Kata orang uang sekarang nilainya semakin kecil. Dulu, berbekal uang seratus ribu rupiah ditangan ke pasar ataupun supermarket akan keluar dengan menenteng berkantong-kantong belanjaan. Namun sekarang, hanya membeli beberapa macam keperluan sehari-hari saja uang seratus ribu rupiah sudah ludes. Itu menandakan bahwa uang kita nilainya semakin kecil seiring dengan semakin tingginya harga barang-barang.
Seringkali bila kita membeli barang dengan membayar atau ‘memecahkan' uang lima puluh ribu atau seratus ribu rupiah, sisanya kembalian seperti lima ribu atau sepuluh ribu sudah tidak ‘terlihat' lagi. Artinya, sisa kembalian berupa uang receh tersebut sudah tak ada arti lagi karena akan gampang ludes dan selanjutnya kita ‘memecahkan' lagi uang lima puluh ribu atau seratus ribu kembali. Begitu seterusnya dan seterusnya.
Teori kebanyakan orang untuk kaya adalah dengan menabung, semua orang pada dasarnya sadar akan hal ini. Namun biasanya, niat menabung memang ada tapi seringkali niat tersebut dikalahkan oleh keinginan kita. Sulit sekali membiasakan diri untuk menyisihkan gaji atau pendapatan kita dua puluh persen misalnya untuk ditabungkan di Bank. Biasanya, setelah menerima gaji atau mendapatkan uang, niat menabung akan hilang seiring timbulnya berbagai keinginan. Membeli baju baru, membeli handphone baru, makan direstoran, jalan-jalan dan segudang keinginan yang menumpuk. Sehingga niat menabung tersebut akan terus terpinggirkan bahkan akhirnya terlupakan.
Nah, bagaimana bila uang ‘pecahan' berupa lima ribu atau sepuluh ribu dari sisa kegiatan belanja tersebut kita tabung dalam sebuah celengan seperti waktu kita kecil dulu, tentu kita tidak akan merasa berat karena keinginan kita tadi ‘tidak menganggap' uang recehan tersebut sehingga kita akan dengan ringan tangan untuk memasukkan uang receh tersebut kedalam celengan.
Coba bayangkan, bila kita setiap hari menabung uang receh sebesar sepuluh ribu maka dalam sebulan kita akan menabung setidaknya tiga ratus ribu rupiah. Bila setahun akan terkumpul sebesar tiga juta enam ratus ribu rupiah, suatu jumlah yang cukup besar bukan? Dan kita tidak merasa berat untuk melakukannya, dikarenakan si ‘keinginan' tadi ‘merestui'. Bayangkan, berapa tahun sudah kita lewati niat menabung tersebut? Bila sepuluh tahun yang lalu mulai kita lakukan, maka sekarang sudah terkumpul tiga puluh enam juta rupiah!
Jangan anggap remeh uang receh, karena bila diakumulasikan maka jumlahnya akan tidak terkira. Bisnis mengumpulkan uang receh seperti bisnis arena permainan layaknya Timezone atau Amazone misalnya adalah mengumpulkan uang recehan dari kita berupa seribu dua ribu dari koin-koin yang kita tukarkan. Dan jangan ditanya berapa besar bisnis mereka dan keuntungan mereka hanya dari mengumpulkan ‘uang receh'. Contoh lainnya, pengamen dan pengemis di jalanan, mereka mengumpulkan uang receh dari kita yang kita anggap 'tidak' ada artinya seperti uang seratus, dua ratus tapi coba tanyakan berapa penghasilan mereka dalam sebulan? Jangan kaget kalau mereka menyebut angka yang lebih besar dari gaji kita sebulan dengan bekerja keras sebagai karyawan walaupun di ruangan berAC dan wangi.
Bagaimana bila kita terapkan cara tersebut dalam niat menabung kita? Nantinya, tanpa terasa akan terkumpul suatu jumlah yang tak akan terbayangkan sebelumnya. Dan pada saatnya tiba, ‘uang receh' tersebut akan berguna buat keperluan-keperluan dalam kehidupan kita. Jangan lupa, bila sudah terkumpul uang receh yang lumayan besar, bukalah satu rekening tabungan khusus yang terpisah dari rekening sehari-hari agar bisa mendapatkan bunga dari Bank bersangkutan. Selamat mencoba.(Hendra Yeo)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H