Mohon tunggu...
Hendra Wattimena
Hendra Wattimena Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Puisi | Perencanaan Wilayah | Politik | Olahraga | Isu Terkini

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Anarkis dalam Demonstrasi Apakah Harus Dibenarkan?

10 April 2022   21:29 Diperbarui: 12 April 2022   06:59 1064
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai seorang mahasiswa, saya agak sedikit jengkel setiap ada demonstrasi di kampus atau di jalanan. Lantaran sangat menganggu dengan asap pekat dari ban mobil yang dibakar dan aksi corat coret pada fasilitas umum seperti jalan dan tembok-tembok.

Apalagi ditambah dengan aksi anarkis massa yang membuat jalan macet, sungguh sangat meresahkan bukan? Apalagi buat kalian yang sedang buru-buru ke kampus atau bagi para pegawai yang hendak ke kantoran tiba-tiba di jalan terhenti karena ada segerombolan mahasiswa melakukan aksinya.

Menyampaikan pendapat di depan umum baik lisan maupun tulisan itu jelas diamanatkan oleh Undang-Undang, setiap orang boleh melakukannya. Namun, sangat disayangkan jika maksud yang baik harus disampaikan dengan cara-cara yang salah dan tidak bermoral layaknya orang  tidak perpendidikan.

Ada beberapa hal yang perlu saya kritisi untuk para aktivis mahasiswa yang sudah berani turun ke jalan tetapi cara mereka menyampaikan pendapat mereka dengan cara-cara yang tidak mencerminkan seorang mahasiswa.

Pertama, sebelum melakukan aksi demonstrasi ada baiknya melakukan kajian yang mendalam terlebih dahulu, banyak baca, banyak diskusi dengan para dosen-dosen yang lebih paham permasalahan atau diskusi bersama senior-senior. Kemudian, kalian lakukan analisis secara baik dan matang. Setelah itu, barulah turun ke jalan menyuarakan apa yang ingin anda suarakan. Jangan sampai ketika ditanya malah tidak tahu apa yang ingin disampaikan. Hanya sekedar ingin gaya-gayaan di depan publik mencari simpati banyak orang agar dibilang keren dan membela rakyat kecil. Namun sayangnya, tidak mampu memahami tuntutan yang sedang disuarakan.

Saya paham, masa-masa kita sebagai mahasiswa adalah masa di mana kita mencari jati diri. Kebanyakan aktivis yang berlagak di depan umum agar ingin mendapatkan simpati dari para politisi yang oposisi terhadap pemerintah atau dari pemerintah sendiri. Mereka kebanyakan mencari panggung agar dikenal banyak orang. Namun mirisnya, ketika sudah dekat dengan kekuasaan mereka akan diam dan bungkam seribu bahasa.

Ada aktivis yang dulunya aktif mengkritisi pemerintah. Tetapi, saat dia sudah dekat dengan lingkaran tersebut maka sikapnya akan berbalik 360 derajat. Ia akan membela pemerintah dengan begitu lantangnya atau malah diam tidak ingin lagi mengkritisi malah memilih menjadi penjilat.

Kedua, jangan ikut-ikutan ketika diajak teman berdemo. Jangan demi instastory agar terlihat eksis ehh, malah tidak tahu apa yang sebenarnya sedang diperjuangkan lantaran melihat selebaran kemudian mau ikut-ikutan turun ke jalan yang penting meramaikan. Tidak peduli mau tahu atau tidaknya itu persoalan belakangan.

Kalian adalah orang berintelektul. Jika ingin turun ke jalan, harus pahami dulu apa yang akan menjadi tuntutan. Banyak baca biar saat turun dan ditanya bisa tahu. Jangan cuman menang bacot yang malah lari dari konteks yang ada.

