Mohon tunggu...
Yan Marhendra Putra
Yan Marhendra Putra Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Saya seorang yang supel dan pekerja keras

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Pecel Khas Nganjuk: Emang Beneran Ada?

17 Mei 2024   12:00 Diperbarui: 17 Mei 2024   12:03 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foodie. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketika mendengar kata “pecel”, pikiran kita mungkin langsung terbang ke Madiun, Kediri, atau Blitar. Namun, siapa sangka di tengah hiruk-pikuk Surabaya, tepatnya di sekitaran kampus ITS, tersembunyi sebuah keajaiban kuliner yang tak banyak diketahui: nasi pecel khas Nganjuk.

Sebagai seorang mahasiswa UNAIR, penemuan ini bukan sekadar soal selera, tapi juga tentang identitas dan kebanggaan regional. Nasi pecel, yang biasanya identik dengan beberapa daerah di Jawa Timur, kini hadir dengan label “khas Nganjuk” di kota pelajar ini. Pertanyaannya, apakah ini sekadar klaim atau ada keistimewaan yang membedakannya?

Warung nasi pecel ini bukanlah tempat mewah; ia adalah surga bagi anak kos yang mencari makanan murah meriah. Dengan harga 8 ribu rupiah, kita sudah bisa mendapatkan porsi nasi pecel lengkap dengan sayur, tempe, dan peyek yang renyah. Ini adalah tawaran yang sulit ditolak, terutama jika dibandingkan dengan harga pasaran nasi pecel di Surabaya yang berkisar 10 ribuan.

Namun, apa yang membuat nasi pecel ini berbeda? Menurut beberapa sumber, nasi pecel khas Nganjuk memiliki cita rasa yang sangat pedas, bahkan ada yang menyebutnya dengan sego pecel bledek. Sambal pecelnya yang terbuat dari kacang tanah digoreng lalu dihaluskan dengan bumbu-bumbu khas, memberikan sensasi pedas yang menggigit. Tidak heran jika banyak yang ketagihan.

Dalam setiap suapan nasi pecel khas Nganjuk, terkandung lebih dari sekadar bumbu dan rempah. Ada filosofi kebersamaan dan kerendahan hati yang terjalin dalam tradisi pembuatannya. Pecel bukan hanya makanan rakyat, tapi juga simbol dari kesederhanaan yang mengenyangkan. Di Nganjuk, pecel bukan sekadar lauk, melainkan sajian utama yang menggambarkan keramahan dan kehangatan masyarakatnya.

Pecel Nganjuk mungkin belum setenar saudara-saudaranya dari Madiun atau Kediri, namun ia memiliki sejarah yang kaya dan unik. Berasal dari kota yang terkenal dengan kebun-kebun kacang tanahnya, pecel Nganjuk mengambil keuntungan dari bahan lokal yang segar untuk menciptakan sambal pecel yang tidak hanya pedas tapi juga kaya rasa. Resep ini telah diwariskan turun-temurun, menjadi bagian dari warisan budaya Nganjuk.

Saat nasi pecel khas Nganjuk menyeberang ke Surabaya, ia membawa serta pertanyaan tentang identitas lokal dalam era globalisasi. Apakah kita sedang menyaksikan homogenisasi kuliner, atau justru perayaan keanekaragaman? Dalam piring pecel tersebut, terdapat dialog antara tradisi dan modernitas, antara keaslian dan adaptasi.

Fenomena nasi pecel khas Nganjuk di Surabaya juga mencerminkan dinamika ekonomi kuliner yang berubah. Dengan harga yang terjangkau dan rasa yang autentik, pecel ini menjadi bukti bahwa inovasi dan kreativitas bisa berjalan seiring dengan keberlanjutan budaya. Ini adalah contoh nyata dari bagaimana pasar lokal dapat berkembang dan bersaing dengan tren kuliner global.

Keberadaan pecel Nganjuk di Surabaya juga menandakan pertumbuhan ekonomi kreatif di bidang kuliner. Dengan memanfaatkan bahan-bahan lokal dan resep tradisional, para pelaku usaha kuliner di Nganjuk telah berhasil menciptakan nilai tambah dan membuka peluang ekonomi baru. Ini adalah bukti bahwa kearifan lokal dan inovasi dapat berjalan beriringan, memberikan kontribusi pada keberlanjutan ekonomi daerah.

Penyebaran pecel Nganjuk ke Surabaya bukan hanya fenomena kuliner, tapi juga cerminan dari mobilitas sosial dan budaya. Ini menunjukkan bagaimana makanan dapat menjadi jembatan antara berbagai komunitas, memperkenalkan dan mengintegrasikan tradisi baru ke dalam kain sosial yang lebih luas. Pecel Nganjuk di Surabaya menjadi simbol dari keragaman dan inklusivitas, menawarkan rasa kampung halaman bagi para perantau dan pengalaman baru bagi penduduk lokal.

Keberadaan nasi pecel khas Nganjuk di Surabaya juga menimbulkan pertanyaan tentang identitas lokal dalam era globalisasi. Apakah kita sedang menyaksikan homogenisasi kuliner, atau justru perayaan keanekaragaman? Dalam piring pecel tersebut, terdapat dialog antara tradisi dan modernitas, antara keaslian dan adaptasi. Pecel Nganjuk menjadi cerminan dari dinamika sosial, ekonomi, dan budaya yang terus bergerak dan beradaptasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun