Mohon tunggu...
Hendra Halomoan Sipayung
Hendra Halomoan Sipayung Mohon Tunggu... Penulis dan konsultan pencitraan -

Saya adalah seorang penulis buku, ghostwriter, marketing online, personal brand consultant. Tinggal di Depok dan bekerja di daerah Ragunan, Jakarta Selatan. Saya bisa dihubungi di nomor 085925077652..Situs: http://konsultasimenulisbuku.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rusdy Mastura: Cokelat Sesungguhnya Getir

16 Juli 2015   14:12 Diperbarui: 16 Juli 2015   14:21 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Cokelat Belgia kadang terasa getir oleh karena buku ini"][/caption]

Tidak banyak pemimpin daerah yang bersedia membagikan pemikirannya kepada khalayak luas. Namun tidak bagi Walikota Palu. Di akhir masa jabatannya Pemimpin kota Palu selama 2 periode hendak membagikan apa yang ada di benaknya bagi Indonesia.

Namun, Rusdy Mastura tidak menuliskan tentang cara menata kota dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 9,6 persen pada tahun 2014 yang lalu. Atau pengalamannya menarik lebih banyak investor ke kota Palu sehingga berdampak pada menjamurnya hotel-hotel megah di sana. Melainkan insprasi terkait kakao sebagaimana ia tuangkan di bukunya yang berjudul “Menikmati Cokelat Belgia dengan Visi Baru” yang diterbitkan Grasindo, grup penerbit Gramedia, Jakarta.

Aneh tentunya. Seorang pengelola kota membicarakan perkebunan yang identik dengan wilayah penyangga atau pedesaan. Ternyata buku ini cermin kecintaan mendalam sang penulis terhadap komoditas yang telah menghidupi jutaan orang di Sulawesi Tengah. Ia memiliki kelekatan emosional dengan komoditas yang telah ada di Sulawesi selama puluhan tahun. Jadi dalam konteks buku ini Rusdy tidak sekedar memposisikan diri sebagai pemimpin Kota Palu melainkan sebagai warga Provinsi sentra pengembangan kakao di Indonesia.

Dalam buku ini penulis mencoba membenturkan pengalaman menikmati sebatang cokelat Belgia dengan menyaksikan kehidupan para petani kakao di Sulawesi. Ia lalu menggambarkan dengan cerdas bagaimana cokelat dan kakao, yang saling berkaitan, menjadi simbol dari 2 dunia yang berbeda. Cokelat identik dengan kemewahan, kebersihan, kalangan elite dan perusahaan kelas atas. Sementara kakao berkaitan dengan kemiskinan, kebodohan dan ketidakberadaban.

Ia hendak membongkar paradigma tersebut, sembari memberikan alasan kepada pembaca untuk bangga dengan kakao. Tanpa kakao, tulisnya, tidak ada sebatang cokelat yang lezat. Tanpa biji kakao maka mustahil akan ada megabisnis makanan. Tanpa petani kakao tidak ada budaya elite.

Namun dalam buku ini walikota Palu tidak hanya mengajak pembaca untuk sekedar, cinta dan bangga namun turut serta untuk mendukung maupun membangun dunia percokelatan yang membuat pembuat cokelat, petani dan penikmat cokelat sama-sama tersenyum. Ia adanya mimpinya yang ia harapkan bisa ia wujudkan suatu hari nanti.

Buku ini dikemas dengan gaya penulisan populer, jenaka dengan ilustrasi yang sangat kaya dan berwawasan. Sebuah karya hebat yang memperkaya daftar “buku-buku perlu dibaca” di Indonesia. Buku ini wajib dibaca siapapun khususnya Anda penikmat cokelat, karena buku ini akan membeberkan sisi lain dari kelezatan dari sebatang cokelat yang sesungguhnya mengandung peluh dan spirit petani. Sehingga Anda seharusnya bangga, tidak hanya kepada para pembuat cokelat, namun juga para petani yang telah berjuang untuk memastikan makanan yang dicintai di dunia tetap ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun