Mohon tunggu...
Hendri Muhammad
Hendri Muhammad Mohon Tunggu... Wiraswasta - Welcome Green !! Email: Hendri.jb74@gmail.com

... biarlah hanya antara aku dan kau, dan puisi sekedar anjing peliharaan kita

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ruhut di Film "Catatan si Boy"

14 Februari 2014   13:29 Diperbarui: 15 Februari 2022   22:27 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa Ruhut? Begitu pertanyaan banyak orang terkait penunjukannya sebagai Jubir Partai Demokrat oleh SBY. Keputusan ini tentu menuai banyak kritikan termasuk dari internal partai sekali pun.

Alasannya sangat masuk akal; statement-statement ruhut yang kontroversial dianggap kontra-produktif dengan image yang hendak dibangun demokrat untuk meningkatkan elektabilitas partai yang sedang terpuruk. Selain itu, reputasi ‘opportunist’ yang dilekatkan banyak orang terhadap sosoknya, ditambah dengan gaya bicaranya yang keras dan cenderung ‘asal-ngomong’ memberi kesan bahwa Ruhut lebih cocok menjadi preman terminal dibanding jubir partai.

Karakter seorang jubir yang berangasan begini tentu menuai anggapan bahwa SBY telah melakukan blunder besar dalam upayanya menaikkan elektabilitas Demokrat. Tapi, benarkah?

Saya coba memahami langkah SBY ini lewat sebuah analisa ‘iseng’ dengan menganalogikannya lewat teori penokohan dalam sebuah film.

Film yang baik dimulai dari penokohan yang baik, karena berbeda dengan sebuah karya tulisan, film membutuhkan visualisasi lewat karakter tokoh-tokohnya.

Penokohan berhubungan dengan watak/karakter yang dimilki seorang tokoh dalam film dan diperankan oleh aktor dan aktris yang dituntuk untuk bisa masuk atau menjiwai tokoh tersebut. Para pemeran inilah yang bermain dalam membawakan jalan cerita film secara maksimal hingga pesan-pesan yang ingin disampaikan sutradara bisa ditangkap dengan sempurna oleh penonton.

Jika dianalogikan sebagai sebuah film hero, maka SBY tentu memposisikan diri sebagai pemeran utama (tokoh protagonis) yang tengah berhadapan dengan musuh yang jadi lawan-lawan politiknya (tokoh antagonis). Peran protagonis SBY tersebut , seperti di banyak film, didukung oleh tokoh-tokoh lain sebagai peran pembantu yang lazimnya memerankan tokoh dengan karakter yang secara tegas berbeda dengan karakter pemeran utama, bahkan terkadang ekstrim. Tujuannya bukan lain adalah untuk makin mempertegas atau memperkuat karakter ketokohan si pemeran utama untuk memainkan emosi dan menarik simpati penonton.

Sebagai contoh, saya mengangkat satu film yang menjadi sekuel terakhir dari trilogi “The Lord of The Rings” dan menjadi film terhebat dan terdahsyat di millenium ini. Salah satu pemeran utama di sekuel berjudul “The Lord of the Rings: The Return of the King” ini adalah Aragorn (Viggo Mortensen) - putra mahkota Kerajaan Gondor yang dititahkan rakyatnya untuk menduduki takhta kerajaan itu.

Bersama dengan Froddo Baggins (Elijah Wood) di bagian lain film, Aragorn berjuang melawan tokoh jahat Sauron didampingi tokoh-tokoh hebat (peran pembantu) yang berjuang bersamanya. Tokoh-tokoh ini adalah seorang penyihir tua bernama Gandalf (Ian McKellen), Peri Legolas (Orlando Bloom), dan seorang kurcaci gendut, berewokan, dan temperamental bernama Gimli (John Rhys-Davies).

Menariknya, menurut saya, kekuatan karakter pemeran pembantu inilah yang makin mempertegas ketokohan Aragorn dan tentunya seni peran luar biasa yang ditampilkan Viggo Mortensen hingga mampu mengantarkannya menjadi salah satu peraih nominasi OSCAR sebagai aktor terbaik. Bahkan seorang Leila S Chudori yang biasanya ‘jutek’ pada ulasannya di Majalah Tempo begitu habis-habisan memuji acting Viggo hingga kehabisan kata-kata.

Begitu juga yang kita saksikan di film cowboy berjudul “Tombstone”. Bagaimana bisa si tokoh utama Wyatt Earp (Curt Russell) yang seorang sheriff jago tembak, dalam menghadai musuh-musuhnya begitu tergantung pada bantuan koleganya, Doc Holliday (Val Kilmer), yang merupakan seorang penjudi, pemabok, punya gundik seorang pelacur, dan sedang sekarat karena penyakitan. Betapa ekstrim karakter Doc Holliday namun penonton tetap bersimpati pada Wyatt Earp bahkan juga pada sosok Doc sekalipun.

Dalam politik, permainan karakter ala Wyatt – Doc di film “Tombstone” ini mirip dengan penokohan Jokowi – Ahok dimana perbedaan karakter diantara mereka menghasilkan penguatan; bedanya Doc Holliday seorang penjudi, pemabok, dan penyakitan sekaligus, sementara Ahok tidak.

Jadi, kesimpulannya jelas, keputusan SBY mengangkat Ruhut sebagai jubir sangat beralasan jika dikaitkan dengan teori penokohan pada film.

Namun, tetap saja keputusan SBY tersebut beresiko; butuh pemahaman yang mendalam tentang karakter seseorang dan juga kadar loyalitasnya. Jika tidak, ending-nya bisa berujung pada tragedi.

Ingat film “Legend of The Fall”? Film ini menggambarkan perjuangan tokoh utama Alfred Ludlow (Aidan Quinn), seorang pria yang bertanggung jawab yang penuh kehati-hatian, untuk mendapatkan perhatian dan cinta dari keluarganya. Namun ia sama sekali kalah pamor dari sang Adik, Tristan Ludlow (Brad Pitt beneran bukan Pakde Kartono), yang digambarkan sebagai pria urakan, liar, sekaligus cuek abis. Akhir cerita adalah tragedi bagi Alfred dimana ia tidak diakui lagi oleh bapaknya dan diselingkuhi istrinya yang hanya mencintai Tristan.

Menarik mencermati langkah-langkah SBY menyambut Pemilu 2014 yang kian dekat ini. Jika saya menjadi SBY, tentu tokoh Ruhut yang kontroversial akan saya ganti dengan Dede Yusuf. Alasannya juga jelas, Dede lebih mumpuni dalam mengemban amanah SBY karena telah berpengalaman sebelumnya saat memerankan tokoh Andy di film “Catatan si Boy”. Film yang sangat populer di tahun 80-an itu mengisahkan lika-liku kisah cinta Boy (Onky Alexander) dimana semua musuh-musuh Boy akan dihajar Andy dengan kakinya. Satu yang menarik ditunggu jika keputusan SBY didasarkan pada permainan karakter seperti di film ini adalah siapa yang akan ditunjuk SBY untuk memerankan tokoh Emon? Hmm...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun