang lalu-lalang di jalan. Di banyak negara, pembangunan berorientasi TOD ini seringkali diasosiasikan sebagai gerakan sadar lingkungan, karena berakibat pada berkurangnya polusi udara, membiasakan warga untuk lebih banyak berjalan kaki, dan jika dibarengi dengan pengalokasian RTH yang lebih memadai akan menghasilkan kualitas udara kota yang jauh lebih baik.

Kedua, mendukung mobilitas warga dalam melaksanakan beragam aktifitas, tidak hanya berkontribusi pada effisiensi waktu tempuh, tapi juga mampu secara signifikan menekan biaya transportasi karena ongkos angkutan massal yang murah. Pengembangan TOD ini selanjutnya akan terkait erat dengan pengembangan sistem angkutan umum kota yang saling terkoneksi satu dengan yang lainnya

Ketiga, penyebaran wilayah pemukiman yang lebih merata hingga ke wilayah-wilayah pendukung Jakarta (sub-urban) seperti wilayah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Keberadaan TOD di wilayah sub-urban ini akan memicu tumbuhnya sebuah "hub" baru yang tentu akan memberi keuntungan finansial tidak hanya bagi pengelola, tapi juga bagi daerah karena kedepannya wilayah ini berpotensi menjadi zona ekonomi yang menguntungkan.

Berdasarkan uraian diatas, salah satu ukuran keberhasilan (key success factor) penerapan konsep TOD ditentukan dari jumlah warga yang tinggal di kawasan ini nantinya, sehingga upaya pemerintah untuk mendorong migrasi masyarakat dari penggunaan kendaraan pribadi ke penggunaan angkutan massal bisa terlaksana secara maksimal.

Untuk bisa mewujudkan hal ini, "objek" yang menjadi segmentasi pasar utama bagi hunian berorientasi TOD seharusnya bersifat lebih regional, yaitu warga yang selama ini beraktifitas di Jakarta dan sekitarnya, baik yang bekerja di sektor formal maupun sektor informal, atau warga yang berpenghasilan di bawah 7 juta maupun yang berpenghasilan diatasnya.

Dari sini jelas terlihat bahwa pengembangan hunian berorientasi TOD yang sesuai dengan tujuan-tujuan penerapannya tidak hanya akan berpengaruh pada penambahan supply unit hunian untuk mengurangi backlog, tapi juga memiliki multiplier-effect yang lebih luas untuk mengatasi masalah-masalah sosial di masyarakat, penataan wilayah Jakarta yang lebih baik dan lebih sehat di masa depan, serta berdampak juga pada pengembangan kawasan lain yang selama ini menjadi pendukung Jakarta.

Peran pemerintah tentu sangat dibutuhkan, salah satu contohnya dengan menjadikan pengembangan TOD ini bagian dari program pemerintah untuk penyediaan public housing, sehingga dimungkinkan penerapan aturan-aturan dan pelaksanaan mekanisme penjualan yang "berpihak", agar bisa maksimal diserap oleh end-user, bukan oleh investor property, dan keberadaan TOD dalam jangka panjang akan bisa berdampak besar bagi sebuah kota.

Tanpa itu semua, pengembangan TOD hanya akan menjual "property value" yang akan mampu memberikan keuntungan finansial yang besar bagi group BUMN, tapi memberikan kontribusi yang tidak signifikan bagi penataan sebuah kota modern.

Pengembangan TOD oleh BUMN

Pertanyaan lainnya yang timbul adalah apakah dimungkinkan, jika berdasarkan analisa bisnis, untuk mewujudkan public housing dengan mengalokasikan porsi kepemilikan unit-unit TOD secara maksimal untuk end-user?

Menurut saya bisa saja.

Sebelumnya, saya akan jabarkan dulu apa yang sudah "lazim" terjadi dalam industri properti, dimana pola hubungan antar BUMN ini biasanya berbentuk kerjasama antara penyedia/pemilik lahan dalam hal ini PT. KAI, dengan pihak pengembang yang dalam hal ini PT. Perumnas (khusus TOD Stasiun Bogor pengembangnya adalah PT. Waskita Karya Realty), walaupun tidak tersedia informasi apapun tentang poin-poin kerjasama diantara mereka yang bisa diakses publik.

Jika kita berbicara tentang harga tanah dalam land development, maka kita tentunya akan melihat peran dan fungsi PT. KAI sebagai pihak penyedia lahan.

Dari sisi PT. KAI, komponen harga tanah hanya menunjukkan "nilai buku", berdasarkan hitungan harga pasar saat ini, bukan menggambarkan jumlah dana yang diinvestasikan, karena proyek pengembangan area TOD ini hanya akan memanfaatkan lahan yang sudah ada dimana pembebasannya dulu dibiayai oleh APBN untuk infrastruktur perkeretaapian.

Pemanfaatan lahan milik PT. KAI ini pun dilaksanakan dalam konteks pemanfaatan ruang vertikal yang akan digunakan untuk area hunian, jadi tidak akan berpengaruh secara langsung pada layanan yang mereka berikan pada pengguna angkutan massal, malah justru memberi nilai tambah yang luar biasa berdasarkan alasan-alasan berikut:

Pertama, PT. KAI bisa menikmati peningkatan pengguna angkutan massal KRL secara signifikan di masa yang akan datang

Kedua, PT. KAI otomatis bisa meningkatkan kualitas layanan transportasi publik karena kerjasama pengembangan TOD ini akan memberikan konsekuensi pada peningkatan fasilitas, berupa peningkatan kapasitas sarana dan prasarana parkir serta terbangunnya komersial area yang lengkap untuk kenyamanan pengguna KRL.

Ketiga, PT. KAI akan mendapatkan pos penghasilan alternatif dari keuntungan penjualan unit-unit hunian, pengelolaan komersial area, dan dari pengelolaan parkir.

Dalam situasi yang serba menguntungkan diatas, seharusnya kolaborasi beberapa BUMN yang saham mayoritasnya dimiliki negara bisa menjadi faktor pembeda, dimana momentum pengembangan TOD ini bisa dimaksimalkan selain merupakan realisasi dari program nasional pembangunan 1 juta unit rumah itu sendiri, juga untuk menjawab kritikan banyak pihak tentang peran pemerintah yang minim dalam membantu merealisasikan public housing yang selama ini terlalu mengandalkan pihak swasta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun