Mohon tunggu...
Hendra Purnama
Hendra Purnama Mohon Tunggu... Freelancer - Seniman yang diakui negara

Penulis yang tidak idealis, hobi menyikat gigi dan bernapas, pendukung tim sepakbola gurem

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Lima Film Indonesia Tahun 80-an yang Sebaiknya Dibuat Ulang

18 November 2022   06:30 Diperbarui: 18 November 2022   18:13 1227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Remake, atau membuat ulang sebuah film sudah jamak terjadi di industri film, termasuk di Indonesia; yang sekarang lagi anget-angetnya, masih banyak netizen yang bahas antara lain Miracle In Cell No.7 (Hanung Bramantyo, 2022) hasil adaptasi film Korea karya sutradara Lee Hwan Kyung, dan Noktah Merah perkawinan (Sabrina Rochelle, 2022) hasil remake dari sinetron lawas yang pasti digandrungi ibu atau nenek kita. Ini belum menyebut salah satu masterpiece-nya Joko Anwar, Pengabdi Setan (2017) yang juga remake dari film berjudul sama karya Sisworo Gautama Putra yang rilis tahun 1982. Selain itu, masih banyak lah film-film adaptasi lain, tinggal ketik di Google, pasti keluar semua.

Keputusan me-remake sebuah film bisa karena berbagai hal, Gangsar Sukrisno bilang, strategi tersebut berkaitan dengan menekan biaya promosi. Lantaran produk yang akan dilempar ke pasar relatif telah dikenal publik sebelumnya. Kalau kata Ernest Prakasa, salah satu keuntungannya adalah film tersebut sudah memiliki captive market sendiri, “Minimal sudah ada yang nungguin filmnya ketimbang menyodorkan sesuatu yang baru, yang masih asing.” Kata Ernest.

Captive Market? Makanan apa itu? Jadi captive market atau pasar khusus adalah istilah yang mengacu pada kondisi dimana terjadi hubungan emosional yang cukup kuat antara konsumen dengan produsen. Hal ini bisa timbul karena kesamaan ideologis, kesamaan geografis, kesamaan selera, dll. Pokoknya kesamaan. Biasanya kalau dua orang punya banyak kesamaan bertemu, kan bisa langsung jodoh. Begitulah kurang lebih contoh serampangan dari kenapa sebuah film sampai dibuat ulang. Selain unsur memanfaatkan momentum, ada juga unsur memanfaatkan kesamaan ideologis dan selera antara penonton film sebelumnya dan kemungkinan penonton saat ini.

Nah, berangkat dari pemahaman itu, saya iseng buka-buka katalog film Indonesia periode 1926-2007 yang disusun oleh JB Kristanto. Ternyata di sana ada banyak film yang ceritanya unik, bahkan beberapa saya rasa terlalu “maju” untuk era-era jadul. Di sini saya ambil lima film saja dari era 80-an. Kelima film ini dipilih karena saya nilai cocok dengan selera penonton sekarang, atau bahkan bisa dibuat lebih dahsyat lagi dengan teknologi masa kini.

Film-film tersebut antara lain:

 

#1 Bawalah Aku Pergi (1981)

Film karya sutradara MT Risyaf ini bercerita tentang seorang penulis novel bernama Rauf yang melakukan perjalanan ke Vietnam dan Singapura setelah patah hati akibat cintanya ditolak. Soalnya, orang tua si kecengannya itu merasa hidup seorang penulis tidak punya masa depan (duh!). Di Singapura, ternyata Rauf ketemu pemain gitar cantik bernama Kartika. Dia anak dari seorang profesor sastra gitu deh. Singkat cerita, Rauf dan Kartika jatuh cinta. Awalnya cinta itu tidak direstui oleh si profesor, tapi akhirnya dia luluh setelah membaca novel terbaru Rauf yang diberikan pada Kartika. (Gampang banget ya meluluhkan hati camer? Tinggal kasih novel)

Kalau diperhatikan, ini cerita cukup unik, apalagi karakter tokoh seorang novelis agak jarang diangkat jadi film. Lalu dia juga harus pergi ke beberapa negara, bahkan ada cerita Rauf sampai terlibat konflik perang Vietnam dan kehilangan sahabat baiknya. Akan banyak drama yang bisa dinikmati, dan syuting di beberapa negara sepertinya bukan masalah besar di jaman sekarang, malah bisa jadi nilai plus.

Tentang apakah filmnya mau “disesuaikan” dengan kultur masa kini atau plek-plek begitu saja dijiplak seperti apa adanya, itu terserah produser dan sutradara. Yang pasti saya menilai film ini punya konflik yang menarik 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun