Di era digital, tantangan untuk menulis semakin kompleks. Mahasiswa tidak hanya menghadapi godaan distraksi dari media sosial, tetapi juga tantangan dalam menemukan waktu dan tempat yang tepat untuk menulis. Dengan banyaknya tugas akademik dan kegiatan non-akademik, mahasiswa sering kali merasa terbebani dan kelelahan. Proses menulis yang membutuhkan fokus dan konsentrasi tinggi menjadi sulit dilakukan di tengah rutinitas yang padat.
Selain itu, di era yang penuh dengan informasi digital, selain Main di media, Game sangat meningkat popularitasnya di kalangan anak muda, selain itu ada juga kecenderungan untuk memproduksi konten yang lebih mengikuti tren ketimbang mendalam dan reflektif. Karya tulis, yang seharusnya berfungsi sebagai sarana untuk mendalami sebuah topik dan menawarkan analisis yang berharga, sering kali terpinggirkan oleh konten yang lebih bersifat viral dan menghibur.
5. Perubahan Gaya Komunikasi
  Gaya komunikasi mahasiswa juga telah berubah. Dulu, menulis adalah bentuk utama ekspresi gagasan intelektual. Kini, mahasiswa lebih sering berkomunikasi melalui bentuk visual atau audio, seperti podcast, vlog, atau meme. Sementara inovasi-inovasi ini membawa bentuk kreativitas baru, ada kekhawatiran bahwa pergeseran ke media ini mengurangi kesempatan untuk melakukan refleksi mendalam yang biasanya ditawarkan oleh proses menulis.
Karya tulis membutuhkan waktu, kesabaran, dan kemampuan untuk merumuskan ide secara terstruktur. Namun, di era di mana segala sesuatunya bergerak cepat, proses berpikir dan menulis yang lambat ini dianggap tidak efektif. Akibatnya, mahasiswa cenderung menghindari penulisan artikel atau esai yang panjang, dan lebih memilih format komunikasi yang lebih sederhana dan langsung.
Menulis adalah caraku berteriak Dari kejauhan, Agar jarak tak dapat membuatmu Tuli ( Hendrazes )
6. Peran Dosen dan Institusi
   Dosen dan institusi pendidikan memiliki peran penting dalam menghidupkan kembali semangat menulis di kalangan mahasiswa. Di tengah pergeseran preferensi mahasiswa terhadap media digital, dosen perlu menekankan pentingnya keterampilan menulis sebagai bagian integral dari perkembangan intelektual dan profesional mahasiswa. Karya tulis bukan hanya alat untuk mengekspresikan pemikiran, tetapi juga sarana untuk membentuk kemampuan berpikir kritis, analitis, dan solutif.
Institusi juga bisa memberikan insentif atau platform bagi mahasiswa yang aktif menulis. Misalnya, lomba menulis, publikasi online kampus, atau penyelenggaraan seminar yang mengundang mahasiswa untuk menyampaikan opini mereka dalam bentuk tulisan. Dengan menyediakan ruang dan penghargaan untuk karya tulis, kampus bisa mendorong mahasiswa untuk lebih aktif berkarya lewat tulisan.
Kesimpulan
Fenomena semakin terabaikannya karya tulis di kalangan mahasiswa adalah hasil dari kombinasi berbagai faktor, mulai dari perubahan budaya komunikasi, dominasi media digital, hingga kurangnya dukungan dari institusi pendidikan. Namun, di balik tantangan ini, ada peluang besar untuk menghidupkan kembali tradisi menulis yang kaya dan bermakna.