Ketiga, jangan anarkis saat berdemo. Jujur, banyak masyarakat sangat takut ketika mahasiswa atau ada orang yang berdemo di jalanan. Sudah menggangu lalu lintas, ditambah bakar ban, membuat suasana makin memanas. Apalagi ditambah dengan saling lempar batu. Katanya memperjuangkan hak masyarakat kecil, eh malah merugikan mereka.

Coba sampaikan aspirasi secara bijak dan baik-baik tidak usah pakai kekerasan segala. Tidak usah merusak fasilitas yang ada. Jika demonstrasi dilakukan dengan cara-cara yang baik, maka sudah tentu masyarakat akan sangat nyaman berjalan dan tidak ada yang merasa terganggu. Jika ingin demo, yah silahkan langsung saja ke instansi terkait. Jangan sampai ingin demo permasalahan Undang-Undang malah berteriak di jalan raya. Silahkan menuju gedung DPR, lalu berteriak keras di sana, bukan malah menambah kebisingan di tempat umum. Dalam berdemo, jangan sampai merugikan rakyat kecil. Ingat itu!

Keempat, stop vandalisme ketika demonstrasi kemudian melakukan coret-coret dengan piloks atau cat pada fasilitas umum! Itu menunjukkan kebodohan kalian sebagai mahasiswa, terlalu dangkal pikiran kalian untuk apa dicoret-coret. Apakah kalian melihat keindahan jika tembok yang bagus dicoret dengan tulisan-tulisan yang tidak bermoral? Kalau mahasiswa, coba dong kritik dengan karya, misalnya buat mural pada media digital kemudian publikasi di media sosial sebagai bahan provokasi atas tuntutan yang ingin kalian sampaikan. Silahkan buat kajian, lalu buat dalam bentuk tulisan maupun video kemudian dibagikan biar masyarakat mengerti dan mendukung apa yang kalian perjuangkan. Jangan malah bikin rusuh, tidak kreatif sama sekali.

Kelima, usahakan rajin kuliah. Para aktifis kebanyakan malas berkuliah, jarang masuk kelas dan tidak lulus-lulus kuliah. Jadi gini, saya ingin jelaskan. Kalau kalian keras di jalan, setidaknya perlu juga jelas di kelas. Jangan sampai apa yang kalian teriak di jalan hanya omong kosong belakang. Mau perjuangkan nasib banyak orang? Hei, perjuangkan dulu nasib kalian. Cepat sana wisuda! Otak aktivis itu perlu cerdas, harus ada karya dan bukti yang jelas biar ketika kalian berteriak keras suara kalian didengar karena memang berkualitas.

Menjadi seorang aktivis, harus cerdas biar tidak ditertawakan oleh orang-orang. Masa kalian sok keras mengkritisi pemerintah, malah IPK-nya dibawa standar. Mendingan diam deh daripada bersuara makin dibuat pusing.

Kalau jadi aktivis yang hebat, kalian juga harus melahirkan karya yang hebat. Coba ciptakan terobosan, karya dan gagasan sesuai dengan bidang ilmu kalian. Itu baru namanya aktivis mahasiswa yang hebat. Saya salah satu orang yang tidak akan pernah mendengar bacotan orang yang belum punya hasil apa-apa. Jika ada aktifis yang banyak bacotnya, namun kuliahnya tidak jelas mending tutup telinga atau pergi dari situ. Tidak usah dengar bacotan mereka.

Apa yang kalian teriakan harus juga sesuai dengan kualitas otak dan akademik kalian. Jangan banyak bacot namun malas masuk di kelas dan kerjanya cuman titip absen. Kalian sama saja dengan para anggota dewan dan para koruptor yang malas bekerja. Kerjanya hanya pencitraan di media-media.

Hei, sadar! Apakah kalian mau mendengar aktivis yang modelnya seperti itu? Sudah tidak lulus-lulus kuliah, baru banyak bacotnya.

Aktivis sejati harus berkualitas dan berintegritas. Bukan modal suara keras, tapi otak kosong dan tidak ada karya yang jelas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun