"Ngantor pak.. Saya cuma perlu waktu 45 menit paling lama dari sini ke kantor."
***
Potongan dialog di atas hanyalah ilustrasi, antara Lucy dan direkturnya, John, yang menyajikan sebuah ironi dari apa yang biasa kita saksikan dalam pola hubungan antara direktur dengan para staff, atau atasan dengan bawahan, di mana hal itu biasanya terjadi dalam posisi yang berkebalikan.
Saya bahkan bisa menambahkan cerita tentang pagi yang dialami Lucy di hari itu, pagi yang tidak berbeda dengan pagi-pagi yang lain, tidak dimulai terlalu pagi sebelum ayam berkokok, dengan aktivitas yang juga biasa, tiada satupun terlewatkan, mulai dari membangunkan anak dan suami, membuat sarapan pagi, mandi, dandan, dan kemudian berangkat kerja.
Keseharian Lucy baru di mulai jam 5.30 saat bangun tidur, jam 7 berangkat dari rumah, tiba di starbucks jam 7.05, dan jam 9.00 meeting di kantor.
Mungkin banyak para pekerja level staff di Jakarta akan cemburu dengan "kemewahan" yang dimiliki seorang Lucy, seorang karyawan biasa, yang baru berangkat jam 7 pagi dari "rumah" yang telah berstatus hak milik, untuk menghadiri meeting jam 9.00, dimana 1 jam-nya sudah dihabiskan di starbucks.
Namun, di atas kertas, illustrasi yang digambarkan di atas "mungkin" bisa terjadi dalam beberapa tahun mendatang, seiring dengan mulai direalisasikannya beberapa proyek hunian yang menerapkan konsep Transit Oriented Development (TOD) di Jakarta dan beberapa lokasi di daerah pendukung Jakarta (Bodetabek).
Ide tentang TOD, berdasarkan literatur, sebenarnya sudah lama di ajukan untuk diterapkan pada sebuah kota, agar kota bisa meng-adaptasi perubahan-perubahan yang terjadi dan menciptakan lingkungan yang tetap nyaman untuk di tinggali hingga masa yang akan datang.
Tonggak TOD dijadikan sebagai "perlengkapan standar" bagi perencanaan kota modern sendiri di mulai pada tahun 1993 saat seorang mahasiswa bernama Peter Calthorpe mempublikasikan sebuah jurnal berjudul "The New American Metropolis".
Pada artikelnya, Calthorpe secara umum mendefiniskan TOD sebagai pengembangan "mixed-used community" yang akan mendorong orang untuk tinggal dekat dengan layanan transit angkutan umum dan mulai meninggalkan ketergantungan terhadap penggunaan kendaraan pribadi.
Pada perkembangan selanjutnya, TOD lebih banyak diaplikasikan dalam bentuk konsep pengembangan "mixed-use" area yang terdiri dari area hunian (residential), area komersial, dan juga area perkantoran, yang kemudian diintegrasikan (bisa ditempuh dengan berjalan kaki) dengan moda transportasi massal (Stasiun KRL, LRT, atau MRT).