Mohon tunggu...
Hendra
Hendra Mohon Tunggu... Penulis - Clear thinking equals clear writing

Lahir dan besar di Jakarta. Topik tulisan: mengatur keuangan pribadi, kehidupan di Australia dan filosofi hidup sederhana. Saat ini bermukim di Sydney.

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Artikel Utama

Pelajaran Mengasuh Bayi dari Australia

12 Februari 2014   18:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:53 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_322224" align="aligncenter" width="800" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

Tanggal 26 Januari kemarin anak pertama kami lahir di Sydney. Kami berdua sama-sama tidak tahu bagaimana mengasuh bayi dengan tepat. Orang tua, mertua dan beberapa teman memberi nasehat berdasarkan kebiasaan-kebiasaan dan kepercayaan turun temurun. Berhubung putri kami lahir prematur, rasanya jauh lebih riskan ‘percaya’ begitu saja nasehat-nasehat tersebut meskipun saya 100% yakin maksudnya baik.

Di Australia melahirkan di RS publik memang bebas biaya bagi warga negara dan pemegang PR (dibayar lewat Medicare) namun kebanyakan orang masih memilih melahirkan di RS swasta yang notabene berarti harus mengambil polis asuransi kesehatan (private insurance) karena biayanya mahal bila membayar dari kocek sendiri. Dari segi kualitas RS publik dan swasta kurang lebih sama dalam arti minimum ibu dan bayi keluar dari RS dengan selamat. Perbedaan mencoloknya terletak pada perhatian individu dokter dan perawat kepada pasien dan berbagai fasilitas seperti workshop seputar ASI, menidurkan, memandikan bayi secara aman dsb.

Lewat tanya jawab dengan perawat, dokter dan workshoplah saya baru melihat bahwa beberapa nasehat yang selama ini saya dengar tidak memiliki dasar ilmiah. Tujuan tulisan ini hanya berbagi dan pengingat untuk diri sendiri pelajaran seputar mengasuh bayi dari RS.

Mitos Produksi ASI dan Fungsi Susu Formula Sesungguhnya

Biar ASI banyak harus banyak minum susu

“Minum susu formula biar bayinya pintar”

Dua nasehat diatas saya bawa ke dokter, jawabannya itu hanya mitos. Banyak sedikitnya ASI tidak ada kaitannya dengan apa yang ibu makan ketika menyusui.  Juga tidak ada hubungannya dengan besar kecilnya payudara. Payudara sebagian besar terdiri dari lemak, kelenjar susu dibawah putinglah yang berperan menghasilkan ASI. Dokter hanya menyarankan ibu menyusui agar mengkonsumsi makanan sehat.

Mengingat pentingya ASI bagi pertumbuhan bayi, bagaimana caranya meningkatkan produksi ASI?

Menyusuilah sesering mungkin baik lewat pompa (expressing) maupun menetek langsung. Payudara ibu memproduksi ASI dalam merespon isapan bayi. Semakin banyak ASI yang dihisap, semakin banyak ASI yang diproduksi. Tentu saja dalam prakteknya butuh kerja keras (6-8 menyusui/pompa dalam sehari). Perlu waktu 2 minggu bagi istri saya meningkatkan produksi ASI dari 10 mil menjadi 40 mil dalam 1 sesi pompa berdurasi 40 menit.

Terima kasih kepada iklan susu formula bayi yang membombardir media massa dan malasnya mencari informasi akurat independen, sebagian ibu percaya susu bubuk formula dapat membuat anaknya pintar dan lebih baik daripada ASI.

Fungsi utama susu formula hanyalah sebagai tambahan dalam keadaan terpaksa bila produksi ASI belum cukup. ASI adalah susu terbaik dan ASI sendiri sudah memenuhi seluruh kebutuhan nutrisi bayi dalam 6 bulan pertama. Selain itu ASI juga meningkatkan sistem kekebalan bayi terhadap infeksi dan penyakit.

Dalam kemasan susu formula kami tertera catatan:

IMPORTANCE NOTICE: BREAST MILK IS BEST FOR BABIES. BEFORE YOU DECIDE TO USE THIS PRODUCT, CONSULT YOUR DOCTOR HEALTH WORKER FOR ADVICE.

Bila ingin mengetahui lebih lanjut mitos dan fakta seputar menyusui, dapat mengunjungi situs AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia) atau Australian Breastfeeding Association FAQ.

