Mohon tunggu...
Hendra Yeo
Hendra Yeo Mohon Tunggu... profesional -

Sharing Story, Concern, and Idea www.hendrayeo.com www.coneydesign.com www.coneyhoney.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Seteru Menantu dan Mertua

9 November 2013   10:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:24 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap manusia normal pasti mengidamkan memiliki sebuah keluarga yang rukun dan bahagia. Keluarga yang memiliki hubungan yang harmonis antara suami, istri, anak, ayah, ibu, mertua maupun keluarga lainnya. Namun tidak banyak yang beruntung mencapainya, apalagi bila keluarga tersebut terdapat banyak individu didalamnya.

Satu keluarga kecil pun yang terdiri dari suami, istri, anak, orang tua dan mertua saja terdapat banyak potensi konflik yang bisa terjadi. Yang paling sering terjadi adalah konflik antara istri dan mertua ( ibu dari si suami).

Saat suatu pernikahan terjadi, tidak cuma menikahkan seorang pria dengan seorang wanita namun juga terjadi ‘pernikahan’ antara dua keluarga yaitu keluarga si pria dan keluarga si wanita. Itu tidak dapat dipungkiri, walaupun sering kali orang beranggapan bahwa, “Saya hanya menikah denganmu bukan dengan keluargamu!”.
Saya kurang sependapat dengan pernyataan tersebut. Apakah mungkin setelah menikah si suami harus merenggangkan atau bahkan memutuskan hubungan dengan orang tuanya dan begitu pula dengan si istri?

Kalau dalam budaya orang barat sana mungkin hal tersebut tidak mustahil, namun kita yang masih memegang budaya timur rasanya tidak mungkin. Yang paling sering terjadi adalah si suami yang harus ‘agak’ merenggangkan hubungan dengan orang tuanya, sebaliknya si istri tetap selalu berhubungan dengan orang tuanya sendiri. Adilkah bagi suami? Benarkah tindakan seorang istri yang ‘memaksakan’ suami ‘agak melupakan’ orang tuanya sendiri? Bagaimana bila terjadi sebaliknya, si suami yang meminta si istri ‘melupakan’ orang tuanya? Rasanya tidak adil bagi salah satu pihak.

Nyatanya yang sering terjadi adalah alternatif pertama yaitu sang istri yang ‘memaksa’ suami ‘menjauhi’ orang tuanya. Seteru antara menantu (istri) dengan ibu mertua paling sering terjadi dalam suatu keluarga baru. Apalagi bila mereka tinggal bersama dalam satu rumah. Istri merasa dialah yang paling berhak dalam mengatur rumah tangga, sedangkan mertua merasa dia lebih banyak pengalaman dan itu adalah rumah anaknya serta merasa dialah yang paling tahu mengenai anaknya sehingga dalam satu rumah terdapat dua ratu yang saling bertentangan.

Konflik yang terjadi biasanya dari hal-hal sepele dalam kehidupan sehari-hari. Seteru menantu dengan ibu mertua tak luput menimpa pasangan yang tidak tinggal serumah dengan orang tuanya. Pisah rumah tidak menjamin sebuah rumah tangga tidak menghadapi masalah seperti ini. Apalagi bila ibu dari si istri ikut ‘mendukung’ tindakan anaknya sehingga si istri lebih merasa yakin akan pendiriannya. Tak jarang pernyataan-pernyataan ibu si istri ikut memperkeruh suasana.

Sebenarnya seteru yang klasik ini bisa dimaklumi. Seorang menantu yang notabene tidak dibesarkan oleh mertuanya tentulah mempunyai pandangan-pandangan yang berbeda sehingga silang pendapat seringkali terjadi. Bahkan kadang seorang anak yang telah dibesarkan sekian puluh tahun hingga dia dewasapun masih sering terlibat konflik dan perbedaan pendapat dengan orang tuanya sendiri.

Seteru yang terjadi bisa dikurangi bila kedua belah pihak mau memahami perbedaan-perbedaan tersebut dan masing-masing sedikit mengalah dan bertoleransi terhadap tindakan masing-masing. Bukankah masing-masing mempunyai tujuan yang sama? Si istri ingin membahagiakan suaminya, sedangkan si mertua ingin membahagiakan anaknya. Hal ini yang perlu diresapi dan disadari.

Betapa bahagianya bila sebuah keluarga bisa saling berinteraksi dengan baik dengan harmonis. Suami, istri, anak, orang tua suami dan orang tua istri bisa berkumpul bersama, bercengkerama dengan akrabnya, bersama mendukung dan mengisi kehidupan keluarga anak-anak mereka, betapa indahnya. Keluarga inti yang harmonis pun sudah sangat membahagiakan apalagi bila kedua keluarga besar lainnya pun turut saling mengakrabkan diri. Bila Anda termasuk menantu dan mertua yang harmonis, luar biasa untuk Anda berdua. Berbahagialah bila Anda termasuk orang-orang yang beruntung memiliki keluarga yang harmonis, peliharalah itu.(Hendra Yeo)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun