Arya menjelaskan sedikitnya ada tiga faktor yang melatari semakin mahalnya biaya politik. Pertama, adanya perubahan gaya kampanye dari yang sebelumnya sporadik menjadi berjangka panjang. Kedua, munculnya televisi sebagai medium efektif untuk mempengaruhi pemilih. Ketiga, adanya pergeseran politik yang semakin personal yang berakibat pada pelemahan pendanaan parpol. Pasalnya, semakin personal, semakin orang membutuhkan personal branding dan akan semakin banyak biaya yang dikeluarkan. "Kalau ada yang bilang biaya capres murah, itu mimpi," demikian lanjut Arya.
Dari mana Capres mendapatkan dana untuk pemenangan pemilu?
Dengan nominal dana yang sangat besar, maka diyakini tak ada satu pun pasangan capres-cawapres yang sanggup membiayai kampenyenya sendiri. Para pasangan capres-cawapres itu dituntut untuk mampu menggalang dana pemilu baik dari masyarakat (individu) dan perusahaan (korporasi).
Satu yang menjadi masalah adalah fase demokrasi di Indonesia masih di tahap ‘belajar’ hingga tidak memungkinkan untuk menutupi keseluruhan kebutuhan dana melalui aktifitas fund raising secara terbuka dari masyakarat maupun perusahaan. Bahkan baik Jokowi maupun Prabowo praktis tidak melakukan upaya-upaya fund raising sebagaimana yang dilakukan Barrack Obama di pilpres AS melalui even-even seremonial, telemarketing, ataupun memanfaatkan media online.
Fund raising yang dilakukan capres-cawapres hanya dilaksanakan lewat operasi senyap yang dijalankan dalam kegelapan, seolah-olah publik tidak perlu mengetahui darimana mereka mendapatkan dana, dan mumpung juga regulasi KPU tentang dana kampanye tidak diikuti dengan rancangan sistem yang memadai untuk mengontrol lalu lintas dana pemilu yang tentunya akan melahirkan sinyalemen bahwa calon tersebut berpotensi menerima ’dana siluman’ dari para konglomerat-konglomerat yang yang ingin barter dengan kepentingan-kepentingan mereka.
***
Kembali pada isu cawapres 10 Trilyun diatas, baik pihak PDIP maupun Jokowi sendiri tidak ada yang membenarkan atau membantah isu tersebut. Begitu juga dengan pihak Prabowo yang dilanda isu yang sama terkait gagalnya duet capres-cawapres Prabowo-ARB yang disinyalir akibat tidak tercapainya kesepakatan untuk pembiayaan pemenangan pilpres nanti.
Apa yang terjadi selanjutnya adalah kemunafikan dan pembodohan dari elit-elit politik dengan mengatakan bahwa tidak ada politik transaksional dalam tiap langkah yang mereka lakukan untuk berkoalisi/bekerjasama untuk memenangkan pemilu presiden nanti. Seolah-olah dana trilyunan tersebut hanya dijatuhkan Tuhan dari langit begitu saja.
Sumber:
http://www.rmol.co/read/2013/08/19/122384/Capres-Butuh-7-Triliun-Rayu-70-Juta-Pemilih-
http://forum.detik.com/usung-jk-cawapres-jokowi-mahar-10-t-dahsyat-t946081.html
http://politik.kompasiana.com/2013/03/06/belajar-galang-dana-kampanye-ala-obama-539697.html