konten kreatornya, banyak sekali konten kreator di Facebook yang muncul bagaikan jamur di musim hujan.Â
Sejak  Meta mengeluarkan kebijakan dengan memberikan monetisasi kepada paraKebanyakan dari mereka berasal dari kalangan emak-emak. Jujur saja, kemunculan emak-emak sebagai konten kreator yang membanjiri halaman Facebook dan merusak algoritma membuat saya sedikit kesal.
Bukan tanpa alasan sebenarnya. Saya agak risih karena kebanyakan mereka sering menandai video-video mereka ke akun Facebook orang-orang yang berteman dengan mereka hingga menggunakan tanda sorotan yang dapat menandai secara otomatis semua orang yang berinteraksi dengan mereka.
Tidak sampai di situ, berkaitan dengan konten yang mereka buat sungguh sangat di luar nalar. Mereka hanya fokus mengejar jam tayang agar dapat monetisasi.Â
Semakin banyak penonton di video mereka, maka akan semakin banyak penghasilan yang akan mereka dapatkan atau biasa bunda-bunda di Facebook menyebutnya "Mengejar Dolar". Ini dikarenakan pembayaran di Meta menggunakan mata uang dolar Amerika.
Hanya karena ingin mengejar jumlah penonton, mengakibatkan konten yang mereka hasilkan tidak punya kualitas. Asal buat, rekam terus upload. Padahal sejatinya konten kreator bukan sekedar mencari viral dan popularitas semata, namun memiliki dampak untuk orang lain dengan menghadirkan tontonan yang berkualitas.Â
Saya telah melakukan riset sederhana dengan menonton konten-konten mereka. Kebanyakan konten yang dibuat adalah konten a day in my life atau konten keseharian mereka hingga konten random yang tidak jelas arah tujuannya.Â
Konten a day in my life sebenarnya tidak masalah. Akan tetapi, perlu diingat bahwa jangan sampai konten yang dibuat malah menyampaikan informasi pribadi yang bisa digunakan oleh orang yang tidak bertangung jawab untuk kelancaran aksi kejahatan mereka.Â
Para pelaku kejahatan bisa memanfaatkan hal ini dengan melihat konten-konten yang dibagikan. Lalu, mereka akan mendapatkan informasi pribadi yang bisa disalahgunakan.Â
Konten a day in my life juga sering kali membagikan keseharian anak. Bagi saya, publikasikanlah yang sewajarnya. Jangan sampai si anak merasa tidak nyaman karena anak juga memiliki privasi.
Sekalipun anak sendiri, namun harus tetap menjaga privasi mereka. Jangan sampai meninggalkan  kesan yang buruk bagi anak tersebut saat mereka beranjak dewasa karena bisa menjadi jejak digital di saat mereka sudah besar.