Bayi Menangis Karena Ortu Gelisah dan Bau Tangan

“shhhtt shhttt shhhhtttt tenang ya tenaang”

Disusui sudah, diganti popoknya sudah, digendong sudah, suhu kamar juga sudah pas, sakit juga tidak, lalu mengapa bayi tidak mau berhenti menangis? Seperti pemula kebanyakan, saya menenangkan bayi menangis dengan menggendong, menepuk-nepuk punggung bayi dengan cepat sambil berbisik “shhhtt shhttt shhhhtttt tenang ya tenaang”.

Saya baru sadar bahwa cara itu kurang tepat setelah menghadiri workshop ‘sleep and settling down baby’ di RS. Perawat yang membawakan workshop bilang, cara diatas mengkomunikasikan kepada bayi bahwa kita sedang tidak berada dalam kontrol, sedang panikan, padahal sebagai pelindung seharusnya kita bersikap mantap.

Sebagai solusi, gendonglah bayi sambil menepuk lembut punggungnya secara mantap (assuring pats) dengan ritme plok…..plok…..plok….. bukannya plok plok plok. Bisikan kata-kata yang menunjukkan bahwa kehadiran dia diinginkan dan kita mencintainya sepenuh hati. Lambat laun bayi perlahan-lahan tenang tertidur.

Salah satu peserta workshop bertanya bolehkah kita membiarkan bayi menangis hingga akhirnya dia tertidur sendiri, nanti malah jadi kebiasaan setiap nangis minta digendong. Mungkin di Indonesia istilahnya ‘bau tangan’. Perawatnya bilang ya pada akhirnya bayi harus belajar settling down sendiri  tapi setidaknya tidak untuk 6 bulan pertama. Menurut penelitian yang pernah dipelajarinya (sayang dia tidak menyebut spesifik), bayi-bayi yang dibiarkan settling down sendiri pada 6 bulan pertama ketika dewasa cenderung memiliki emosi yang labil dan tidak merasa dicintai (emotional withdrawal).

Otak bayi yang dibiarkan settling down terlalu muda terpatri ingatan ‘ketika saya menangis tidak ada yang datang jadi buat apa saya minta bantuan toh percuma!’. Sediakan waktu ekstra mengemong bayi, tidak hanya bayi lebih sehat secara emosional tapi juga ikatan emosi ortu dan bayi menjadi lebih kuat.

Ibu (dan Ayah) Bahagia Bayi Bahagia

“You have to take care of yourself too”

Anda juga harus menjaga kesehatan Anda, itulah pesan terakhir yang diucapkan Diane, perawat yang membawakan workshop. Sebagai ibu baru, wajar saja bila seluruh energi tercurahkan untuk bayi sehingga lupa dengan kesehatan sendiri. Padahal bila ibunya sampai jatuh sakit atau menderita postnatal depression/baby blue yang rugi bayinya juga. Bahkan saya pernah dengar cerita seorang ibu yang menyayat bayinya sendiri saking stressnya.

Menurut data yang dilansir Post and Antenatal Depression Association Inc (PANDA), 1 dari 7 ibu baru dan 1 dari 20 ayah baru mengalami postnatal depression dan menyebabkan kerugian ekonomi Australia sebesar AU$433.52M pada tahun 2012 (panda.org.au). Saya tidak menemukan data untuk Indonesia, barangkali karena di Indonesia jalinan kekeluarga lebih kental sehingga keluarga besar siap siaga membantu bila ada kehadiran bayi atau stress setelah punya momongan dianggap wajar sehingga tidak terdeteksi.

Saya tidak tahu apakah mengidap postnatal depression lantaran sempat ‘rindu pekerjaan kantor’ setelah kurang tidur selama 4 hari berturut-turut mengganti popok bayi hehe. Beruntung ibu mertua saya datang membantu selama 3 bulan sehingga istri tidak merasa sendirian. Saya sendiri berusaha mengatasi baby blue melakukan aktifitas normal sebisanya seperti dulu sebelum punya bayi, salah satunya ngompasiana :)

[caption id="attachment_311698" align="aligncenter" width="300" caption="Kayla Makgawinata - Doc Pribadi"]

1392202928272449422
1392202928272449422
[/caption]

Hendra Makgawinata

Sydney, 12/02/14

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun