Hal ini melalui Penetapan Pemerintah No.2/OEM-1946 tentang hari-hari raya umat beragama, termasuk perayaan Imlek.
Dimana pada Pasal 4 ditetapkan 4 hari raya orang Tionghoa yaitu Tahun Baru Imlek, hari wafatnya Khonghucu (tanggal 18 bulan 2 Imlek), Ceng Beng dan hari lahirnya Khonghucu (tanggal 27 bulan 2 Imlek).
Pada masa kepemimpinan Soeharto perayaan Imlek sempat tidak dijadikan perayaan Nasional. Melalui Instruksi Presiden (Inpres) No.14/1967 tentang Pembatasan Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina yang dikeluarkan oleh Presiden Soeharto pada 6 Desember 1967.
Dalam intruksi tersebut ditetapkan bawa seluruh Upacara Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Tionghoa hanya dirayakan di dalam lingkungan keluarga dan dalam ruangan tertutup. Sekitar hampir 32 tahun perayaan Imlek dan lainnya oleh masyarakat Tionghoa di  Indonesia hanya dirayakan secara tertutup.
Berganti pemimpin di Indonesia maka berganti juga kebijakan, terkait Imlek di masa Abdurrahman Wahid (Gis Dur) dikeluarnya Keppres No.6/2000 tentang pencabutan Inpres No.14/1967.
Lewat keputusan tersebut membuat masyarakat Tionghoa diberi kebebasan untuk menganut agama, kepercayaan serta adat istiadat. Selain itu mereka bisa merayakan upacara-uoacara keagamaan seperti Imlek,Cap Go Meh dan sebagainya secara terbuka.
Kemudian ditanggal 19 Januari 2001, Menteri Agama Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan No.13/2001 mengenai penetapan Hari Raya Imlek sebagai Hari Libur Nasional Fakultatif.
Ketika Megawati Soekarno Putri berkuasa menggantikan Gusdur, ditetapkanlah oleh Presiden Megawati Soekarno putri melalui Keppres Nomor 19 Tahun 2002 dimana Imlek sebagai hari Libur Nasional. Sejak itulah hingga saat ini setiap kali perayaan imlek maka akan ada Hari Libur Nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H